JAKARTA, GRESNEWS.COM - Niat Pemerintah Joko Widodo untuk membangun kilang Bahan Bakar Minyak tak lagi bisa dibendung. Bahkan untuk mengawal pelaksanaan pembangunan kilang bakal ada Peraturan Presiden ( perpres) tentang pembangunan Kilang Minyak yang bakal terbit dalam satu sampai tiga sampai minggu ke depan.

Para investor tentu tengah menanti apa saja yang bakal dikeluarkan dalam perpres tersebut. Banyak hal yang diatur dalam perpres tentu saja terkait pembangunan kilang. Dari soal lokasi pembangunan, tata cara kerjasama pembangunan kilang hingga masalah insentif bagi investasi kilang.

Anggota DPR dari Komisi VII Kurtubi mengatakan saat ini Indonesia sangat membutuhkan kilang-kilang minyak baru untuk dapat memenuhi kebutuhan BBM di dalam negeri. Sebab dari kilang yang dioperasikan PT Pertamina hanya menghasilkan tak lebih dari 1 juta barel per hari. Sementara kebutuhan BBM dalam negeri sudah mencapai lebih dari 1,6 juta barel per hari.

"Indonesia juga butuh kilang-kilang minyak baru agar tidak lagi terjebak oleh permainan mafia di Singapura yang selama mengimpor BBM," kata Kurtubi kepada gresnews.com, Senin (30/11).

Pemerintah saat ini tengah merencanakan pembangunan empat kilang minyak berkapasitas total 668.000 barel per hari. Nilai perkiraan investasi empat kilang tersebut mencapai US$ 23,6 miliar.

Dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, keempat kilang pengolahan minyak mentah menjadi BBM tersebut masing-masing berlokasi di Medan, Sumut; Bontang, Kalimantan Timur; Cilacap, Jawa Tengah; dan Tuban, Jawa Timur.

Kilang di Medan berkapasitas pengolahan 6.000 barel minyak mentah per hari dengan operator PT Indo Kilang Prima dengan investasi sekitar US$ 200 juta menggunakan sumber pasokan minyak mentah (crude) berasal dari domestik. Sesuai rencana, tahap konstruksi (engineering, procurement, and construction/EPC) dan produksi kilang di Medan itu dilakukan pada periode 2016-2020.

Selanjutnya, kilang di Bontang direncanakan berkapasitas pengolahan 300.000 barel per hari dengan operator PT Pertamina (Persero). Perkiraan nilai investasi kilang Bontang yang "crude"-nya bersumber dari impor tersebut adalah US$ 10 miliar. Pada periode 2016-2020, kilang Bontang dijadwalkan memasuki tahap EPC dan kurun 2021-2025 dilanjut EPC sekaligus produksi.

Lalu, kilang di Cilacap dengan kapasitas pengolahan 62.000 barel per hari dibangun Pertamina. Nilai investasi kilang Cilacap diperkirakan US$ 1,4 miliar dengan sumber "crude" dari impor. Kilang Cilacap ditargetkan memasuki tahap produksi pada kurun 2016-2020.

Terakhir, kilang di Tuban berkapasitas 300.000 barel per hari dengan perkiraan investasi US$ 12 miliar. Kilang Tuban yang dibangun konsorsium Pertamina dan Saudi Aramco itu ditargetkan memasuki tahap EPC pada periode 2016-2020 dan dilanjut EPC serta produksi pada kurun 2021-2025.

Setelah keempat kilang itu beroperasi, kapasitas kilang minyak di Indonesia pada 2025 akan meningkat menjadi 1,837 juta barel per hari. Saat ini, Indonesia memiliki sembilan kilang pengolahan minyak yang beroperasi dengan total kapasitas 1,169 juta barel per hari.

LOKASI TAK PAS - Namun, Kurtubi menyebutkan Pepres kilang minyak tersebut tidak mempertimbangkan aspek keamanan nasional dan aspek efesiensi biaya distribusi BBM, serta aspek ketimpangan pembangunan. " Saya khawatir, konseptor Perpres tersebut disusupi oleh kepentingan-kepentingan pribadi yang sempit," ungkap politisi NasDem ini.

Kurtubi mempertanyakan mengapa kilang baru dipaksakan dibangun di Bontang Kaltim. Padahal di daerah ini sudah ada Kilang BBM sejak jaman Belanda, sudah ada kilang LNG dan ada Kilang Petrokimia serta ada pabrik pupuk. "Kalau terjadi perang dengan negara lain, ekonomi Indonesia gampang dihancurkan," jelasnya.

Perpres ini juga tak menghitung soal aspek distribusi BBM. Bila hasil minyak Kilang Bontang didistribusikan ke Bali, NTB, NTT dan Maluku tentu tak effisien karena jaraknya sangat jauh dari Kaltim. Ditambah lagi minyak mentah yang akan diolah berasal dari minyak mentah impor.

"Jauh lebih efisien dan aman serta bisa memperkecil kesenjangan apabila kilang baru dibangun di Pulau Lombok. Kesimpulannya Perpres tersebut perlu disempurnakan," ujarnya.

EMPAT SKEMA PERPRES - Seperti diketahui sebelumnya, perpres tersebut sudah difinalisasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, perpres tersebut akan memuat empat skema.

Pertama, pembangunan kilang minyak menjadi wewenang PT Pertamina (Persero). Kedua, kerja sama antara pemerintah dan swasta. Ketiga, dibiayai APBN. Keempat, hanya oleh badan usaha atau swasta murni.

Dia menegaskan, pembangunan kilang menjadi sesuatu yang penting, mengingat adanya gap antara kebutuhan minyak dan produksi.

"Mau tidak mau harus bangun kilang. Semakin hari, gap antara kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dan produksi atau pengolahan semakin besar," ujar Sudirman di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (26/11).

Sudirman menjelaskan, jika ditugaskan membangun kilang maka Pertamina bisa bekerja sama dengan perusahaan swasta, baik dari dalam maupun luar negeri. "Kami berharap begitu masuk proyek kilang, masuk pula ke hilir petrokimia, sehingga ketergantungan kita terhadap impor petrokimia dapat teratasi," tutur dia.

Pemerintah, kata Sudirman, sudah menyiapkan insentif bagi investasi kilang, termasuk di antaranya insentif fiskal berupa pembebasan pajak untuk jangka waktu tertentu (tax holiday), keringanan tarif pajak (tax allowance), dan pemberian hak guna usaha (HGU) hingga 30 tahun.

"Kementerian Keuangan berwenang menentukan berapa lama insetif pajak diberikan berdasarkan nilai strategis proyek bersangkutan. Sedangkan kami (Kementerian ESDM) memiliki kewenangan untuk memutuskan lahan mana yang akan digunakan," paparnya.

Selain itu, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja mengatakan pemerintah akan segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait mempercepat pembangunan Kilang.

"Kami akan segera terbitkan Perpres, diharapkan 10 tahun kedepan, empat kilang akan menghasilkan 300.000 barel perhari," ujar Wiratmaja, dalam acara morning brefing bersama media, di kantor Ditjen Ketenagalistrikan, Jakarta, Senin (7/9).

Wiratmaja menjelaskan dari empat opsi dalam perpres pembahasan yang sudah mengerucut adalah kilang yang dibangun oleh badan usaha dan kilang yang dibangun oleh pemerintah dengan badan usaha. "Banyak badan usaha yang sudah tertarik," ujar Wiratmaja.

Wiratmaja mengharapkan dengan diterbitkannya Perpres ini akan menaikkan cadangan migas nasional serta teknologi nasional. Menurut Wiratmaja nantinya juga akan ada nilai tambah pada pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja.

Ketika ditanya mengapa pilihan mengerucut kepada pembangunan badan usaha atau kerja sama dengan pemerintah, melainkan tidak menggunakan dana APBN dalam pembangunan kilang, Wiratmaja menjelaskan bahwa APBN nantinya akan digunakan untuk infrastruktur. (Agus Irawan)

 

BACA JUGA: