JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat mulai membahas Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty. Pihak Komisi IX DPR berharap, jika nantinya disahkan, Tax Amnesty harus menjadi momentum melakukan revolusi pajak.

Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan menerangkan, saat ini RUU Pengampunan Pajak baru memasuki pembahasan awal di Panitia Kerja Komisi XI. RUU yang merupakan inisiatif pemerintah ini, terdiri dari 14 bab, 27 pasal, dan 346 daftar inventarisasi masalah (DIM). Dari 346 DIM itu, ada 36 DIM tetap, 27 DIM berubah, dan 38 DIM baru dimasukkan.

Terkait pembahasan Tax Amnesty ini, dia mengingatkan, pemerintah harus memiliki data dan administrasi yang kuat dan akurat dalam proses pengampunan. Selain itu, yang terutama, kata Heri, adalah definisi pengampunan pajak itu sendiri.

"Dalam pembahasan RUU Pengampunan Pajak, perlu dipertegas pengertian atas pengampunan pajak itu sendiri, termasuk subjek dan objeknya," ucap Heri, di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (26/5), seperti dikutip dpr.go.id.

Kemudian masalah krusial berikut yang harus dipikirkan pemerintah adalah soal besaran tarif uang tebusan, jangka waktu, pembedaan tarif, dan dasar pengenaan uang tebusan. "Tata cara pengampunan harus jelas antara persyaratan pengajuan dan penelitian administrasi, serta pembetulan dan keputusannya," terangnya.

Langkah berikut adalah memastikan keamanan data para wajib pajak dan sistem pelaporan terhadap harta yang direpatriasi. Pemerintah juga harus menyusun tata cara pengalihan harta, jenis dan tata cara investasi, serta periodenya.

"Wajib Pajak yang mengajukan pengampunan harus diawasi secara lebih ketat dan harus didukung dengan prosedur pelaksanaan yang jelas dan mengikat bagi semua wajib pajak yang mengajukan," papar Heri.

Setelah itu, kata Heri, pemerintah juga harus tegas dalam pengenaan sanksi kepada wajib pajak yang menaruh hartanya di luar dan tidak mengajukan pengampunan pajak. Untuk itu, penguatan audit juga perlu dilakukan. "Pengampunan pajak harus diikuti penegakan hukum yang tegas."

Selain memberlakukan Tax Amnesty, pemerintah juga dituntut untuk bisa mencegah terjadinya pelarian modal ke luar negeri alias capital flight. Wakil Ketua Komisi XI DPR Achmad Hafisz Tohir mengatakan, saat ini sistem tersebut sangat lemah dan itu terlihat dari banyaknya pengusaha Indonesia yang melarikan modalnya ke luar negeri untuk menghindari pajak.

Capital flight yang terjadi saat ini, kata Hafisz, karena para pengusaha merasa aman menyimpan dananya di luar negeri daripada di negeri sendiri. Ada perbedaan penerapan pajak yang cukup jauh.

"Pemegang uang itu akan memilih tempat yang lebih tenang dan lebih safety untuk menyimpan uang. Yang harus kita perbaiki bagaimana mengatur agar sistem keuangan ini tidak mudah disalahgunakan, tidak mudah dilakukan pelarian modal keluar untuk menghindari kewajiban pajak. Mereka malah melakukan penggelapan pajak dan money laundry," papar politisi PAN tersebut seperti dikutip dpr.go.id.

Pengampunan pajak yang sudah menjadi perbincangan publik, harus dibahas penuh kehati-hatian. Peraturan perundang-undangan, lanjut Hafisz, memang harus diperbaiki menyangkut pajak.

Tujuannya, agar ke depan tidak ada lagi modal yang begitu mudah dilarikan dari negeri sendiri. Investor dan pengusaha di dalam negeri butuh jaminan dari pemerintah untuk kenyamanan berusaha dan menanamkan modalnya.

Dia mengatakan saat ini kurang lebih ada Rp11 ribu triliun uang milik orang Indonesia yang berada di luar negeri. Ini menunjukkan betapa lemahnya sistem pengaman keuangan negara.

"Nah, kita harus perbaiki. Sebetulnya Tax Amnesty hanya bagian kecil perbaikan sistem tersebut. Saya garis bawahi bahwa kita jangan terjebak hanya kepada Tax Amnesty," ujar Hafisz.

LAKUKAN PERBANDINGAN - Wakil Ketua Komisi XI DPR Soepriyatno mengatakan dalam pembahasan RUU Tax Amnesty ini, pada tahap awal, ada tiga hal pokok yang menjadi pembahasan antara DPR dan pemerintah. Pertama adalah melihat secara keseluruhan rancangan yang diajukan oleh pemerintah. Kedua adalah pendalaman sistem pengampunan pajak yang telah berlaku pada negara lain, di antaranya adalah Amerika Serikat (AS), Argentina, Afrika Selatan, Portugal, Italia, Inggris, dan Rusia.

"Untuk melihat benchmarking mereka untuk melihat apa yang diampuni dan sebagainya," jelas Soepriyatno yang sekaligus Ketua Panja RUU Pengampunan Pajak.

Afrika Selatan pernah memberlakukan Tax Amnesty pada 2003. Durasinya adalah 9 bulan, dari 1 Juni 2003- Februari 2004. Tarif tebusan yang diberlakukan 5% untuk repatriasi dan 10% untuk yang bersifat deklarasi. Hasilnya untuk repatriasi adalah 7,8 miliar Euro dan penerimaan pajak 45,4 juta Euro.

Portugal memberlakukan pada Juli 2005 selama enam bulan. Tarif tebusan adalah 5% untuk deklarasi dan 2,5% bila deklarasi ditambah dengan investasi langsung ke program pemerintah. Hasilnya, penerimaan negara bertambah 41 juta Euro.

Argentina menjadi salah satu negara yang gagal dalam pemberlakuan Tax Amnesty. Ini pun sudah dilakukan berulang kali, yaitu pada 1970, 1992, 1997, 2000 dan 2003.

Italia memberlakukan Tax Amnesty pada September 2009 selama 3 bulan. Tarif tebusan yang dikenakan ialah 5% atas total aset dengan fasilitas pengampunan sanksi pajak. Pada tahap ini, pemerintah Italia gagal dan mengurangi pada 1 Januari-30 September 2015. Hasilnya penerimaan negara bertambah 260 juta Euro.

Ketiga, mengelompokkan materi dari RUU dengan tujuan pembahasan tetap terarah. Kelompok pertama mengenai ruang lingkup, kedua tentang tarif dan tebusan, ketiga tentang mekanisme, keempat tentang fasilitas dan kelima tentang skema penampungan repatriasi. "Jadi ada lima kluster, dan kita baru akan mulai membahas pada Senin depan," tegasnya.

Sementara itu, menurut anggota Komisi XI Andreas Eddy Susetyo, pemerintah dan DPR juga membahas masalah keadilan dalam konteks reformasi perpajakan akan menjadi perhatian utama DPR di dalam pembahasan Tax Amnesty. Tiga poin utama terkait Tax Amnesty yang akan dibahas adalah masalah besaran tarif tebusan, repatriasi modal, serta infrastruktur setelah pemberlakuan Tax Amnesty.

"Dalam melakukan pembahasan, kami sangat berhati-hati agar produk hukum yang dihasilkan nanti tidak menimbulkan masalah baru. Kami tidak ingin, justru yang timbul rasa ketidakadilan terhadap Wajib Pajak yang selama ini patuh membayar pajak," pungkas dia.

Pemerintah memang berharap beleid Tax Amnesty ini bisa disahkan DPR. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro beralasan, pemerintah tak ingin keuntungan ekonomi Indonesia dinikmati oleh negara lain.

"Kenapa kita ngotot dengan Tax Amnesty, terus terang kita capek ada beberapa negara yang mengambil keuntungan dari ekonomi Indonesia. Negara itu bisa survive dan jadi besar karena mendapat keuntungan dari ekonomi Indonesia. Kita ingin ada keadilan lah. Karena prinsip pajak adalah pajak dikenakan ketika tempat di mana transaksi itu dilakukan," tegas Bambang.

INCAR DANA Rp1.000 TRILIUN - Pemerintah lewat Tax Amnesty ini memang mengincar masuknya dana yang pulang ke Indonesia (repatriasi) sebesar Rp1.000 triliun. Dana sebesar itu, akan besar pengaruhnya terhadap perekonomian dalam negeri. Sehingga pemerintah harus menyiapkan skema yang benar-benar tepat.

Sementara itu untuk target deklarasi pajak adalah Rp3.000 triliun, baik dari wajib pajak yang berada di dalam dan luar negeri. Dengan rata-rata asumsi tarif tebusan 2% untuk repatriasi dan 4% untuk deklarasi, maka penerimaan negara bisa bertambah Rp180 triliun.

Akan tetapi, pemerintah mengambil langkah konservatif dengan target Rp160 triliun untuk dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2016. Target tersebut memang sebagian kecil dibandingkan dengan total perkiraan pemerintah Rp11.500 triliun. Nominal tersebut tidak hanya berupa dana murni, melainkan juga aset warga negara Indonesia (WNI) yang memang terletak di negara lain.

Bambang Brodjonegoro juga mengatakan, masuknya dana dari Tax Amnesty akan memberi dampak positif terhadap asumsi maro ekonomi untuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017. Asumsi tersebut sudah sekaligus menyertakan dampak dari pemberlakuan pengampunan pajak atau Tax Amnesty pada tahun ini.

Bambang tidak menjelaskan lebih lanjut rincian pengaruh Tax Amnesty terhadap komponen asumsi makro. Akan tetapi ini sudah tergambar pada rentang asumsi yang ditetapkan. "Range saja," tegasnya.

Diketahui, tiga komponen yang terkena dampak Tax Amnesty adalah pertumbuhan ekonomi yang diasumsikan 5,3-5,9%, Inflasi 4±1% dan nilai tukar rupiah Rp13.650-13.900 per dolar AS.

Sebelumnya, dalam perhitungan Bank Indonesia (BI), kebijakan Tax Amnesty akan membawa dana asing kembali ke tanah air. Ini yang memberikan pengaruh terhadap ketiga komponen tersebut.

Dengan perkiraan repatriasi dana sebesar Rp560 triliun, pertumbuhan ekonomi akan bertambah 0,3%, inflasi naik 0,3% dan nilai tukar rupiah akan menguat Rp120/dolar AS.

Untuk masa berlalu, Tax Amnesty akan berlaku mulai 1 Juli 2016 hingga 31 Desember 2016 atau hanya selama enam bulan. Pemberlakuan hanya akan dibagi selama dua periode, yaitu tiga bulan pertama dan kedua. Tarif tebusan juga akan disesuaikan pada waktu pemberlakuan Tax Amnesty.

Wakil Jusuf Kalla optimistis RUU Tax Amnesty dapat disetujui DPR. Sebab lahirnya RUU tersebut disusun untuk kepentingan perekonomian nasional. Lewat Tax Amnesty, negara mendapat pemasukan yang sebelumnya disebut Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mencapai Rp180 triliun.

"Sejak awal memang Tax Amnesty ini didukung oleh Golkar, sebelum Munaslub juga dan partai-partai yang lain karena ini kan untuk kepentingan ekonomi nasional. Yang jadi pembicaraan lebih banyak kepada dia punya detail tarifnya, cara pelaksanaannya. Kalau uang masuk bagaimana penampungannya atau sistemnya. Kalau repatriasi 2%, kalau deklarasi 4%, itu usulan pemerintah tapi kita masih menunggu hasil pembicaraan di DPR," ujar Wapres. (dtc)

BACA JUGA: