JAKARTA, GRESNEWS.COM - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) meragukan data-data yang diterbitkan Chevron  Indonesia Company dalam proses tender lelang Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Salak dan Darajat. PLN pun mempertimbangkan untuk mundur dari proses lelang tersebut.

Direktur Perencanaan Korporat PLN Nicke Widyawati  mengatakan, perseroan dapat saja melakukan penilaian terhadap kedua WKP tersebut, berbasiskan laporan keuangan Chevron.  Namun ternyata laporan keuangan yang diterbitkan, kedua anak usaha Chevron di bidang panas bumi yakni, Chevron Geothermal Indonesia Ltd dan Chevron Geothermal Salak Ltd, belum melalui proses audit (unaudited).

Dia menjelaskan, seharusnya valuasi atas aset yang akan dilelang didasarkan pada laporan keuangan yang sudah diaudit, hal ini untuk meminimalisasi kondisi-kondisi yang mencurigakan.

Menurutnya, laporan keuangan yang sudah diaudit isinya tidak hanya mencakup evaluasi keuangan. Tetapi  mencakup soal kejelasan hukum yang perlu di declare,seperti  terkait  masalah beban pajaknya.

"Dan  inilah yang belum kami terima dari Chevron. Untuk itu, kami tidak bisa dan tidak boleh melakukan valuasi atas unaudited report," ujar Nicke di kantornya, Senin (31/10).

Dia menegaskan, PLN telah meminta Chevron mengirimkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor berkompeten. Hal ini sesuai Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK) No IX .15 yang telah direvisi oleh peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 55/POJK.04/2015. Tetapi hingga saat ini, permintaan tersebut tidak juga dipenuhi oleh perusahaan migas asal Amerika Serikat (AS) tersebut.

Sementara batas terakhir penawaran nilai akuisisi yang ditetapkan Chevron jatuh pada hari ini, kemarin. Oleh karena tidak menemukan basis data yang valid dalam kalkulasi, ada kemungkian PLN tidak jadi menawar WKP.

"Jjika belum ada laporan keuangan yang benar kami tidak berani menawar, jadi kami akan jelaskan alasan kami tidak menawar. Jadi yang jelas prinsip Good Corporate Governace ( GCG) harus tetap jalan," tegasnya.

Di sisi lain, Nicke menyatakan, PLN akan mematuhi perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement (PPA) yang sebelumnya sudah disepakati pihak PLN dan Chevron.
Bahkan PPA dari WKP Darajat dan Salak sudah berakhir tahun 2013 dan akan diperpanjang sampai  2040.

"Kalau dilihat secara kontrak PLN tidak berkewajiban untuk melanjutkan PPA setelah 2040," jelasnya.


CHEVRON HARUS TERBUKA - Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform ( IESR) Febby Tumiwa membenarkan bahwa untuk valuasi sebagai basis penawaran memang perlu informasi keuangan. Jadi wajar kalau PLN perlu informasi keuangan Salak dan Darajat.  "Kalau tidak ada itu, sukar membuat penawaran yang sesuai," kata Febby kepada gresnews.com, Senin (31/10).

Dia menyebutkan,  proses itu wajar bagi perusahaan manapun dalam melakukan penawaran, termasuk untuk PLN. Harusnya Chevron juga terbuka dengan informasi bagi calon penawar.

Sebelumnya diinformasikan, bahwa WKP Darajat dapat memasok listrik dengan kapasitas 270 Megawatt (MW) dan WKP Salak memiliki kapasitas 377 MW yang dapat memasok enam unit pembangkit listrik.  Nilai kedua aset itu ditaksir sebesar US$ 3 miliar.

Sementara itu, pihak Kementerian ESDM mencatat ada lima kandidat yang sama sama ingin mengelola WKO tersebut, yakni PT Pertamina (Persero), PT Medco Energi Internasional Tbk, Mitsui, Marubeni dan Star Energy.

BACA JUGA: