JAKARTA, GRESNEWS.COM - Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi menyatakan mengapresiasi atas masuknya poin pengembangan listrik tenaga nuklir dalam kesimpulan Rapat Kerja Komisi VII dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Dengan masuknya poin tersebut dalam kesimpulan akan ada upaya lebih lanjut dan serius pemerintah untuk mengembangkan program tersebut, termasuk menyiapkan regulasi pendukungnya.  
 
Menurut Kurtubi lebih 50 tahun yang lalu, Proklamator Bung Karno sudah meminta agar Indonesia bisa memanfaatkan tenaga nuklir. "Saat ini listrik kita sangat kurang, sering terjadi pemadaman, investasi terhambat," ungkapnya dalam rilisnya (Jumat, 5/2).

Politisi NasDem ini menegaskan, ketersediaan listrik bagi seluruh warga adalah mutlak adanya, terutama bagi mereka yang ada di pelosok. Selain itu, ketersediaan listrik berpengaruh secara signifikan dalam konteks pengembangan ekonomi nasional.

Bagi Kurtubi, proyek 35 ribu MW yang mulai dikerjakan oleh pemerintah saat ini, tetap tidak akan menutup kebutuhan listrik nasional. Oleh karena itu pemanfaatan nuklir menjadi opsi yang harus diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh pemerintah. Apalagi, sejumlah negara di ASEAN  tengah memulai proyek pembangunan PLTN.

Saat ini PLTN sedang dibangun di 69 negara termasuk Vietnam dan menyusul Malaysia, Philipina dan Thailand. Di Indonesia, lanjut Kurtubi, terdapat Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir. "Namun disayangkan tidak dimaksimalkan perannya dalam pengembangan tenaga listrik," ujarnya.

Diakui Kurtubi, soal PLTN ini sering menjadi pembahasan dalam rapat-rapat Komisi VII. "Komisi VII bersepakat pentingnya PLTN dibangun di Indonesia untuk mempercepat kesejahteraan rakyat karena disadari bahwa kapasitas pembangkit kita masih sangat rendah meskipun program 35.000 MW selesai," tambahnya.

Menteri ESDM Sudirman Said sebelumnya mengakui ada perbedaan pendapat dalam Dewan Energi Nasional (DEN) perihal penggunaan nuklir dalam pengembangan listrik di Indonesia. Namun Kurtubi tidak peduli. Dia tetap mendesak pemerintah merealisasikan PLTN ini dengan memangkas segala persoalan yang membayanginya.

"Rencana PLTN ini mimpi Presiden Soekarno. Kalau yang menghambat ini DEN maka ganti saja anggotanya. Kepentingan pemenuhan kebutuhan listrik dalam jangka panjang dan mendukung Indonesia menjadi negara industri maju," paparnya.

Beberapa kesimpulan yang dihasilkan pada Raker Rabu kemarin, salah satunya meminta Menteri ESDM melakukan kajian dan sosialisasi tentang pemanfaatan Nuklir sebagai sumber energi untuk peningkatan elektrifikasi. Hal itu diakui  Kurtubi membuatnya lega.

Dan untuk melancarkan rencana itu, Komisi VII pun meminta Kementerian ESDM mempersiapkan rencana perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang kebijakan energi nasional.

PRO KONTRA - Wacana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir memang masih menjadi pro kontrak ada yang mendukung dan tak sedikit yang menolak. Bagi para pendukung berkeyakinan untuk memenuhi target keelektrikan  di Indonesia hanya bisa ditempuh dengan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir. Sedang yang tak setuju karena melihat faktor besarnya risiko yang dihadapi jika terjadi persoalan dengan pembangkit tersebut.   

Kepala Riset Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), Yarianto Budi Susilo mengatakan pembangunan PLTN sebenarnya telah bisa dilakukan lantaran teknologinya sebenarnya sudah dikuasai Indonesia. Batan sendiri sudah melakukan studi di beberapa daerah di Indonesia yang terbilang layak untuk dibangun PLTN. "Wacana pembangunan PLTN ini kan sudah lama. Tetapi kita belum juga beranjak dari wacana itu," katanya dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu.

Yarianto menunjuk, wilayah di Sumatera Bagian Selatan, Sumatera Bagian Timur dan Kalimantan secara alam tidak berpotensi terhadap gempa. Sehingga, daerah-daerah itu memang layak dijadikan tempat untuk membangun PLTN.

Walau demikian ia mengatakan,  pembangunan PLTN ini perlu kebijakan yang komprehensif, terutama faktor keselamatan. Dari sejumlah pembangkit listrik yang ada, hanya PLTN yang perlu regulasi ketat untuk pengawasannya. "Oleh karena itu, beberapa negara yang menggunakan PLTN, mempunyai badan regulasi sendiri,” tuturnya

ATURAN TELAH SIAP - Namun secara aturan sebenarnya pemerintah telah melangkah lebih jauh dalam pengembangan tenaga nuklir. Diantaranya terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir. Munculnya aturan ini juga menuai pro dan kontra, sebab  PP tersebut memperbolehkan pembangunan reaktor nuklir secara komersial.

Direktur Utama PT Batan Teknologi/Batantek (Persero), Yudiutomo Imardjoko dalam sebuah kesempatan mengatakan pembangunan reaktor nuklir secara komersial bertujuan untuk menghasilkan listrik dan listrik tersebut akan dijual kepada masyarakat. Sedangkan non komersial diperuntukkan pengembangan ilmu dan  penelitian.

Yudi menjelaskan kriteria pembangunan reaktor nuklir harus berada di daerah tahan gempa dan daerah yang penduduknya paling dekat lima kilometer dari reaktor nuklir. Menurutnya daerah yang paling cocok untuk pembangunan reaktor nuklir adalah di Pulau Kalimantan sebab pulau tersebut tidak memiliki potensi gempa. Disatu sisi Kalimantan merupakan pulau yang kaya akan sumber daya alam. Juga banyak pembangunan smelter yang membutuhkan listrik yang besar.

Maka dari itu Kalimantan merupakan tempat cocok untuk pembangunan reaktor nuklir. Lagipula saat ini Kalimantan masih kekurangan listrik untuk menopang kegiatan smelter.

Yudi mengungkapkan untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dibutuhkan dana sebesar US$6000 dengan daya kapasitas 1 KiloWatt (Kw), sedangkan untuk 1 MegaWatt dibutuhkan dana sebesar US$6 juta. Menurutnya investasi nuklir mahal karena menyangkut aspek keselamatan yang sangat tinggi. Namun hasil yang diperoleh dari PLTN untuk memproduksi listrik pun sangatlah murah ketimbang menggunakan batubara, gas, dan minyak.

Menurutnya pemerintah tidaklah harus membangun PLTN tersebut. Dia menganjurkan agar swasta yang membangun PLTN dengan skema pengembangan listrik swasta (indpendent power producer/IPP). Ia mengatakan  jika pemerintah menyerahkan pembangunan reaktor nuklir kepada swasta tentunya akan banyak swasta asing yang akan masuk untuk berinvestasi membangun PLTN.

KEKHAWATIRAN MASYARAKAT - Yudi mengatakan hal yang menjadi kekhawatiran masyarakat atas teknologi nuklir adalah limbahnya. Namun saat ini limbah tersebut sudah dapat diatasi dengan perkembangan teknologi yang sudah maju. Terbukti salah satu perusahaan nuklir di Amerika milik Bill Gates. Perusahaan nuklir tersebut sudah mendesign agar bahan bakarnya tidak perlu diganti dalam kurun waktu 60 tahun sekali dengan demikian limbahnya  sudah tidak mengandung radiasi dan tidak perlu menambang terlalu banyak.

Kekhawatiran masyarakat tersebut dikarenakan sosialisasinya belum tersampaikan secara sempurna mengingat teknokrat nuklir bukanlah orang sosial dan bukanlah orang-orang yang ahli komunikasi. Jadi menurut teknorat nuklir   reaktor nuklir itu aman. Maka dari itu diperlukan orang-orang sosial agar masyarakat dapat mudah memahami pentingnya PLTN.

"Belum lengkap saja masyarakat menerima padahal teknologi nuklir berkembang terus," kata Yudi.

Masyarakat khawatir seperti kasus kecelakaan reaktor nuklir di Fukushima, Jepang pada saat tsunami. Yudi menjelaskan kecelakaan tersebut dikarenakan teknologi nuklir di Jepang merupakan teknoloi generasi kedua. Disatu sisi pemerintah Jepang juga sudah meminta agar reaktor nuklir tersebut untuk ditutup. Namun tidak digubris karena memang masih menghasilkan uang.

Jadi menurut Yudi jika Indonesia memang ingin membangun reaktor nuklir haruslah memilih teknologi yang benar dan Indonesia merupakan negara yang beruntung karena teknologi nuklir saat ini sudah tergolong handal.

"Nah sekarang sudah pas, kita ingin bangun teknologi nuklir di jaman teknologi yang sudah dewasa," kata Yudi.

Yudi mengungkapkan keuntungan Indonesia membangun teknologi nuklir akan menjadikan Indonesia diperhitungkan oleh negara-negara lain.  "Bargaining power (daya tawar) kita meningkat dengan adanya PLTN. Jadi posisi kita menang," kata Yudi.

Yudi menambahkan negara-negara seperti Prancis, Jerman, Jepang, Amerika dan Inggris sudah memiliki PLTN, dan mereka sekarang menjadi negara maju. Indonesia tidak akan bisa menjadi negara maju karena tak memiliki PLTN.

Sementara ini  Indonesia masih terombang-ambing dengan keran impor minyak. Padahal Indonesia memiliki uranium terbanyak di Kalimantan sehingga sangat mudah untuk membangun teknologi nuklir. Terutama teknologi nuklir untuk memproduksi listrik. Selain di Kalimantan Barat dan Sulawesi Barat, cadangan Uranium juga berada di Papua, Bangka Belitung. Namun untuk penghasil Thorium terbanyak berada di Bangka Belitung.

BACA JUGA: