JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah disarankan memberikan insentif untuk mendorong minat investor melakukan eksplorasi cadangan minyak dan gas bumi (migas) di tengah lesunya harga minyak dunia. Insentif yang bisa ditawarkan pemerintah adalah dengan pengurangan porsi negara dalam kontrak bagi hasil produksi (production sharing contract/PSC) migas. Sebab jatah negara saat ini terbilang besar. Apabila porsi negara diturunkan, hal itu bisa menjadi insentif bagi Kontraktor kontrak Kerjasama (KKKS) untuk berinvestasi di tengah harga minyak dunia yang rendah saat ini.

Manager of Upstream Oil and Gas Woof Mack Mackenzie Adrew Harwood mengatakan, saat pemerintah membutuhkan  investor untuk menggarap sektor hulu migas. Terutama untuk wilayah Indonesia Timur yang belum banyak dieksplorasi.

"Di Indonesia Timur masih banyak potensi yang perlu diuji coba. Namun kalau perusahaan besar migas tidak minat,  siapa lagi yang mau menggarap wilayah Timur? Salah satu insentif yang bisa diberikan adalah dengan mempertimbangkan porsi KKKS, sebab dana yang harus dikeluarkan juga banyak," kata Harwood di Jakarta, Selasa (10/5).

Dia mengungkapkan, jatah bagian negara dalam kontrak PSC di Indonesia saat ini rata-rata mencapai 81 persen. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan rata-rata bagian pemerintah negara-negara Asia Pasifik yang sebesar 70 persen. Angka tersebut juga masih lebih besar dibandingkan dengan rata-rata negara di dunia yang menggunakan sistem PSC dengan besaran 62 persen.

Harwood menegaskan, dengan pemberian insentif itu kegiatan eksplorasi di Indonesia akan bisa bertahan di tengah penerimaan KKKS yang berkurang sebagai imbas pelemahan harga minyak dunia. Eksplorasi bagi Indonesia dianggap sangat penting, sebab Indonesia butuh cadangan migas lebih banyak ke depan.

Jika tidak ada eksplorasi maka tidak ada cadangan baru mengingat Indonesia telah kekurangan 50 persen cadangan terbukti dalam beberapa tahun terakhir. "Apabila dibanding dengan Malaysia dan Australia, eksplorasi Indonesia lebih mengecewakan dalam lima tahun terakhir," jelasnya.

Dalam catatan Harwood, sepanjang tahun ini untuk nilai investasi di sektor hulu migas diperkirakan mencapai US$7 miliar (Rp92,9 triliun). Tetapi sebagian besar investasi itu ditanamkan di lapangan-lapangan yang telah berproduksi,  serta lapangan yang sudah melewati puncak produksi. Hal ini berbeda dengan tren di negara-negara penghasil migas lainnya. Mereka telah mulai memfokuskan investasi di lapangan-lapangan non-mature.

Oleh kerena itu, menurutnya, angka investasi kecil itu sangat disayangkan jika dialokasikan untuk lapangan yang telah tua. Untuk itu dibutuhkan insentif agar KKKS mau menggarap lapangan-lapangan baru dan mau melakukan eksplorasi. "Mengubah rezim fiskal supaya menarik itu sangat penting," pungkasnya.

PEMERINTAH HARUS TAWARKAN INSENTIF - Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya W Yudha mengatakan DPR akan mendorong pemerintah agar mengeluarkan berbagai insentif untuk menarik investor untuk berinvestasi di ladang minyak baru.

"Ya, seperti pengurangan pajak, posisi split mengikuti tren harga minyak dunia (sliding scale), guna menarik dana investor di sektor migas," kata Satya kepada gresnews.com, Selasa (10/5) malam.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Energi Wacth Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean mengatakan, memang menjadi dilema berat bagi Indonesia saat ini ketika harga minyak dunia masih berada di kisaran harga yang kurang menarik untuk pengembangan lapangan baru. "Terlebih lagi, sumur minyak baru cenderung cadangannya tidak besar, dengan perkiraan produksi setiap hari yang kecil tentu membuat cost production-nya tinggi sehingga mengurangi minat para investor," kata Ferdinand, Selasa (10/5) malam.

Selain itu, para investor juga sedang menahan diri untuk berinvestasi di tengah upaya efisiensi perusahaan. Data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas), saat ini Indonesia mempunyai 228 wilayah kerja (WK) eksplorasi yang tersebar di seluruh Indonesia.

Dalam Rencana Kerja dan Anggaran (Work Program and Budget /WP&B) SKK Migas tahun 2016, tercatat rencana  eksplorasi migas tahun ini terdiri dari pengeboran 151 sumur eksplorasi. Selain itu, rencana seismik 2D sepanjang 11.126 kilometer dan seismik 3D seluas 5.361 kilometer persegi sebagai bagian dari eksplorasi. Angka ini optimistis bisa dicapai dibandingkan tahun sebelumnya dimana dari rencana pengeboran 157 sumur yang terealisasi hanya 55 sumur.


LELANG WILAYAH KERJA SEPI PEMINAT - Sejauh ini pemerintah telah mengumumkan lelang terhadap delapan wilayah kerja minyak dan gas bumi (WK Migas). Namun lelang tersebut sepertinya masih sepi dari peminat.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM) mengakui  anjloknya harga minyak dunia menjadi penyebab penurunan minat investor untuk mengikuti lelang tersebut. Kondisi harga minyak dunia menjadi faktor utama dan insentif menjadi kebijakan utama yang bisa dipilih, tetapi pembenahan birokrasi perizinan WK Migas juga perlu diupayakan oleh pemerintah.

"Kondisi harga minyak yang begitu rendah membuat  para kontraktor  berhitung, sehingga lelang sepi. Mereka lebih berkonsentrasi menyelesaikan kontrak yang ada," ungkap Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian ESDM, Agus Cahyono, Jumat (6/5) lalu.

Agus mengakui saat ini pemerintah memang tengah menggodok  beberapa insentif untuk KKKS untuk mendorong minat investasi di sektor hulu migas. "Harga sudah berlahan naik lagi dan pemerintah berkomitmen memberikan insentif untuk naikkan investasi," paparnya.

BACA JUGA: