JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rencana Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengucurkan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada beberapa perusahaan pelat merah, dinilai hanya sebagai akal-akalan untuk menyelamatkan BUMN yang nyaris sekarat akibat utang luar negeri yang menumpuk. "Karena utangnya sudah bertumpuk, BUMN pun dipaksa  untuk mencari untung dengan memeras rakyat lewat pemberian PMN," kata Peneliti dari Indonesia for Global Justice (IGJ) Salamuddin Daeng kepada Gresnews.com, Sabtu (24/1).

Dia menilai, pemerintah saat ini sudah menjadi "raja tega" karena tanpa ragu-ragu berani mencabut berbagai macam subsidi untuk rakyat. Sementara sisi lain pemerintah justru mengusulkan mensubsidi perusahaan BUMN dalam jumlah yang sangat besar yaitu Rp72 triliun.

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2015, pemerintah mengusulkan untuk PMN akan dialokasikan daa senilai Rp72 triliun, meningkat senilai Rp67,86 triliun jika dibandingkan dari usulan sebelumnya. Perusahaan BUMN yang bakal mendapatkan bantuan PMN cukup besar diantaranya PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) sebesar Rp20,3 triliun, PT Antam (Persero) Tbk sebesar Rp7 triliun dan Bank Mandiri sebesar Rp5,6 triliun.

Salamuddin menilai alasan utama pemerintah mengajukan PMN untuk perusahaan BUMN adalah karena melihat kondisi keuangan BUMN yang terbelit utang luar negeri yang sudah menumpuk. Dia mengatakan, utang itu menumpuk karena BUMN sering nekat "dikerahkan" pemerintah untuk mencari utang luar negeri, sementara pemerintah menikmati aliran utang luar negeri BUMN sebagai penerimaan devisa.

"Utang luar negeri BUMN dijadikan bantalan untuk menjaga nilai rupiah. Kesempatan itu juga diambil pejabat BUMN untuk menumpuk kekayaan, gaji besar dan fasilitas mewah," kata Salamuddin.

Pada giliranya, kata Salamuddin, ketika tiba saatnya membayar utang, maka BUMN juga dituntut untuk mencari untung, namun caranya dengan memeras rakyat lewat menaikkan tarif listrik, menaikkan harga gas, menaikkan harga pupuk, tarif jalan tol, menaikan bunga kredit. "Kenaikan tersebut selalu menggunakan berbagai alasan dan argumentasi," katanya.

Dia menilai seluruh perusahaan BUMN yang mendapatkan PMN sebenarnya adalah perusahaan yang selalu memperoleh untung yang besar. Perolehan untung yang besar yang berasal dari mengeruk uang rakyat dan hasil rekayasa laporan keuangan dengan mengubah utang menjadi penerimaan. "Apakah ini merupakan ambisi bagi-bagi mega proyek pemerintahan Jokowi kepada pemilik modal disekelilingnya. Masyarakat harus awasi," kata Salamuddin.

Mantan Sekretaris Menteri Kementerian BUMN Said Didu membantah pernyataan Salamuddin yang mengaitkan pemberian PMN kepada perusahaan BUMN dengan utang luar negeri. Dia menilai jika PMN diberikan kepada perusahaan BUMN karena utang luar negeri, seharusnya PT PLN (Persero) ikut dikuciri dana PMN. "Tetapi pada kenyataannya PLN tidak dicantumkan dalam pengajuan PLN," kata Said berargumen.

Meskipun menerima public service obligation (PSO), menurutnya pemberian PSO merupakan penggantian dari pemerintah dan tidak ada kaitannya dengan PMN. "Justru saya pertanyakan, kenapa PLN tidak dikasih. Kalau karena utang luar negeri, seharusnya PLN dikasih paling banyak. Padahal PLN langsung pembangunan infrastruktur," kata Said.

Menurutnya pemberian PMN kepada perusahaan BUMN bukan karena faktor utang luar negeri. PMN diberikan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan mempercepat pencapaian target-target pemerintah.

Dia mencontohkan seperti Pelindo, Bank Mandiri dan Angkasa Pura II yang menerima PMN, dalam kondisi kinerja keuangan perusahaan tersebut dalam kondisi yang sangat bagus. "Saya tidak melihat untuk mengurangi utang luar negeri," kata Said.

BACA JUGA: