JAKARTA, GRESNEWS.COM - Ekonom senior, Dr. Rizal Ramli, memperkirakan, pertumbuhan ekonomi RI pada 2015 melambat kurang dari 5 persen. Bahkan, jika Bank Indonesia (BI) terus memperketat moneter, maka pertumbuhan ekonomi hanya akan berkisar di angka 4-4,5 persen.

"Pak (presiden) Jokowi masih pidato di mana-mana ekonomi akan tumbuh 7 persen. Tidak tahu siapa penasihat ekonominya. Padahal penjualan retail telah anjlok 20-30 persen," kata Rizal dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Kamis (12/2).

Mantan menteri perekonomian ini menilai, langkah yang dilakukan BI agar nilai tukar rupiah tidak anjlok hingga di atas Rp14.000 per dolar AS dengan cara memperketat moneter adalah hal yang keliru. Justru, menurut DR. Rizal Ramli, pengetatan itu akan semakin memperlambat pertumbuhan ekonomi 2015.

"Kebijakan moneter super ketat BI tahun 1997 dan 1998, atas saran IMF, justru membuat ekonomi RI rontok dari 6 persen menjadi -12,8 persen. Yunani ikut saran ala IMF itu, setelah 3 tahun, Yunani malah semakin rontok," tutur anggota Tim Panel PBB ini mengingatkan.

Inflasi sudah lebih rendah, imbuhnya lagi,  sebetulnya BI masih punya ruang untuk menurunkan suku bunga dan melonggarkan moneter. "Kecuali, BI monetarist konservatif," ujarnya.

Dengan pertumbuhan ekonomi 4-4,5 persen, sulit untuk mengurangi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja tahun 2015. Sehingga Rizal menyarankan perluanya terobosan-terobosan untuk membalikkan keadaan.

Inflasi di pedesaan, lanjutnya lagi, dua kali inflasi diperkotaan, salah satu penyebab kemiskinan yang tinggi. Perbedaan inflasi tinggi tersebut harus dikurangi agar kemiskinan berkurang.

"Secara prinsip, saya tidak setuju program bagi-bagi uang. Kecuali untuk yang cacat. Lebih baik program kerja yang dibayar, bangun jalan desa, irigasi tertier dll. Inflasi makanan masih tinggi karena nilai rupiah anjlok dan tata niaga masih sistem quota dan kartel. Jokowi mesti berani sikat sistim quota mafia impor pangan," tegas Rizal Ramli.

BACA JUGA: