JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah dinilai mengambil sikap melunak setelah akhirnya menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang berlaku selama 8 bulan sejak 10 Februari 2017 sampai 10 Oktober 2017 untuk PT Freeport Indonesia. Dengan IUPK yang sifatnya sementara itu, Freeport bisa mengekspor konsentrat lagi sampai 10 Oktober 2017.

Padahal sebelumnya, pemerintah berkeras, setelah penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017) pada Januari 2017 lalu, Freeport tak bisa lagi mengekspor konsentrat. Pasalnya, berdasarkan PP 1/2017 ini, Freeport harus mengubah status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), jika ingin mendapat izin ekspor konsentrat.

Freeport di sisi lain masih bertahan dengan status Kontrak Karya dan menolak perpanjangan kontrak dengan perubahan menjadi IUPK. Freeport juga keberatan jika harus melepaskan sahamnya hingga 51% (divestasi). Mereka ingin tetap memegang kendali.

Dituding melunak terhadap Freeport, pemerintah pun membantahnya. Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hadi M. Djuraid mengatakan, terkait pemberian IUPK sementara selama 8 bulan itu, bukan berarti pemerintah melunak kepada Freeport. Hadi mengatakan, Kementerian ESDM mengacu dan berpedoman pada Undang-Undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017.

Atas dasar itu, lanjut Hadi, posisi dan sikap Kementerian ESDM adalah menggunakan perundingan untuk memastikan Freeport Indonesia mengubah Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi, membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter), dan divestasi saham hingga 51%. "Tiga poin tersebut tidak bisa ditawar dan dinegosiasi. Yang bisa dirundingkan adalah bagaimana implementasinya," tegas Hadi, dalam pernyataan tertulis yang diterima gresnews.com, Kamis (6/4).

Menurut Hadi, kedua belah pihak (Kementerian ESDM dan Freeport Indonesia) sepakat membagi perundingan dalam dua tahap, yaitu perundingan jangka pendek dan perundingan jangka panjang. Sedangkan jangka waktu perundingan adalah enam bulan, terhitung sejak Februari 2017. Adapun fokus perundingan jangka pendek, menurut Hadid, adalah perubahan KK menjadi IUPK.

"Perubahan KK menjadi IUPK menjadi prioritas karena akan menjadi dasar bagi perundingan tahap berikutnya. Di samping itu, IUPK memungkinkan operasi Freeport Indonesia di Timika, Papua, kembali normal sehingga tidak timbul ekses ekonomi dan sosial berkepanjangan bagi masyarakat Timika khususnya dan Papua umumnya," jelas Hadi.

Setelah empat pekan berunding, lanjut Hadi, PT FI sepakat menerima IUPK. Meski demikian FI meminta perpanjangan waktu perundingan dari enam bulan sejak Februari menjadi delapan bulan sejak Februari. "Kementerian ESDM menyepakati permintaan tersebut, sehingga waktu tersisa terhitung sejak April ini adalah enam bulan," kata Hadi.

Dia menambahkan, enam bulan adalah waktu tersisa untuk perundingan jangka panjang, meliputi pokok bahasan stabilitas investasi yang dituntut FI sebagai syarat menerima IUPK, kelangsungan operasi FI, dan divestasi saham 51%. Ia menyebutkan, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017, pemegang IUPK bisa mengajukan rekomendasi ekspor konsentrat untuk enam bulan, dengan syarat menyampaikan komitmen pembangunan smelter dalam lima tahun, membayar bea keluar yang ditetapkan Menteri Keuangan, dan divestasi saham hingga 51%. Poin tentang divestasi akan masuk dalam pembahasan jangka panjang.

Progres pembangunan smelter, lanjut Hadi, akan diverifikasi oleh verifikator independen setelah enam bulan. Ia menegaskan, jika hasil verifikasi menunjukkan progres pembangunan smelter tidak sesuai dengan rencana yang telah disetujui Kementerian ESDM, maka rekomendasi ekspor akan dicabut. "Ketentuan tersebut berlaku untuk semua pemegang IUPK, tanpa kecuali. Prosedur ini telah ditempuh pemegang KK lainnya yang telah beralih ke IUPK, yaitu PT Amman Mineral Nusa Tenggara (ex Newmont)," tegas Hadi.

Dengan demikian, kata Hadi, jelas bahwa landasan operasi FI dalam enam bulan ke depan adalah IUPK. Alhasil target perundingan jangka pendek telah tercapai, termasuk kembali normalnya operasi Freeport Indonesia di Timika sehingga ekses sosial dan ekonomi yang terjadi sejak pelarangan ekspor pada 12 Januari 2017 tidak meluas dan berkepanjangan.

Mengenai perundingan tahap kedua, menurut Staf Khusus Menteri ESDM itu, akan dimulai pekan kedua April, dengan landasan yang kokoh, yaitu IUPK. Perundingan melibatkan instansi/lembaga terkait, di antaranya Kemenkeu, BKPM, Kemendagri, Pemrov Papua -termasuk di dalamnya Pemerintah Kabupaten Timika dan wakil masyarakat adat di Timika.

Apabila setelah enam bulan ke depan tidak tercapai kesepakatan terkait poin-poin perundingan jangka panjang di atas, Hadi menegaskan, Freeport bisa kembali ke KK dengan konsekwensi tidak bisa melakukan ekspor konsentrat.

"Dengan demikian cukup jelas dan gamblang bahwa Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM konsisten pada komitmen mewujudkan hilirisasi mineral, serta memperkuat kedaulatan nasional melalui kepemilikan 51% saham," pungkas Hadi.

Sementara itu, Menteri Koordinator Maritim Luhut Binsar Panjaitan juga menegaskan, Freeport diharapkan akan melakukan divestasi 51% sahamnya sebelum kontrak mereka berakhir pada 2021 mendatang. "Sebelum itu (2021) kita harapkan kalau bisa," kata Luhut usai acara pertemuan dengan PBNU di Pondok Pesantren Luhur Al Tsaqafah di Ciganjur, Jakarta Selatan, Kamis (6/4).

Luhut mengatakan, terkait kewajiban divestasi, Freeport sudah menunjukkan sinyal setuju. "51% ini sudah dilakukan ini pak Jonan dan mereka arahnya setuju. Masa enggak setuju," kata Luhut.

KEMBALI KE KONTRAK KARYA - Terkait diterbitkannya IUPK sementara yang belaku selama 8 bulan ini, VP Corporate Communication Freeport Indonesia Riza Pratama menyatakan Freeport menyambut baik solusi jangka pendek dari pemerintah. Freeport, kata Riza, menunggu finalisasi rekomendasi ekspor konsentrat.

Setelah urusan rekomendasi rampung, barulah Freeport akan meminta izin ekspor konsentrat ke Kementerian Perdagangan. "Kita masih menunggu finalisasi rekomendasi izin ekspor," kata Riza.

Penerbitan IUPK yang bersifat sementara ini belum memiliki payung hukum. PP 1/2017 maupun aturan turunannya, Permen ESDM 5/2017 dan Permen ESDM 6/2017, tak mengatur soal IUPK sementara. Kementerian ESDM akan melakukan penyesuaian aturan supaya IUPK ini legal.

Sembari diizinkan ekspor konsentrat lagi, PTFI dalam sisa waktu kurang lebih 6 bulan ini akan menegosiasikan jaminan stabilitas untuk investasi jangka panjang, perpanjangan kontrak hingga 2041, kewajiban divestasi saham, dan pembangunan smelter. 4 isu tersebut mulai dibahas pekan depan.

Jika dalam waktu 8 bulan tak tercapai titik temu, PTFI boleh menanggalkan IUPK dan kembali ke KK. Tetapi sesuai ketentuan PP 1/2017, pemegang KK dilarang ekspor konsentrat. Kementerian ESDM mengeluarkan kebijakan sementara untuk penyelesaian jangka pendek masalah PT Freeport Indonesia, agar perusahaan tambang ini bisa kembali beroperasi normal. Seperti diketahui, Freeport saat ini mengurangi produksinya karena tidak bisa mengekspor bahan tambang yang belum dimurnikan.

Terkait pemberian IUPK sementara ini, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, bila enam bulan perkembangan negosiasi tidak menemukan titik kesepakatan, maka izin ekspor Freeport bisa dicabut. Jonan menjelaskan, Freeport pada awalnya memang menolak mengubah status KK menjadi IUPK. Namun setelah berunding sekitar 3 bulan, Jonan mengatakan, Freeport menerimanya.

Jonan menegaskan, perusahaan tambang tidak wajib mengubah status KK menjadi IUPK. Namun bila tidak mengubah KK menjadi IUPK, perusahaan tidak bisa mengekspor tambang mentah. Harus diolah dan dimurnikan dulu sebelum diekspor.

"Kalau pemegang kontrak karya sudah membuat kegiatan pengolahan dan pemurnian. Dua ya, pengolahan dan pemurnian. Itu tetap izinnya kontrak karya tidak apa-apa, sampai kontraknya berakhir. Banyak perusahaan-perusahaan tambang mineral logam yang mempertahankan kontrak karya tapi mereka tidak harus mengubah menjadi IUPK karena mereka sudah melakukan usaha pengolahan dan pemurnian," papar Jonan.

Jadi, IUPK yang menjadi kartu izin ekspor Freeport akan dikaji lagi oleh Kementerian ESDM setelah 6 bulan sejak April 2017. Ada syarat yang harus dipenuhi oleh Freeport.

"Satu, mereka bangun smelter tidak. Kalau bangun smelter kita akan cek di lapangan tiap tiga bulan kita kirim verifikator independen, cek. Ada progresnya tidak. Kedua, dalam enam bulan ke depan ini perundingan stabilitas masalah perpajakan dan retribusi. Itu termasuk itu. Kalau nanti setelah enam bulan mereka tidak membuat smelter, tidak ada progres smelter dan sebagainya, ya kita cabut izin ekspornya. Yang sementara itu izin ekspor, bukan IUPK," tutur Jonan. (dtc)

BACA JUGA: