JAKARTA, GRESNEWS.COM - Harapan masyarakat Papua, khususnya di Kabupaten Mimika untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sepertinya masih harus disimpan rapat-rapat. Harapan warga Mimika agar Freeport Indonesia membangun smelter di wilayah itu, sejauh ini terancam hanya sebatas janji kosong belaka.

Pasalnya pemerintah pun tak bisa bersikap tegas kepada Freeport. Bukti teranyarnya adalah sikap pemerintah yang lag-lagi "memanjakan" Freeport. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tetap memberikan izin ekspor konsentrat kepada perusahaan pertambangan emas asal Amerika Serikat itu.

Padahal Freeport tidak menyetorkan dana jaminan sebesar US$530 juta sebagai syarat perpanjangan izin ekspor konsentrat sementara Freeport belum membangun smelter. Sikap lunak pemerintah ini tentu saja bakal mengecewakan rakyat Mimika yang baru saja mengadu ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar DPR mendesak pemerintah untuk "memaksa" Freeport membangun smelter di Mimika, dan bukan di Gresik, Jawa Timur.

Boro-boro memaksa Freeport membangun smelter di Papua, janji membangun smelter di Gresik pun, pemerintah tak bisa bersikap tegas selain hanya menerima janji saja. Sementara, rakyat Mimika tetap meminta pembangunan smelter Freeport dilakukan di sana.

Bupati Mimika Eltinus Omaleng mengatakan, warga Mimika mengingingkan pembangunan smelter PT Freeport Indonesia ditempatkan di wilayah Pomako, Kabupaten Mimika, Papua. "Kami tidak mau smelter dibangun di Gresik, Freeport harus bangun di Papua," kata Eltinus dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Gedung DPR RI, di Jakarta, Selasa (9/2).

Eltinus menjelaskan, pemerintah Mimika sudah menyiapkan lokasi bagi pembangunan Smelter di Papua. "Jadi Pomako ada 3 ribu hektare lahan yang kami siapkan, kita juga sudah cek lokasi untuk itu, jadi tidak ada lagi alasan dibangun di Gresik sana, lebih baik bangun di Mimika smelter," jelasnya.

Bupati Mimika menegaskan, masyarakat dan pemerintah Papua juga sudah menuntut pembangunan smelter di Papua sebagai bagian dari syarat perpanjangan operasi Freeport oleh pemerintah. Karena itu, kata Eltinus, bila Freeport tak mau membangun smelter di Mimika, maka warga akan mengusir Freeport dari Papua.

Dia juga meminta pemerintah tidak memperpanjang kontrak Freeport karena tidak ada kontribusi nyata Freeport kepada masyarakat di Papua. "Kalau mau bangun di Gresik silakan, tapi keluar dari Papua. Saya nggak mau bicara lagi sama pencuri itu. Negara cari perusahaan lain saja," tegasnya.

INFRASTRUKTUR SIAP - Eltinus dalam kesempatan itu juga menegaskan, berbagai infrastruktur untuk membangun smelter di Pomako sudah disiapkan. Selain lahan, kata dia, pemerintah daerah juga sudah melakukan pembebasan sehingga Freeport tak perlu pusing lagi.

Selain itu, pemerintah daerah juga akan membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Pomako dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Rumoko. Dengan demikian, smelter yang dibangun nantinya tak akan kekurangan listrik.

"Listrik kita sudah siap, Rumoko sudah siap, bisa bangun 600 MW. PLTU dan PLTA kami sudah siap. PLTA ada di Pomako. Lahannya 3.000 hektar sudah kami siapkan, lahan dari pemerintah, kenapa pusing-pusing?" kata Eltinus.

Selain itu, kata Eltinus, sumber daya manusia (SDM) untuk tenaga kerja di smelter juga berlimpah. "Banyak putra daerah Papua yang sudah berpendidikan tinggi. Bila putra-putra daerah ini tak diberi pekerjaan, akan timbul masalah sosial di Papua dan bisa semakin mendorong gerakan separatis," tegasnya.

Dia menilai tidak ada alasan kekurangan SDM. "Kami anak-anak Papua yang angkatan 1980-an itu sudah sarjana, malah banyak yang S2 dan S3 sekarang mereka tidak punya kerja. Karena tidak punya kerja maka mereka minta merdeka," tuturnya.

Pihaknya menyebut ada 6.000 putra daerah Papua yang bersekolah di luar negeri. Ribuan pemuda ini tentu membutuhkan lapangan pekerjaan saat pulang ke Papua. Karena itu, perlu dibangun smelter yang dapat menyerap banyak tenaga kerja di Papua.

"Kita sudah kirim 6.000 anak Papua sekolah ke luar negeri. Itu pulang mau kerja apa? Makanya kita harus siapkan. Freeport bangun smelter," pungkas Eltinus.

PEMERINTAH LUNAK KE FREEPORT - Terhadap tuntutan itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Fadel Muhammad menyampaikan, tuntutan yang disampaikan oleh Bupati Mimika mewakili masyarakat Papua adalah hal yang wajar .

"Kita minta Menteri ESDM melalui Dirjen Minerba yang hadir saat ini berada PT Freeport untuk memperhatikan tuntutan pemerintah propinsi Papua dan Bupati demi kepentingan bersama khususnya masyarakat Papua," paparnya.

Meski begitu, pemerintah sendiri sepertinya tetap bersikap enggan memenuhi tuntutan itu. Beberapa waktu lalu, Menteri ESDM Sudirman Said pernah menjelaskan soal sulitnya membangun smelter di Papua saat ini.

Bahkan Sudirman meragukan adanya rencana investor asal China untuk membangun smelter di tanah cendrawasih tersebut. Menurut Sudirmanm, pembangunan smelter perlu perencanaan yang matang, terutama pasokan listrik dan infrastruktur penunjang lainnya.

"Bangun smelter itu lama dan tak mudah, belum lagi bicara kelayakan, Papua masih kekurangan listrik dan lokasi pembangunan juga belum jelas," tegas Sudirman akhir tahun lalu.

"Yang pertama kami menuntut saham harus dimiliki oleh masyarakat Papua dalam bentuk´ Golden Share´ selain itu kami juga meminta pimpinan Freeport harus dari putra Papua," ungkapnya.

Selain itu, pemerintah sendiri seperti tak berdaya memaksa Freeport untuk segera membangun smelter. Buktinya, izin ekspor konsentrat beberapa kali tetap diberikan kepada Freeport meski smelter yang menjadi syarat diberikannya izin tak juga dibangun Freeport.

Bahkan syarat jaminan US$530 juta pun tak dibayarkan Freeport. Dan lagi-lagi toh pemerintah tak berdaya dan tetap juga memberikan izin ekspor konsentrat kepada Freeport.
Freeport hanya diwajibkan membayar Bea Keluar (BK) ekspor tambang sebesar 5%.

"Jadi Freeport telah respons (syarat setoran US$530 juta) dan dia bersedia memenuhi yang (BK) 5%. Kemudian yang US$530 juta dibicarakan nanti lebih lanjut. Kemudian kementerian karena Freeport telah menyetujui, kemudian sudah rekomendasikan hari ini," kata Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Aryono, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (9/2).

Syarat setoran US$530 juta akan dibicarakan lebih lanjut, masih dinegosiasikan. "Ya maka itu, dia sudah sanggup yang BK 5%. Jadi prinsipnya karena dia sanggup. Tapi yang US$530 juta dan yang tidak sanggup masih terus dibicarakan," imbuhnya.

FREEPORT NGAKU BERKOMITMEN - Meski kerap kali menabrak aturan yang digariskan pemerintah terkait kewajiban membangun smelter dan pemerintah kerap terlihat tak berdaya, Freeport tetap umbar janji berkomitmen membangun smelter. Direktur PT Freeport Indonesia, Clementino Lamury yang hadir dalam RDP dengan Komisi VII DPR mengatakan, setoran sebesar US$ 530 juta tersebut tak perlu dipermasalahkan lagi karena tetap berkomitmen membangun smelter.

Freeport berjanji pembangunan smelter segera terealisasi. "Jadi memang salah salah satu persyaratan yang diminta pemerintah kami harus menyerahkan US$ 530 juta, tapi bottom line dari itu yang dilihat pemerintah adalah kami segera merealisasikan investasi tersebut," kata Clementino.

Clementino menambahkan, pihaknya telah menandatangani sejumlah kontrak untuk memulai pembangunan smelter. Total dana investasi yang akan digelontorkan untuk pembangunan smelter mencapai US$2,3 miliar.

"Dari total investasi kami rencananya US$2,3 miliar, per Desember kemarin kami telah melakukan komitmen biaya dengan para vendor kami termasuk pembangunan yang terbesar dengan Chiyoda untuk engineering and procurement contract sebesar US$927 juta. Cuma memang yang jadi problem adalah pemerintah ingin camkan pada kami untuk mempercepat proses tersebut dengan menaruhnya ke dalam deposit," ujar Clementino.

"Sementara kami menginginkan memang agar semua pembayaran yang terkait komitmen tersebut dilakukan berdasarkan term of payment. Itu yang terjadi antara kami dan pemerintah, dan kami senang bisa mendapatkan jalan keluar, tapi kami tetap akan komit untuk membangun smelter," tandasnya.

Sejauh ini, Freeport telah merealisasikan investasi sebesar US$ 168 juta dari total rencana investasi US$ 2,3 miliar untuk pembangunan smelter. "Sebagaimana komitmen kami, bahwa kami harus melakukan pembangunan smelter di dalam negeri. Investasi kami yang sebesar US$ 2,3 miliar dan sudah kami realisasikan US$ 168 juta itu akan kami bangun di Kabupaten Gresik," pungkas dia.

Pemerintah sendiri bersikap percaya saja dengan komitmen Freeport itu. Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Aryono mengatakan, saat ini yang penting Freeport bisa menunjukkan bukti mereka benar-benar berkomitmen membangun smelter di Indonesia untuk melakukan hilirisasi mineral di Indonesia.

Bukti tersebut tidak harus dengan dana jaminan US$530 juta. "Memang US$530 juta di aturan juga nggak ada. US$530 juta itu karena usaha pemerintah untuk meyakinkan dia (Freeport) tetap membangun (smelter)," kata Bambang.

Kementerian ESDM, kata dia, masih yakin Freeport benar-benar akan melaksanakan kewajibannya melakukan pengolahan dan pemurnian mineral, agar tercipta nilai tambah industri pertambangan di Indonesia. "Dia membangun. Dia kan sudah keluarkan US$168 juta," tutupnya. (Gresnews.com/Agus Irawan/dtc)

BACA JUGA: