JAKARTA, GRESNEWS.COM - Revisi UU BUMN diharapkan dapat terselesaikan pada masa sidang tahun ini guna menyelesaikan karut marut pengelolaan BUMN selama ini. Anggota Komisi VI Zulfan Lindan menyatakan peran swasta lebih dominan dibandingkan BUMN sehingga kerap kali Indonesia dicap sebagai negara liberal. "Kita malah dianggap liberal, harus jelas garisnya BUMN ini," katanya dalam diskusi "Urgensi Revisi UU BUMN" di Gedung DPR RI, Senayan, Jumat (12/6).

Zulfan mengatakan, kondisi BUMN yang selalu diibaratkan sebagai sapi perah harus dapat dijawab dalam revisi UU BUMN. Ada beberapa poin yang ia usulkan untuk direvisi, diantaranya, mengenai tujauan pendirian BUMN, aturan privatisasi, dan wacana pembentukan induk perusahaan.

"BUMN ini dilematis, harus menjamin hajat hidup orang banyak tapi tak mengejar keuntungan," ujarnya.

Mengenai pengertian privatisasi juga dianggap bertentangan dengan pengertian BUMN pada Pasal 1 Ayat (2) UU BUMN dimana disebutkan, jika saham negara kurang dari 51 persen maka akan menghapus status kepemilikan negara di BUMN. Ditambah belum adanya pengaturan rinci sektor mana saja yang tidak boleh diprivatisasi.

"Di Indonesia, asing boleh menguasai bank kita sebanyak 99 persen, kita harus buat perlindungan BUMN," katanya.

Namun, ia menggarisbawahi, jika BUMN telah dilindungi maka harus tetap bersikap profesional. Sebab seringkali mental BUMN di atas awan lantaran telah terlindungi payung hukum. "Di Cina tak ada swasta yang bisa hidup melawan BUMN. Ini BUMN kita malah diprivatisasi," ujarnya.

Selain itu, UU BUMN juga tak membahas syarat persetujuan DPR untuk melepas anak perusahaan. "Padahal anak perusahaan BUMN merupakan aset negara," tegas Zulfan.

Hal lain yang menggelisahkan Zulfa adalah, sementara penggodokan materi revisi masih belum dilangsungkan, namun pemerintah telah mewacanakaan pembentukan super holding BUMN. "Instruksi presiden membentuk holding tak perlu cepat-cepat, kita selesaikan revisi dulu agar ada payung hukum jelas," ujarnya.

Ia mengkritik anggapan kinerja baik bagi DPR yakni banyak membuat undang-undang sehingga DPR selalu membuat undang-undang baru. Padahal, undang-undang yamg lama pun masih banyak kekurangan.

"Jika kita terus tambah tapi sedikit merevisi, maka kesalahan pun akan terus menumpuk. Yang tepat itu, merevisi UU yang merugikan bangsa," ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Pakar Ekonomi Universitas Gadjah Mada Himawan Pradiptyo mengatakan, kesalahan BUMN yang mendasar adalah mempresepsikan diri untuk memajukan kesejateraan umum. Padahal seharusnya sebagai perusahaan milik negara, BUMN mempunyai peran lebih untuk melindungi seluruh tumpah darah Indonesia.

"Bicara ekonomi, yakni bicara melindungi segenap bangsa hingga ratusan bahkan ribuan tahun," ujarnya.

BACA JUGA: