JAKARTA,GRESNEWS.COM - Upaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengusulkan penambahan anggaran operasional dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 mendapat sorotan. Dikhawatirkan, penambahan dana tersebut tidak mampu meningkatkan kinerja pemerintah dalam memenuhi kebutuhan nelayan.

Namun, sebaliknya, KKP justru tetap optimis dengan adanya suntikan dana segar. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meyakini penambahan anggaran pada kementeriannya bakal mendorong kinerja jajaran KKP mendongkrak produktifitas kinerja operasional bidang-bidang strategis di sektor kelautan dan perikanan.

Susi mengaku bakal meminta jatah dana kementerian naik sebesar 200 persen dibandingkan tahun 2015. Artinya, anggaran KKP tahun ini berjumlah sekitar Rp10 triliun akan naik signifikan mencapai Rp 30 triliun.

Bahkan, Susi pun dikabarkan telah mematok jumlah 20 persen untuk dialirkan ke sektor pengadaan kapal baru nelayan guna mendorong revitalisasi armada angkut. "Rencananya, kami akan pakai total Rp 6 triliun dari APBN 2016 untuk pembelian kapal. Nantinya, Rp 4 triliun akan dialokasikan untuk belanja kapal angkut nelayan," sebut Susi dalam konferensi pers di Gedung Mina Bahari I KKP, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Susi getol meminta persetujuan Presiden Joko Widodo terkait penambahan anggaran dengan dalih mengejar ketertinggalan pembangunan di sektor kelautan dan perikanan. Ia mengatakan, permohonan anggaran tersebut telah dibahas dengan presiden dalam pertemuan bersama beberapa menteri ekonomi dalam agenda pembahasan program prioritas yang akan dijalankan di tahun 2016 beberapa waktu lalu.

PENYERAPAN MINIM - Dibalik pengajuan tambahan anggaran itu, KKP masih dihadapkan pada kritikan soal efisiensi penggunaan APBN Kementerian. Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim menilai setiap penambahan anggaran KKP dalam lima tahun terakhir kerap tidak digunakan secara optimal misalnya dari segi penyerapan anggaran. Kritikan itu dialamatkan pada pemerintahan KKP sebelumnya.

Dibawah pimpinan Susi, Abdul menilai KKP perlu agresif meningkatkan penggunaan anggaran untuk nelayan. Sebab, APBN yang dikantongi KKP sebesar Rp 10 triliun pada tahun anggaran berjalan saat ini, belum secara leluasa dialirkan kepada nelayan.

"Penyerapan anggaran KKP masih minim yaitu sekitar 9,4 persen pada semester pertama tahun ini," kata Abdul dihubungi gresnews.com, Minggu (2/8).

Abdul menjelaskan, minimnya penyerapan KKP disebabkan oleh aspek pengalokasian anggaran dan program. Menurutnya, program KKP saat ini belum menyasar bidang-bidang strategis seperti  pada pelestarian ekosistem pesisir, nelayan dan budiaya.

"KKP hanya fokus pada penanganan Illegal Unreported and Unregulated Fishing (IUUF) atau pada hilirnya saja, namun tidak pada sektor hulu," kata Abdul.

Untuk itu, Abdul mendesak perlu adanya susunan program yang lebih berpihak pada nelayan skala kecil, ekosistem pesisir dan budidaya. Ia mencontohkan, sektor-sektor strategis yang patut mendapat perhatian pemerintah diantaranya,  pengembangan budidaya, fasilitas cold storage atau pengawet hasil tangkapan, hingga pemenuhan akses permodalan.

Berdasarkan pengamatan KIARA, industri budidaya ditenggarai sebagai salah satu sektor yang belum digarap secara serius. Persoalan yang kerap membelit pembudiya adalah terkait pemenuhan kebutuhan pakan. Akibatnya, 90 persen pakan nasional masih bergantung pada produk impor.

"Sementara jumlah perikanan produksi budiaya meningkat. Pertumbuhan dan kebutuhan pasti semakin tinggi," ucap Abdul.

Selain itu, terkait pengembangan nelayan skala kecil, Abdul pun meminta keterangan pasti soal kebijakan bantuan kapal nelayan. Hal itu menyusul adanya wacana penambahan 20 persen APBN KKP 2016 untuk pembelian kapal.

Abdul menambahkan, dibalik persoalan yang ada, KKP perlu segera meluruskan agenda prioritas. Apalagi, ada wacana penambahan anggaran tahun mendatang. Ia khawatir, jika tidak ada keberpihakan pemerintah, maka dipastikan anggaran sulit terserap dengan baik.

Untuk itu, skema bantuan kapal nelayan kedepan sebaiknya terorganisir dan terintegrasi secara baik. Mulai dari manajemen penentuan bantuan hingga jaminan pengawasan pemerintah. "Dikhawatirkan, bantuan justru menguntungkan juragan atau pengusaha kapal," tegasnya.

POTENSI PENYELEWENGAN - Dirjen Perikanan Tangkap KKP Gellwynn Jusuf mengakui, alokasi bantuan kapal atau program Inka Mina kepada nelayan beberapa tahun lalu memiliki banyak masalah. Sejak diberlakukan pada tahun 2010, dari total kurang lebih seribu kapal yang dihibahkan pemerintah, hanya 197 unit kapal yang berhasil digunakan.

Sesuai laporan KKP, menjelang akhir tahun 2014 lalu, terdapat 901 unit kapal Inka Mina yang kondisinya terbengkalai di pelabuhan perikanan daerah. Menyadari persoalan itu, Gellwynn mengatakan, perlu mencari alternatif bantuan yang lebih efisien dan tepat sasaran.
 
"Proyek bantuan kapal nelayan ini masih terus dibahas dengan pemerintah daerah," katanya.

Wakil Sekjen KIARA  Iin Rohimin menambahkan, langkah pemenuhan kebutuhan sektor perikanan nelayan tradisional merupakan suatu kebijakan yang tepat.

Namun, Iin menekankan, pemberian kapal kali ini jangan sampai berantakan seperti program seribu kapal (Inka Mina) sebelumnya. Peliknya skema bantuan kapal kepada nelayan selama ini menimbulkan kecurigaan terkait permainan sejumlah oknum. Sebab, program bantuan kapal dengan harganya fantastis yang pernah diadakan pemerintah beberapa waktu lalu terbukti gagal dan ditolak nelayan.

"Program bantuan itu sebenarnya milik perusahaan tertentu. Mereka yang diuntungkan dibalik pengadaan kapal tersebut," ujar Iin kepada gresnews.com.

Dalam keterangannya, Iin enggan berkomentar lebih jauh dibalik permainan pengadaan bantuan kapal. Namun, persoalan pengadaan kapal itu disinyalir sebagai penghambat utama bagi mata pencaharian dan eksistensi nelayan.

"Nelayan tradisional tidak berkembang karena minimnya SDM dan sarana penangkapan ikan," jelasnya.

Solusi terkait masalah itu, kata Iin, sebaiknya pemerintah memfasilitasi sistem perbankan nelayan tradisonal. Dimana, upaya ini diyakini lebih bermanfaat karena dikelola langsung secara mandiri oleh pihak bersangkutan. Melalui integrasi sistem perbankan tersebut, nelayan akan semakin mudah mengakses pinjaman modal usaha dalam mendukung produksi perikanan.

BACA JUGA: