JAKARTA,GRESNEWS.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melaporkan capaian program pembangunan pembangkit listrik 35.000 Megawatt (MW), hingga April 2017 telah mengoperasikan pembangkit dengan kapasitas 743 MW. Capaian itu menarik karena sebagian besar pengoperasian 743 MW listrik itu didominasi oleh pembangkit dengan bahan bakar energi bersih.

Kapasitas listrik 743 MW itu berasal dari 37 proyek pembangkit yang tersebar mulai dari Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan Sulawesi, Nusa Tenggara dan Papua. Sebagian besar dari 37 proyek itu, yakni 30 proyek pembangkit,  menggunakan energi bersih, mulai dari gas bumi, surya, air hingga biogas.

"Hanya 7 proyek yang masih menggunakan diesel," ujar Sujatmiko, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), seperti dilansir laman resmi Kementerian ESDM.

Dijelaskan Sujatmiko, pengoperasian pembangkit listrik dengan mesin diesel dan bahan solar itu sebagian besar berada di pulau terluar dan daerah perbatasan, seperti di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara Timur hingga Papua.  "PLTD dipilih karena dapat dibangun dengan cepat guna mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut," jelasnya.

Sedang pengoperasian pembangkit listrik dengan menggunakan energi bersih dan ramah lingkungan. Diantaranya terdapat di Gorontalo contohnya, Pembangkit Gorontalo Peaker, dengan kapasitas 100 MW yang menggunakan bahan bakar gas bumi. Juga Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Gorontalo dengan kapasitas 2 MW yang telah beroperasi di lokasi itu.

Selain itu, sebanyak 16 pembangkit baru juga telah beroperasi di di wilayah Sumatera. Tersebar mulai dari Provinsi Lampung, Bangka Belitung, Jambi, Riau hingga Sumatera Utara. Seluruh energi utama pembangkit ini bersumber dari gas bumi.

Selain itu pengoperasian pembangkit bergerak atau Mobile Power Plant (MPP), seperti MPP Paya Pasir di Sumatera Utara juga memanfaatkan suplai bahan bakar gas bumi. Pembangkit ini memiliki kapasitas hingga 75 MW, dan telah dioperasikan  penuh pada bulan Februari 2017.

Sementara beberapa daerah seperti di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah telah dikembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM). Seperti PLTM Logawa Baseh yang telah beroperasi secara komersial pada bulan Februari 2017 lalu.

Di Pulau Kalimantan, pemerintah mengembangkan 4 proyek Mobile Power Plant (MPP), yaitu  MPP Pontianak 1 hingga 4. Pembangkit MPP  ini menyumbang 100 MW dan seluruhnya dioperasikan menggunakan gas bumi. MPP Pontianak 1 hingga 3 beroperasi penuh pada bulan Januari 2017. Sedang MPP Pontianak 4 telah lebih dulu beroperasi pada akhir tahun 2016 lalu.

Penggunaan energi yang sama juga diterapkan dalam pengoperasian MPP Lombok 1 dan 2 di Nusa Tenggara Barat. Kedua MPP ini menggunakan bahan bakar gas untuk pembangkitnya.

Seperti diketahui, pemerintah berkomitmen merealisasikan penyediaan listrik sebesar 35.000 MW. Sebesar 20.000 MW diantaranya, ditargetkan selesai pada tahun 2019. Hal ini dalam rangka meningkatkan rasio elektrifikasi tanah air sebesar 99,7% tahun itu.

Menurut Sujatmiko Kementerian ESDM mengawal ketat program ini , mengingat pemerataan kelistrikan merupakan salah satu syarat meningkatnya minat investasi. Jika tidak ada listrik, tentu investor enggan berinvestasi di negara ini. Mereka akan lebih memilih berinvestasi ke negara lain.

Program pembangunan pembangkit listrik 35.000 Megawatt (MW) yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2015 bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Indonesia.

Selain kapasitas 743 MW yang telah dicapai ini. Juga dilaporkan Kementerian ESDM, proyek pembangkit lainnya yang masih dalam tahap konstruksi sebanyak 13.816 MW. Sementara 8.210 MW pembangkit dalam tahap penandatanganan kontrak. Kemudian 5.845 MW dalam proses pengadaan, serta 7.212 MW lainnya masih dalam tahap perencanaan. 
PROYEK ANTISIPASI KEGELAPAN -  Pemerintah Jokowi Bertekad merealisasikan pemenuhan listrik hingga 35.000 MW selama 10 tahun mendatang. Untuk jangka lima tahun kepemimpinannya, Jokowi menargetkan terpenuhinya kebutuhan listrik sebanyak 20.000 MW, demi memenuhi rasio kelistrikan tanah air.

Listrik dinilai sangat penting untuk menggerakkan roda ekonomi dan pertumbuhan ekonomi,  serta untuk mendukung kehidupan masyarakatnya. Sehingga menjadi kewajiban pemerintah memenuhinya. Sejauh ini tingkat pertumbuhan kelistrikan tidak seimbang dengan kebutuhan. Sehingga sebagian wilayah sering mengalami pemadaman, bahkan sama sekali tak memperoleh listrik.

Bahkan sejumlah daerah, seperti di Jawa Tengah diperkirakan akan mengalami krisis listrik di tahun 2017 ini, jika tidak ada penambahan kapasitas. Peningkatan kapasitas listrik bukan hanya sebatas kewajiban namun sudah merupakan sebuah keharusan.

Pemerintah pun harus terus berupaya mencukupi kebutuhan konsumsi listrik dengan berbagai program, antara lain program percepatan pembangunan pembangkit tahap I dan II serta program peningkatan kapasitas listrik nasional 35.000 MW.

Menteri ESDM sebelumnya Sudirman Said, pernah mengatakan dari 24 sistem kelistrikan nasional,  hanya separuh yang dalam kondisi normal. Sisanya dalam kondisi pas-pasan, tidak memiliki margin bahkan minus. "Jadi program 35.000 MW itu bukan mimpi, tapi sudah  keharusan," katanya suatu ketika.

Ia pun menilai program listrik 35 Ribu MW merupakan proyek strategis yang termasuk dalam percepatan Proyek Strategis Pemerintah. Kebutuhan 35.000 MW listrik berasal dari asumsi tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar rata-rata 6% selama lima tahun ke depan. Sehingga jika proyek ini gagal maka akan lebih banyak lagi daerah yang akan mengalami kegelapan.

BACA JUGA: