JAKARTA, GRESNEWS.COM – Meskipun Indonesia merupakan negara maritim dan memiliki kejayaan maritim masa lalu, ternyata industri maritim kita tergolong tertinggal dari negara-negara lain, termasuk tertinggal dari negara yang bukan negara kepulauan.

Bersamaan dengan visi pembangunan poros maritim yang dicanangkan Presiden Jokowi, pemerintah giat membangunkan "tidur panjang" kejayaaan industri galangan kapal Indonesia. Berbagai cara ditempuh untuk memacu pertumbuhan galangan kapal nasional.   

Mengembangkan pertumbuhan industri galangan kapal dalam negeri, pemerintah menyediakan sejumlah kemudahan dan insentif bagi industri galangan kapal. Diantaranya pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi industri perkapalan Indonesia. Langkah ini diharapkan dapat mendorong tumbuhnya industri tersebut secara merata di Indonesia.

Pemerintah ingin membangun industri galangan kapal nasional dan menyamaratakan pertumbuhan industri galangan kapal, baik di kawasan Batam maupun di luar Batam. Jika Industri galangan kapal di Batam memperoleh fasilitas insentif khusus sesuai aturan free trade zone (FTZ), di luar Batam, pemerintah juga memberikan empat insentif fiskal, yakni restitusi pajak pertambahan nilai (PPN), bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) untuk impor komponen yang bersinggungan dengan industri lain, pembebasan bea masuk (BM) impor komponen, dan pengurangan pajak (tax allowance) bagi investasi galangan kapal minimal Rp50 miliar dan menyerap 300 orang pekerja.

Sebelumnya, mantan Menteri Koordinator Maritim Indroyono Soesilo menyatakan, pemerintah telah mengalokasikan dana Rp39 miliar untuk BMDTP impor komponen yang bersinggungan dengan industri lain.

Penerapan aturan itu dilakukan dengan merevisi PP 38/2003 yang merupakan perubahan PP 146/2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagai landasakan hukum pemberian insentif. Sementara untuk tax allowance, pemerintah merevisi PP tax allowance terkait ketentuan besaran 50 ribu deadweight tonnage (DWT).

Pembebasan PPN bagi industri perkapalan Indonesia dianggap bisa  mendorong tumbuhnya industri kapal secara merata di Indonesia. Indonesia memiliki lima pulau besar dan lebih dari 6.000 pulau kecil. Untuk menghubungkan antarpulau tersebut dibutuhkan transportasi laut. Apalagi untuk sektor perdagangan yang membutuhkan kemudahan untuk dapat membawa suatu barang produksi impor maupun ekspor. Untuk itu, seharusnya Indonesia mulai fokus pada pengembangan transportasi laut, khususnya dalam sektor industri perkapalan nasional.

Setidaknya terdapat 250 perusahaan galangan kapal nasional yang memiliki izin industri dari daerah. Sebaran industri perkapalan nasional paling banyak terdapat di Batam yaitu 23 perusahaan. Sebarannya lainnya terdapat di Jakarta, Balikpapan, Surabaya, Palembang, Samarinda, Semarang, Bangka Belitung, Pontianak, Jambi, Sorong Papua, Maluku, Makasar, dan Manado.

Dari industri kapal yang ada di Indonesia, setidaknya perusahaan lokal telah memiliki pengalaman membuat kapal curah, kapal trailer sampai dengan 19 ribu GT, kapal oil tanker, kapal penumpang bermuatan 500 orang, kapal keruk, kapal barang, kapal kontainer, kapal ikan, kapal tarik, kapal patrol, kapal penyebrangan, kapal perintis, kapal perang nonkombatan, kapal perang kombatan, dan kapal pendukung migas.

Desain dan produksi industri kapal lokal memang telah dilakukan 100 persen di dalam negeri. Tapi sayangnya, struktur komponen bahan baku kapal sebanyak 70 persen masih impor dan hanya 30 persen yang komponennya dibuat lokal.

Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Azam Azman Natawijaya mengatakan kebijakan pembebasan PPN memang sudah harus dilakukan. Sebab dengan tidak adanya kebijakan tersebut, industri kapal nasional baik swasta maupun negara menjadi tidak kompetitif. Sehingga bila PPN dibebaskan bisa menumbuhkan daya saing dengan kapal luar negeri.

"Kalau industri kapal nasional tumbuh maka asas sabotage bisa jadi kenyataan sesuai Undang-Undang Pelayaran. Kami dukung pembebasan barang-barang masuk, bea masuk, dan pungutan terkait industri kapal dalam negeri," ujar Azam saat dihubungi gresnews.com, Minggu (16/8).

TAK CUKUP HANYA PEMBEBASAN PPN - Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi mengatakan pemerintahan Jokowi memang mewacanakan pembangunan tol laut untuk memanfaatkan laut sebagai basis pengembangan ekonomi. Menurutnya, menyangkut pembangunan tol laut, banyak faktor yang mempengaruhi, salah satunya infrastuktur, termasuk galangan kapal. Di Indonesia, industri galangan kapal memang masih sangat berat, sebab  hampir 80 persen kapal diimpor dari luar negeri.

"Kenapa diimpor, karena biayanya lebih murah, karena untuk bikin kapal itu harus dibikin sesuai standar internasional dan teknologi elektrikalnya juga standar internasional. Kita tidak punya standar itu," ujar Viva saat dihubungi gresnews.com, Minggu ( 16/8).

Ia menambahkan, dari sisi fiskal, pemerintah tidak mendukung untuk menciptakan industri kapal yang baik, karena tingkat suku bunga dan bea masuknya terlalu tinggi. Akibatnya, industri galangan kapal lebih mahal. Sementara sebenarnya soal kemampuan sumber daya manusia, Indonesia memiliki kemampuan luar biasa, sehingga kalau pemerintah mau tol laut berjalan harus perbaiki kebijakan-kebijakan teknis yang terkait dengan itu, salah satunya industri perkapalan.

Menurutnya, kebijakan pembebasan PPN saja belum cukup untuk membangun industri perkapalan yang baik. Pemerintah juga harus bisa membangun iklim investasi yang kondusif. Lalu pengurusan izin harus satu atap sehingga memudahkan dan menarik para investor.

Pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo menuturkan, industri galangan kapal memang sedang didorong untuk poros maritim. Kebijakan ini dari sisi pajak, menurutnya, memang cukup bermanfaat bagi pengeluaran pelaku industri. Persoalannya, dengan kebijakan pembebasan PPN tersebut, sejauh mana memadai dan sesuai dengan harapan dari para pelaku industri perkapalan.

"Pemberian insentif belum pernah diukur efektivitasnya. Itu problemnya, efektif atau tidak, bagimana multiplier effect-nya, itu yang perlu dilakukan pemerintah, supaya insentif tidak disalahgunakan tujuannya," ujar Yustinus pada gresnews.com dalam kesempatan terpisah.

PERLU ADA EVALUASI - Menurut Yustinus, normalnya evaluasi dilakukan per tiga bulan. Pertama, evaluasi sosialisasi untuk melihat sejauh mana semua pasar memahami aturan baru sehingga jangan sampai birokrasi malah mempersulit pelaku usaha. Lalu dalam pelaksanaannya satu tahun, perlu evaluasi, ada berapa banyak pelaku usaha yang memakai fasilitas ini. Kalau masih sedikit, ada kemungkinan mereka belum tahu kebijakan ini atau kebijakannya tidak relevan.

Lalu dari aspek pengawasan juga harus ada syaratnya. Misalnya, berapa jumlah tenaga kerja yang terserap dan berapa banyak investasi setelah ada kebijakan ini. Menurutnya, kalau hal ini dilakukan dengan baik maka hasilnya akan optimal mendorong industri kapal Indonesia.

Sementara itu Azam menambahkan pemberian pembebasan PPN jangan sampai diselewengkan untuk hal lain. Implementasi kebijakan ini harus diawasi pemerintah. "Harus dibuat aturan mekanisme yang jelas untuk mencegah diselewengkan," tutur Azam.

Ia mencontohkan, pengawasan bisa dilakukan mulai dari izin masuk yang harus tertata dengan baik dan dipantau oleh pemerintah baik dari Kementerian Perdagangan atau Perindustrian terkait yang punya kewenangan. Menurutnya, kebijakan ini akan berdampak juga untuk memeratakan industri galangan kapal nasional yang seimbang di seluruh Indonesia dan bukan hanya di Batam.

Melalui kemudahan pajak ini, ia menilai akan semakin mempermudah  pertumbuhan industri kapal dalam negeri, sehingga bisa tercapai kemungkinan skala ekonomis khususnya bagi komponen kapal. Ketika pembuatan kapal di dalam negeri bisa ekonomis, perlu didorong agar industri ini bisa menarik investor. Komponen kapal nantinya tidak hanya bisa digunakan untuk kapal dalam negeri tapi juga diekspor.

BACA JUGA: