JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya menyetujui usulan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk melakukan langkah privatisasi terhadap empat BUMN terbuka. Keputusan itu diambil dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani -- mewakili Menteri BUMN Rini Soemarno --yang dicekal masuk Senayan oleh DPR, Rabu (24/8).

Namun persetujuan itu diberikan dengan catatan privatisasi tetap mempertahankan kepemilikan minimal saham pemerintah pada batas tertentu, disertai penyertaan modal negara (PMN). Keempat perusahaan BUMN tersebut adalah PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk,  PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, dan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk.

Mereka diberikan kucuran PMN, untuk PT Wijaya Karya memperoleh Rp4 triliun, PT Jasa Marga Rp1,25 triliun, PT Krakatau Steel Rp1,5 triliun, dan PT Pembangunan Perumahan memperoleh sebesar Rp2,25 triliun. Syarat minimal kepemilikan saham pemerintah untuk PT Wijaya Karya sebesar 65,05%, PT Jasa Marga sebesar 70%, PT Krakatau Steel sebesar 80%, dan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk dengan saham minimal 51%.

Walaupun menyetujui pemberian PMN sebesar angka tersebut, Komisi VI DPR tetap mengingatkan bahwa dana PMN yang digelontorkan tak boleh digunakan untuk membiayai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. "Saya tidak setuju PMN digunakan untuk itu, dana Rp70 triliun bisa beli seribu rangkaian kereta api biasa," kata anggota Komisi VI Fraksi Partai Gerindra Bambang Haryo dalam rapat di DPR RI, Senayan.

Dalam penggunaannya, terdapat catatan, agar PNM tersebut digunakan untuk prioritas program pemerintah yang difokuskan pada pembangunan infrastruktur dan kedaulatan energi, kedaulatan pangan dan program kelangsungan kredit usaha rakyat dan UMKM. Penggunaan PMN nantinya juga ada pengawasan dan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Bambang menyatakan kepercayaannya didasari kepada Sri yang dikenalnya sebagai sosok idealis, tegas dan mampu menjalankan amanah tersebut. Selain itu, untuk menjamin pemanfaatan dana PMN dari penyalahgunaan, Komisi VI DPR juga akan membentuk Panja Penggunaan PMN.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pun menanggapi bahwa privatisasi atau penambahan dana melalui mekanisme right issue atas empat BUMN itu dijanjikan tidak akan digunakan untuk pembiayaan kereta cepat. Namun, akan digunakan untuk pendanaan penerbitan saham baru keempat BUMN tersebut. Mekanisme yang diajukan, menurutnya, telah sesuai peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang penambahan modal.

"Penambahan PMN akan dilakukan dengan right issue, jadi, kepemilikan pemerintah terhadap BUMN tidak akan berubah dan tidak terdelusi," katanya.

Selain itu, Komisi VI DPR juga meminta kepada Kementerian BUMN untuk memprioritaskan produk dalam negeri dan pekerja lokal, sinergi BUMN, dan kontraktor nasional dalam pengadaan barang dan jasa. Kementerian BUMN juga diharuskan membuat laporan Business Plan secara berkala kepada Komisi VI, untuk dilakukan pengawasan pelaksanaan PMN.

HOLDING BUMN - Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pernyataannya mengatakan bahwa pembentukan perusahaan induk (holding) BUMN masih membutuhkan banyak kajian dan dukungan politik dari DPR. "Persoalannya bukan perlu atau tidak perlu tapi lebih ke prosesnya. Proses politik, proses finansial, proses corporate culture dan proses social-economy," kata Sri.

Rencana pembentukan holding BUMN ini, menurut dia, salah satunya untuk meningkatkan aset yang dimiliki BUMN dimana secara otomatis akan menambah keuntungan negara. Nantinya BUMN ditargetkan tak hanya berorientasi pada keuntungan semata, tetapi juga berkontribusi terhadap pembangunan nasional.  

Sri mengatakan perlu ada strategi khusus untuk membesarkan BUMN dari sisi governance dan sisi nilai tambahnya. Yakni kemandirian keuangan, penciptaan nilai lebih yang hanya bisa dilakukan dengan tata kelola yang baik. "Jangan sampai BUMN ini neracanya keropos dan minta ditambal terus," ujarnya.

BACA JUGA: