JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penerimaan pajak yang masih seret serta perlambatan ekonomi nasional dan global membuat pemerintah terpaksa melakukan terobosan dalam melakukan pembiayaan pembangunan infrastruktur. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengatakan salah satu upaya adalah dengan pembiayaan dari dana BPJS Ketenagakerjaan, PT Taspen dan PT SMI (Sarana Multi Infrastruktur) pada proyek pembangunan tol.

"Kita akan mencoba menggunakan pembiayaan dari ekuitas PT SMI, PT Taspen dan BPJS Ketenagakerjaan untuk membangun infrastruktur untuk tahun ini dan tahun depan," ujar Bambang di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Jumat (21/10).

Bambang mengatakan, saat ini dana pensiun (dapen) yang hanya mengendap di perbankan dalam bentuk deposito ataupun di Surat Utang Negara (SUN). Potensi dana pensiun itu cukup besar. Selain itu ada juga dana dari BPJS yang sama-sama mengendap di bank. Dari BPJS dan Taspen, kata Bambang, ada potensi dana masing-masing sebesar Rp220 triliun dan Rp140 triliun.

Sayangnya, terobosan pemerintah menggunakan dana milik publik untuk pembiayaan infrastruktur ini dinilai keblinger. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Ahmad Hafizs Tohir mengatakan, dana publik seperti dana pensiun dan BPJS sejatinya tak bisa digulirkan untuk membiayai proyek infrastruktur.

Pasalnya, dana-dana tersebut bersifat short term alias jangka pendek dengan masa pengendapan tiga bulan hingga 1 tahun. Sedangkan dana infrastruktur bersifat jangka menengah dan jangka panjang, bisa mencapai antara 5-25 thn. "Jadi mana tepat dana Taspen dan dana BPJS Ketenagakerjaan untuk membantu infrsstruktur? Tidak bisa dibenarkan," kata Hafizs kepada gresnews.com, Senin (31/10).

Karena itu, dia meminta DPR mengontrol kebijakan ini dengan ketat. "Jangan sampai pemerintah menggunakan anggaran Taspen dan BPJS Ketenagakerjaan untuk membantu biaya infrastruktur tetapi masyarakat yang dirugikan akibat penggunaan dana tersebut," jelasnya.

Politisi PAN ini khawatir, jika dana-dana tersebut dialihkan membiayai infrastruktur, maka dikhawatirkan klaim-klaim dari masyarakat yang berobat atau ingin mencairkan dana pensiunnya terhambat. "Apalagi dana BPJS, yang sakit itu tiap hari, mana mugkin dananya dipakai untuk jangka panjang?," tegasnya.

Kritik senada juga disampaikan Direktur Centre for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi. Dia mengatakan, kebijakan ini menunjukkan pemerintahan Jokowi-JK semakin panik dalam mengelola keuangan negara. "Masak dana pensiun atau dapen juga mau ´diembat´ untuk pembiayaan infrastuktur," katanya kepada gresnews.com, Senin (31/10).

Uchok menyebutkan, pemerintah sudah mulai putus asa karena belum ada negara atau lembaga donor yang memberikan dana segar, atau pinjaman kepada pemerintah untuk menutup bocornya anggaran. "Sehingga terpaksa mau menggunakan dana dapen yang ada dalam deposito dan SUN," kata Uchok.

Dia curiga dana publik di Taspen dan BPJS itu dipakai bukan untuk keperluan pembiayaan infrastruktur tetapi membiayai kenaikan gaji pegawai setiap tahunnya di APBN. "Sejak dulu dana semacam ini juga sering dimanfaatkan pemerintah untuk menutup belanja pegawai," katanya. 

HARUS TERBUKA - Terkait masalah ini, Divisi Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, pemerintah jika ingin menggunakan dana BPJS atai Taspen, harus terbuka terkait imbal hasil yang didapat BPJS dan Taspen. Dia mengakui, saat ini pemerintah Jokowi-JK sedang giat-giatnya membangun infrastruktur, dan oleh karenanya pasti memerlukan dana yang besar.

"Dengan kondisi keuangan negara yang relatif belum baik, karena pendapatan dari pajak juga belum menggembirakan, maka tentunya perlu ada sumber-sumber pembiayaan untuk infrastruktur tersebut," kata Timboel kepada gresnews.com, Senin (31/10).

Pada satu sisi, kata Timboel, penggunaan dana lokal seperti dari BPJS Ketenagakerjaan dan Taspen, tentunya baik guna mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap pinjaman luar negeri. Tentunya juga penggunaan dana pensiun juga tepat mengingat pembiayaan infrastruktur ini merupakan proyek jangka panjang.

"Dana pensiun merupakan dana yang relatif panjang untuk bisa dinikmati pesertanya terutama peserta BPJS Ketenagakerjaan," jelasnya.

Namun, kata dia, permasalahannya adalah berapa imbal hasil yang bisa didapat dengan investasi jangka panjang tersebut, sehingga dapat memberikan manfaat lebih bagi peserta. "Jadi hal ini yang harus dibicarakan antara pemerintan dan direksi BPJS ketenagakerjaan," ucapnya.

Bambang Brodjonegoro sendiri menegaskan, mengatakan dana pensiun merupakan bentuk alternatif investasi di sektor rill sehingga sangat menjanjikan karena memberikan penghasilan jangka panjang. "Penggunaan infrastruktur non APBN ada aturan hukum, contoh di BPJS Ketenagakerjaan yang dapat menggunakan investasi lima persen, begitu juga dengan Taspen," kata Bambang.

Dia menjelaskan, langkah penggunaan dana pensiun tersebut perlu dilakukan mengingat gejala atau tren penurunan suku bunga deposito. Selain itu, dia juga mendorong swasta agar bisa lebih berperan dalam pembangunan, dengan turut membiayai proyek-proyek jangka panjang terutama infrastruktur.

Sementara, dalam rencana pembangunan Jangka Menegah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 disampaikan kebutuhan pendanaan infrastuktur prioritas mencapai Rp4.796 triliun. 

PROYEK JALAN TOL - Bambang Brodjonegoro juga menerangkan, pembiayaan dari dana BPJS Ketenagakerjaan, PT Taspen dan PT SMI (Sarana Multi Infrastruktur) akan disalurkan pada proyek pembangunan tol. "Kita akan mencoba menggunakan pembiayaan dari ekuitas PT SMI, PT Taspen dan BPJS Ketenagakerjaan untuk membangun infrastruktur untuk tahun ini dan tahun depan," ujarnya.

Ada 14 tol yang akan didanai dari dana publik itu yaitu: Kanci-Pejagan, Pejagan-Pemalang, Pemalang-Batang, Batang-Semarang, Solo-Ngawi, Ngawi-Kertosono, Pasuruan-Probolinggo, Cinere-Serpong, Bekasi-Cawang-Kampung Melayu, Ciawi-Sukabumi, Cimanggis-Cibitung, Depok-Antasari, Medan-Kualanamu-Tebing tinggi dan Kayu Agung-Palembang-Bitung.

Dana-dana ini dianggap ideal untuk mendukung pembiayaan infrastruktur jalan tol karena sifatnya yang jangka panjang. Menurut Bambang, selama ini dana dari Taspen dan BPJS Ketenagakerjaan, lebih banyak dikembangkan lewat pasar modal seperti investasi saham.

Dengan terobosan ini, dana dari Taspen dan BPJS Ketenagakerjaan bisa disalurkan ke sektor rill. "Selama ini memang (dana Taspen dan BPJS Ketenagakerjaan) diletakkan di SUN, saham, atau deposito di bank," sambung dia.

Bagi SMI, Taspen dan BPJS Ketenagakerjaan, penempatan dana pada proyek infrastruktur jalan tol juga bisa menjadi alternatif pengembangan investasi di tengah penurunan bunga pengembalian investasi dan surat utang negara (SUN)

"Dengan penurunan tingkat bunga dan SUN. Maka Dapen (dana pensiun), semua dana pensiun harus mencari alternatif tempat pembiayaan. Salah satunya adalah Trans Jawa, itu sangat menjanjikan. Apalagi kalau nanti sudah terkoneksi," pungkas Bambang. (dtc)

BACA JUGA: