JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kilang VI Balongan, Indramayu, Jawa Barat dalam kondisi kekurangan bahan baku,  menyusul semakin menipisnya pasokan minyak mentah (crude oil) dari lapangan domestik. Saat ini kilang tersebut tengah mencari pasokan minyak mentah dari luar negeri. Padahal Kilang Balongan adalah tumpuan pasokan kebutuhan bahan bakar di kawasan ring satu, seperti Jabotabek dan sekitarnya.

Unit Pengolahan (UP) VI Balongan dikenal dengan sebutan Refinery Unit (RU) VI Balongan adalah kilang keenam dari tujuh kilang yang dimiliki PT Pertamina (Persero). Berlokasi di Desa Sukareja, Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat atau sekitar 200 km arah timur Ibu Kota DKI Jakarta. RU VI Balongan mulai beroperasi sejak tahun 1994 dengan wilayah operasi di Balongan, Mundu dan Salamdarma.

Kebutuhan bahan baku yang diolah RU VI Balongan adalah pasokan minyak mentah yang berasal dari sumur minyak di Duri Riau (80% feed) dan Minas Dumai (20% feed). Serta bahan baku berupa gas alam yang diperoleh dari lapangan gas Jatibarang sebesar 18 Milion Metric Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD).

Diketahui RU VI Balongan adalah kilang yang didesain untuk mengolah bahan baku crude oil yang bersumber dari sumur domestik, tidak untuk crude oil yang berasal dari luar negeri. Namun saat ini, Pertamina RU VI Balongan kesulitan memenuhi pasokan dari dalam negeri. Untuk itu Pertamina sedang berusaha mencari sumber crude oil dari luar negeri, sebagai substitusi untuk menutupi kekurangan pasokan bahan baku crude oil dari lapangan minyak Duri yang semakin menurun produksinya.

Kegiatan bisnis utama dari RU VI Balongan diprioritaskan pada pengolahan minyak mentah menjadi produk-produk Bahan Bakar Minyak (BBM), Bahan Bakar Khusus (BBK), Produk Non BBM dan Petrokimia. Dari hasil pengolahan bahan baku tersebut, RU VI Balongan mampu menghasilkan produk antara lain gasoline, kerosene, industrial diesel fuel, propylene, LPG, decant oil, dan fuel oil.

"Mulai dari perencanaan, produksi hingga distribusi secara aman, handal, efisien, dan berwawasan lingkungan," ujar General Manager RU VI Balongan, Afdal Martha, Rabu (10/5) seperti dikutip esdm.go.id.

RU VI Balongan diandalkan untuk memenuhi pasokan BBM di wilayah ring satu, DKI Jakarta, Banten, sebagian Jawa Barat dan sekitarnya, yang diketahui merupakan sentra bisnis dan pemerintahan. Sehingga mempunyai nilai strategis dalam menjaga stabilitas dan ketahanan energi.

Sejak awal Kilang Balongan memang didesain untuk memasok BBM ke wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Hingga kini RU VI Balongan menjadi tumpuan dalam menjaga stabilitas ketersediaan pasokan BBM di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Dahulu kebutuhan BBM DKI dipasok dari kilang Plaju. Namun karena alasan lokasi kilang Plaju yang jauh dan harus diangkut menggunakan kapal dan menghadapi banyak hambatan. Sekarang dengan adanya kilang balongan, pasokan BBM bisa dialirkan melalui pipa ke DKI.

Dengan statusnya sebagai penopang kebutuhan BBM di wilayah ring satu Indonesia, RU VI Balongan menyandang predikat sebagai Objek Vital Nasional. "RU VI Balongan ini sudah ditetapkan sebagai Objek Vital Nasional," ungkap Afdal.

Kilang VI Balongan yang diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 1995 ini Kapasitas produksi mencapai sebesar 125.000 barel per hari (bph). Selain memproduksi BBM, RU VI Balongan juga menghasilkan high valuable product antara lain kerosene, industrial diesel fuel, propylene, LPG, dan decant oil. Produksi terbaru dari PT Pertamina RU VI Balongan adalah avtur yang dikirim ke Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Husein Sastranegara Bandung.

"Visi kami di Pertamina RU VI Balongan ini adalah untuk menjadikan Kilang Balongan menjadi kilang terunggul di Asia Pasifik pada tahun 2025," tutur Afdal.

KILANG MODERN - Refinery Unit (RU) VI Balongan mulai dioperasikan sejak Agustus tahun 1994 atau telah berusia 23 tahun.  Kegiatan bisnis utama kilang ini adalah mengolah minyak mentah (crude oil) menjadi produk-produk Bahan Bakar Minyak (BBM), Bahan Bakar Khusus (BBK), Non BBM dan Petrokimia.

Kilang ini tergolong unggul karena memiliki Unit Produksi Residu Catalytic Cracking (RCC), Kilang Langit Biru Balongan (KLBB) dan RCC Off Gas to Propylene Plant (ROPP). Unit RCC merupakan instalasi awal di RU VI Balongan, dengan kapasitas 83 barrel stream per day (bspd) didesain untuk mengolah residu menjadi produk dengan nilai ekonomi tinggi,  seperti LPG, Propylene, Polygasoline (mogas dengan RON 98), Naptha (RON 92), Light Sycle Oil (LCO) dan Decant Oil (DCO).

Pada 2005 kilang ini mengalami pengembangan dengan dibangunnya unit kilang KLBB guna memenuhi ketentuan bahan bakar yang ramah lingkungan dan bebas timbal. KLBB mengolah Low Octane Mogas Component (LOMC) dari kilang lain (yang semula harus ditambahkan Timbal/TEL untuk memenuhi spesifikasi produk Premium) menjadi produk High Octane Mogas Component (HOMC) untuk dikirimkan ke kilang lain sebagai komponen bensin pengganti TEL.

Sedang pada 2013 RU VI Balongan juga mulai mengoperasikan kilang RCC Off Gas to Propylene Plant (ROPP). Unit ROPP di Kilang Balongan adalah unit penghasil propylene dari recovery off gas di Indonesia. Setelah kilang ROPP beroperasi, off gas (gas yang tidak bernilai ekonomis dan dibuang) diolah menjadi produk propylene sehingga mengurangi emisi sebesar 84.900 ton CO2 eq per tahun.

Di akui kilang Balongan adalah satu satunya kilang yang memiliki tiga teknologi yang  mampu mengolah residu menjadi produk bernilai jual tinggi.  Selain bernilai ekonomi tinggi,  Kilang Balongan juga mampu menghasilkan produk yang berwawasan lingkungan.

"Inti bisnis Kilang Balongan adalah unit RCC, lainnnya adalah pendukung.Yang mengolah ampas dari residu menjadi produk yang separuhnya adalah HOMC," ujar Lead of Process Engineering RU VI Balongan, Sumarno, saat paparan di hadapan Tim Kementerian ESDM, Rabu (10/5) seperti dikutip esdm.go.id.

Menurut Sumarno tidak ada bahan yang terbuang dikilang ini, karena semua dapat dimanfaatkan.Dengan tehnologi RCC ampas bisa dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai tinggi. Mulai dari propylene, LPG, Pertamax, itu hampir separuhnya menjadi produk gasoline dengan nilai oktan tinggi, lebih tinggi dari Pertamax 92.

"Oleh karenanya Kilang Balongan ini lebih senang dikasi minyak-minyak berat." tambahnya.

Minyak berat yang dimaksud Sumarno, adalah minyak mentah (crude oil) dengan nilai berat jenis atau fraksi yang tinggi, untuk residu berat jenisnya mencapai sekitar 0,9. Residu ini yang kemudian diolah menjadi high valuable product.

Minyak berat ini jika dijual sebagai crude oil saja harganya murah, selisih biaya yang dihasilkan dalam satu barrel minyak mentah dengan harga jual minyak tersebut tipis. Namun dengan teknologi RCC di Kilang Balongan, minyak mentah kategori berat itu dapat diolah menjadi suatu produk yang memiliki nilai jual tinggi antara lain gasoline, kerosene, industrial diesel fuel, propylene, decant oil, dan fuel oil.

"Kilang Balongan ini memang bukan yang terbesar yang dimiliki Pertamina tetapi menjadi yang paling modern," kata General Manager RU VI Balongan, Afdal Martha di kesempatan yang sama.

BACA JUGA: