JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tampaknya akan kembali "memanjakan" Freeport terkait pemerian kemudahaan untuk melakukan perpanjangan kontrak. Hal itu terlihat dari rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang tengah dibahas pemerintah.

Dalam salah satu klausul di PP tersebut, pemerinta akan memberi kelonggaran dalam negosiasi perpanjangan kontrak. Dalam rencana revisi disebutkan, perusahaan tambang dapat mengajukan permohonan perpanjangan kontrak lima tahun sebelum masa kontrak selesai. Hal ini menjadi indikasi pemerintah akan mempermudah Freeport dalam upaya memperpanjang kontraknya agar tak lagi terikat aturan pembahasan perpanjangan kontrak dua tahun sebelum masa kontrak berakhir.

Jika mengacu aturan itu, Freeport baru bisa mengajukan perpanjangan kontrak pada tahun 2019 karena kontraknya akan berakhir pada 2021. Terkait revisi PP Minerba ini, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, PP Minerba memang akan direvisi dan akan ada beberapa aturan yang akan diganti.

Salah satunya memang soal pembahasan perpanjangan kontrak pertambangan yang diusulkan tidak lagi dibatasi dua tahun sebelum kontrak berakhir. "Jadi kita sepakat bisa dibahas lima tahun sebelum kontrak habis," kata Jonan di Gedung Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (22/12).

Selain soal penambahan masa rentang pengajuan perpanjangan kontrak, Jonan menyebutkan, PP Minerba juga akan memberikan kelonggaran perusahaan pertambangan untuk mengekspor konsentrat dengan cara mengubah status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Dengan demikian, kata Jonan, perusahaan tambang yang akan memperpanjang kontraknya langsung diubah menjadi IUPK. "Kalau mau ekspor, tetapi tidak melakukan pemurnian harus berubah jadi IUPK, karena di UU Minerbanya tersebut yang IUPK, tidak ada batas waktu, namun yang KK wajib," ujarnya.

Namun, kata dia, bila perusahaan tambang mau mengekspor hasil permunian, maka mereka bisa diperbolehkan untuk tetap berstatus KK. "Jadi jika mereka maunya ekspor hasil permunian dia tetap di KK," jelas Jonan.

Sementara ini, kata Jonan, pemerintah masih melakukan pembahasan mengenai hal tersebut sebelum dibawa dan ditandatangani Presiden Jokowi. Diharapkan dua beleid tersebut akan selesai pada tahun depan.

Terkait tudingan perubahan ini hanya untuk "memanjakan" Freeport, Jonan menegaskan, perubahan itu bukan hanya diberlakukan untuk Freepport saja, tetapi semua perusahaan tambang di Indonesia. "Jadi PP ini berlaku untuk semua perusahaan tambang dan bukan hanya Freeport. Jadi tidak ada PP dibuat untuk satu perusahaan, sekarang dibahas, dan semoga cepat selesai tahun depan," tegasnya.

Terkait perubahan ini, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menegaskan, terkait kelonggaran atau relaksasi atas ekspor mineral mentah, pemerintah tetap memberlakukan syarat ketat. Darmin menegaskan, meski nantinya perusahaan yang mau mengekspor konsentrat mengubah kontraknya menjadi IUPK, namun kewajiban membangun smelter tetap berlaku.

"Kalau jalan keluar yang mungkin ada adalah dengan kalau mereka mau kontraknya diubah menjadi IUPK. Tapi kemudian, mereka harus membuat komitmen bahwa smelter akan dibangun dalam lima tahun ini, setiap tahun harus ada progres yang harus dicapai," ungkap Darmin Nasution di kantornya, Jakarta, Kamis (22/12).

Darmin memastikan, pemerintah akan menindak tegas bagi perusahaan yang tetap melakukan ekspor tanpa harus membangun smelter. "Ada komitmen tertulis bahwa dia akan mematuhi, berapa persen per tahunnya itu ada di Permen ESDM. Tapi setiap tahun ada sampai tahun ke-5 harus 100%. Kalau enggak, tahun pertama pun akan ada sanksinya," pungkasnya.

Di samping itu juga dimungkinkan adanya kenaikan bea keluar. Besaran tarif tengah didiskusikan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). "Kelihatannya begitu. Tapi itu Menkeu dan Menteri ESDM lah," tegas Darmin.

TABRAK UU - Terkait rencana pemerintah ini, pengamat ekonomi dan energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmi Radhi mengaku setuju dengan rencana perubahan masa pengajuan perpanjangan kontrak dari dua tahun sebelum masa kontrak berakhir menjadi lima tahun. Menurutnya, perpanjangan ini bisa lebih memberikan kepastian hukum.

"Justru ini lebih memberikan kepastian kepada investor dalam perpanjangan kontrak," kata Fahmi kepada gresnews.com, Kamis (22/12).

Namun dia menolak, rencana diperbolehkannya perusahaan pertambangan mengekspor konsentrat dengan cara mengubah status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) apapun bentuk alasannya. Itu, kata dia, jelas menabrak aturan undang-undang.

"Ekspor konsentrat melanggar UU 4/2009, termasuk dengan mengubah KK menjadi IUPK," jelasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Energi Wacth Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahean mengatakan, pemerintah tidak boleh seenaknya dapat memperpanjang masa pengajuan perpanjangan kontrak perusahaan tambang menjadi lima tahun sebelum berakhir masa kontrak selesai. Ferdinand menegaskan, dalam mengurus negara, semua ada aturan yang harus diikuti dalam mengambil kebijakan.

"Tidak boleh atas alasan apapun, pemerintah bisa seenaknya dan menabraki UU yang berlaku," kata Ferdinand kepada gresnews.com, Kamis (22/12).

Ferdinand mengatakan, Kontrak Karya (KK), tetap harus dievaluasi tapi tidak boleh diperpanjang dengan alasan apapun sebelum dua tahun kontrak akan berakhir. Menurutnya, bila  pemerintah ingin mengubah masa pengajuan perpanjangan kontrak menjadi 5 tahun sebelum kontrak berakhir, itu namanya pemerintah secara sadar menabrak UU dan penerintah harus dihukum atas pelanggaran UU.

"Kalau mau mengubah waktu, ubah dan revisi dulu UU dan PP-nya. Jangan seenak pemerintah," jelasnya.

Terkait izin ekspor konsentrat, kata dia, hal itu juga merupakan pelanggaran. Izin ekspor hanya diberikan kepada mineral yang sudah melalui proses pemurnian di smelter. "Itu ketentuan yang diatur UU. Jadi bukan dengan perubahan KK ke IUP kemudian izin ekspor diberikan. Itu tidak boleh karena UU mengatur harus melalui proses smelter bukan karena perubahan izin atau kontrak," tegas Ferdinand. (dtc)

BACA JUGA: