JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pembenahan perizinan usaha tambang terus dilakukan namun baru 1.208 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dicabut lantaran tak adanya sertifikasi Clear and Clear (CnC) yang diajukan perusahaan-perusahaan tambang tersebut alias perusahaan abal-abal. Padahal sesuai komitmen awal seharusnya ada sekitar 3000-an lebih IUP yang dicabut.

Sertifikat CnC adalah sertifikat yang dikeluarkan pemerintah kepada pemegang IUP yang memenuhi persyaratan administratif, kewilayahan, teknis, lingkungan dan keuangan. Sertifikasi CnC memasuki tenggat waktu evaluasi IUP pada 2 Januari 2017 lalu. Sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 43 Tahun 2015 yang menyebutkan perusahan tambang perlu mengantongi sertifikat sebelum tenggat waktu yang ditentukan.

Menurut data yang disampaikan Kementerian ESDM ke DPR 1.208 izin yang dicabut pemerintah merupakan milik lokal maupun asing. Jumlah tersebut belum final karena masih ada CnC yang berpotensi dicabut.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot Aryono menjelaskan ada CnC yang masih dalam proses hukum di pengadilan lantaran proses hukum belum selesai.

"Kan masih ada dalam proses hukum. Kalau jumlahnya saya belum bisa pastikan, ada beberapa itu," kata Bambang di Komplek DPR, Senayan Jakarta Pusat, Rabu (29/3).

Menurut data Kementerian ESDM, per 31 Desember 2016, jumlah perusahaan tambang yang telah memenuhi CNC berjumlah 6.444 IUP, atau 66,29 persen dari jumlah IUP yang ada saat ini sebanyak 9.721 IUP. Dengan kata lain, terdapat 3.277 IUP yang berpotensi dicabut izin usahanya sesuai kewenangan Gubernur Pemda masing-masing daerah.

Bambang juga menambahkan telah menggandeng KPK untuk turun tangan apabila ada unsur tindak pidana korupsi dalam proses penerbitan IUP oleh kepala daerah. Kalau IUP non CnC tak dicabut, KPK akan segera menyelidiki penerbitannya.
DUKUNGAN DPR  dan KPK - Anggota komisi VII Mukhtar Tompo dari fraksi Partai Hanura mendukung yang dilakukan pemerintah untuk menertibkan izin IUP. Ia menilai langkah penertiban tidak memberi dampak buruk terhadap iklim investasi dalam negeri.

"Kalau mereka tidak serius menambang cabut saja. Karena mereka hanya menguasai lahan saja tapi tidak diapa-apakan," kata Tompo kepada gresnews di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (29/3).

Anggota komisi VII Eni Maulani Saragih membenarkan adanya pencabutan izin CnC sejumlah perusahaan tambang. Dari CnC yang dibatalkan itu, sebagian besar adalah pertambangan batu bara. Namun, DPR masih mempertanyakan perincian data yang dirilis pemerintah lantaran data belum komprehensif.

Terkait pencabutan itu, Eni menerangkan, ada beberapa sebab sehingga pemerintah mengambil langkah untuk mencabut CnC-nya perusahaan pertambangan. Menurut politisi partai Golkar itu, salah satu alasan pencabutan adalah disebabkan pihak perusahaan tambang tidak melakukan eksplorasi meskipun telah mengantongi izin CnC dari pemerintah.

"Banyak hal yang jadi alasannya dicabut, yang pertama karena memang waktu yang tidak diperpanjang lagi, kedua sudah diberikan CnC tapi tidak beroperasi, dan juga banyak hal lagi lah," kata Eni kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (29/3).

Namun Eni belum bisa memastikan terkait jumlah pasti perusahaan pertambangan apa saja yang dicabut, apakah terdapat perusahaan asing. DPR, imbuh Eni, meminta pemerintah membuat data secara rinci perusahaan yang terkena pencabutan.

"Ini kita juga belum jelas juga datanya, makanya kita paksa supaya bisa menyajikan dengan jelas," tukas Eni.

Terkait masalah izin tambang ini KPK akan menggelar rapat khusus terkait dengan dugaan suap di 3.586 izin tambang abal-abal yang seharusnya dicabut oleh gubernur di seluruh Indonesia per 2 Januari 2017. Namun, hingga saat ini, KPK masih menunggu laporan resmi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait dengan hal itu.

"KPK menunggu laporan resmi dari ESDM," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Rabu (11/1/2017).

Komitmen KPK mengusut kasus korupsi batu bara yang terjadi di berbagai daerah juga disampaikan Laode berbagai kesempatan. "KPK sangat tertarik untuk membahas tata kelola SDA dan sudah menjadi fokus KPK sejak lama. Khususnya tambang, perkebunan dan lain sehingga dapat menerapkan kaidah-kaidah hukum yang berlaku serta mampu menghindari segala bentuk Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN)," ujar Laode dihadapan pendemo, di Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (23/3/2017).

Menurutnya, KPK akan membantu pemerintah agar sistem tata kelola sumber daya alam khususnya mineral menjadi lebih baik. "Pengelolaan batu bara, besi, nikel dan lainnya bisa dilaksanakan dengan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang lama sehingga, bersih dan berpihak kepada masyarakat," ujar dosen Universitas Hasanuddin itu. (dtc)

 

BACA JUGA: