JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rencana pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membentuk holding BUMN terus mendapat kritik. Pasalnya, rencana untuk menggabungkan beberapa BUMN dalam satu holding berdasarkan bidang bisnis BUMN itu dinilai berjalan tak transparan.

Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, sampai saat ini belum ada kejelasan terhadap mekanisme pembentukan holding itu. Dia menilai, Menteri BUMN Rini Soemarno seharusnya sejak awal membuat konsep yang jelas dan transparan, agar rencana membentuk holding BUMN tidak menjadi polemik di masyarakat.

"Harusnya ada blueprint agar adanya pegangan yang jelas, misalnya langkah pertama konsolidasi, sinergi dan sebagainya. Kedua apakah buy back dan sebagainya, jadi harus ada konsep dalam bentuk road map," kata Marwan kepada gresnews.com, Rabu (1/6) malam.

Dia mengungkapkan, jika ada transparansi maka akan terbangun komunikasi yang searah untuk mendorong kesuksesan holding tersebut. Sayangnya, karena tidak ada konsep yang jelas, sekarang justru permasalahan holding BUMN menjadi tidak pasti di masyarakat.

Marwan meminta agar pemerintah membangun komunikasi yang baik dengan DPR selaku mitra kerja pemerintah. "Jika ada kejelasan ,maka akan terbangun komunikasi dari berbagai pihak, termasuk dengan DPR RI dan BUMN harus sinergi, tidak seperti sekarang ini ada embargo terhadap menteri," jelasnya.

Sebelumnya, Komisi VI DPR juga sudah menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan pakar ekonomi Ichsanuddin Noorsy terkait pembentukan holding BUMN ini. Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VI DPR Azam Azman Natawijana itu, Ichsanuddin mengemukakan adanya tiga "bahaya" yang mengintai holding BUMN.

Ancaman itu muncul jika holding BUMN tidak dikelola dengan cermat. Tiga dampak negatif tersebut antara lain, potensi kerugian BUMN, timbulnya isu korupsi di tubuh BUMN, tidak ada strategi jelas pengelolaan BUMN.

"Perkerjaan pembuatan holding acap kali tidak memberikan gambaran asas-asas umum pemerintahan yang baik. Maka menimbulkan isu tentang kerugian BUMN, yang kedua isu korupsi, yang ketiga sesungguhnya menggambarkan kita masih belum punya strategi yang jelas mau ke mana kita kelola BUMN," jelas Noorsy.

Azam sendiri menegaskan, Komisi VI akan terus mencari masukan untuk merevisi UU BUMN agar bisa mencakup soal rencana pembentukan holding ini. "Dengan acara masukan terhadap pengubahan undang-undang tentang Badan Usaha Milik Negara. Dan juga khususnya pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara, yang dicanangkan Menteri Badan Usaha Milik Negara," kata Azam.

Dia mengaku kesulitan untuk menilai rencana Kementerian BUMN untuk pembentukan holding. Pasalnya, dalam rencana pembentukan holding menggunakan mekanisme inbreng (pengalihan aset), kemudian pertanyaan yang timbul adalah aset apa saja yang dialihkan dalam pembentukan holding tersebut.

Menurutnya, dalam pembentukan holding masih banyak yang perlu disikapi. Oleh karena itu, Komisi VI DPR perlu meminta keterangan langsung dari Menteri BUMN Rini Soemarno mengenai pembentukan holding tersebut.

Sebelumnya, Hafisz Tohir saat masih duduk sebagai Ketua Komisi VI juga mengatakan rencana Kementerian BUMN untuk membentuk holding BUMN harus dikomunikasikan kepada DPR. Alasannya karena konsep holding merupakan penyatuan beberapa perusahaan yang sejenis menjadi satu.

Ketika sudah dibentuk menjadi holding, tentunya masing-masing perusahaan yang tergabung tersebut akan memiliki beberapa persen saham di dalam holding. Dengan adanya perubahan saham, hal itu perlu meminta izin kepada DPR.

Sayangnya karena pelarangan Rini Soemarno hadir dalam rapat dengan DPR, maka hal itu tak bisa dikomunikasikan kepada Rini. Hafisz menyayangkan keputusan pimpinan DPR yang belum mencabut surat pelarangan tersebut. Menurutnya, jika menunggu Presiden Joko Widodo untuk melakukan reshuffle kabinet, hal itu memerlukan waktu yang lama karena reshuffle merupakan hak prerogatif Presiden.

Sementara fungsi Komisi VI DPR sebagai pengawas Kementerian BUMN menjadi terbelenggu, apalagi kekayaan negara dikelola oleh perusahaan BUMN. "Kalau begini terus dibelenggu Komisi VI DPR. Ada kerugian, itu pidana lho. Itu yang harus dipertanyaan kepada pimpinan DPR," kata Hafisz.

TERGANJAL ATURAN - Pembentukan holding BUMN ini juga sebenarnya masih terganjal aturan lantaran untuk membentuk Peraturan Pemerintah (PP) pihak BUMN pun harus berkonsultasi dulu dengan DPR. Azam menilai seharusnya Rini Soemarno belum dapat mengajukan RPP sebelum ada pembicaraan dengan Komisi VI DPR.

Sementara itu, Rini Soemarno menyatakan, pembahasan Peraturan Pemerintah (PP) untuk payung hukum Holding BUMN Energi sudah tahap final. Dalam waktu 1 bulan ke depan, PP ini akan segera terbit.

"Sudah tahap final, PP-nya sedang diproses di Kemenkum HAM, dalam waktu 1 bulan bisa masuk," kata Rini saat ditemui di Gedung Utama Pertamina, Jakarta, Senin (23/5).

Yang akan pertama digarap setelah RPP ini disahkan adalah pembentukan holding BUMN energi. Pihak Pertamina sendiri menegaskan dukungannya atas pembentukan holding BUMN energi.

Alasannya, Pertamina akan membutuhkan modal besar untuk investasi di Blok Mahakam mulai 2018 nanti. Pertamina juga mengincar beberapa blok lain, yaitu Blok East Kalimantan, Sanga-sanga, Tuban, dan Ogan Komering.

Saat ini, Pertamina membutuhkan US$3 miliar- US$3,5 miliar per tahun untuk investasi di hulu migas. Mulai 2018 mendatang, investasi di Blok Mahakam saja butuh US$2,5 miliar per tahun, belum lagi untuk blok-blok tambahan lainnya.

Artinya, kebutuhan dana untuk investasi di hulu migas bakal melonjak hingga 2 kali lipat di 2018. Alhasil, BUMN energi ini membutuhkan pinjaman lebih besar untuk mendanai bisnis hulu migasnya.

"Tentu dengan adanya holding, nanti akan ada tambahan nilai aset. Dengan nilai aset yang besar, kita bisa memperoleh fleksibilitas pendanaan yang lebih besar. Jumlahnya lebih memadai, bisa untuk masuk ke blok-blok yang terminasi (habis kontraknya)," kata VP Corporate Communication Pertamina, Wianda A Pusponegoro, beberapa waktu lalu.

Wianda mengungkapkan, kinerja keuangan Pertamina akan terlihat makin bagus dengan adanya Holding BUMN Energi. "Dari kinerja finansial Pertamina, kita makin solid," tutupnya.

PERKUAT MODAL - Rini sendiri mengaskan, pembentukan holding BUMN memang salah satunya adalah untuk penguatan modal. Menurut Rini, pihaknya tak mau perusahaan pelat merah terus bergantung kepada utang perbankan. Harapannya BUMN bisa memanfaatkan instrumen keuangan lain yang tersedia.

Menteri BUMN, Rini Soemarno, mengatakan jika melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 1,5 tahun dengan pemerintahan baru, mau tidak mau sangat ditopang oleh pembangunan infrastruktur. Dan didalamnya cukup besar fungsi BUMN.

"Kelemahannya kita masih bergantung pada pembiayaan perbankan," kata Rini, dalam pidatonya di acara kerja sama pemberian fasilitas lindung nilai alias hedging antara delapan BUMN dengan tiga bank BUMN di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu (25/5).

"Ada keterbatasan karena pembiayaan bergantung dari perbankan. Saya meminta perbankan dan BUMN untuk melihat potensi masuk ke pasar uang untuk keluarkan obligasi (surat utang)," tambah Rini.

Rini memprediksi, dalam beberapa bulan ke depan RI akan mendapat peringkat layak investasi alias investment grade dari lembaga pemeringkat internasional S&P. Nah, jika hal itu terealisasi maka bisa dimanfaatkan oleh BUMN.

"Kami coba modernisasi bisnis BUMN dengan membuat perusahan investasi BUMN (holding) yaitu jalan tol, tambang, keuangan dan energi. Kami harapkan bisa selesai tidak lama," ujarnya.

Jika holding BUMN sudah terbentuk, maka pendanaan BUMN akan makin mudah dan tidak melulu bergantung kepada perbankan. Penerbitan obligasi juga bisa jadi pilihan karena rating BUMN setelah jadi holding bisa jadi lebih baik.

"Kami rencanakan sebelum akhir tahun kami keluarkan obligasi dengan rating yang baik ini, sehingga kita bisa menggalang funding dengan cost yang lebih murah," ucapnya. (dtc)

BACA JUGA: