JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi VI DPR RI terus melakukan kajian untuk merevisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara. Salah satu poin penting yang menjadi perhatian para anggota dewan adalah soal niat pemerintah membentuk holding BUMN. Pemerintah akan mengelompokkan BUMN berdasarkan inti bisnisnya agar bisa saling bersinergi.

Hanya saja, menurut anggota Komisi VI DPR Hafisz Tohir, pembentukan holding ini perlu pengawasan khusus, terutama terkait status perusahaan setelah holding dilakukan. Karena itulah Komisi VI akan mengusulkan adanya pasal khusus terkait pengawasan atas holding BUMN ini.

Pasal-pasal pengawasan ini, kata Hafisz Tohir, perlu dimasukkan dalam UU BUMN mengingat status anak usaha holding BUMN mengalami perubahan dari perusahaan BUMN menjadi perusahaan swasta. "Dengan perubahan status ini, dikhawatirkan bukannya memperkuat malah memperlemah perusahaan. Padahal holding BUMN diharapkan dapat memperkuat anak usaha holding," kata Hafisz kepada gresnews.com, Senin (1/2).

Dia menambahkan dimasukkan pasal pengawasan holding BUMN juga diberlakukan bagi perusahaan BUMN yang sudah dibentuk sebelumnya. Misalnya, holding BUMN semen, holding BUMN pupuk, holding BUMN perkebunan dan holding BUMN kehutanan. Kendati demikian, Hafisz belum bisa mengungkapkan bentuk pengawasan seperti apa yang akan dilakukan terhadap holding BUMN karena masih dalam tahap kajian di Komisi VI DPR RI.

Untuk itu, Hafisz mengaku sepakat terhadap rencana Kementerian BUMN dalam pembentukan virtual holding perusahaan holding BUMN. Menurutnya pembentukan virtual holding dan induk holding BUMN harus bisa memperkuat perusahaan BUMN.

"Holding ini harus bisa menjadi kekuatan BUMN, itu tujuannya. Saya setuju, sepanjang tidak mematikan usaha anak perusahaan holding tersebut," kata Hafisz.

Kamis (28/1) lalu, Komisi VI DPR sudah menggelar rapat bersama pakar dalam membahas paradigma dasar RUU BUMN. Dalam rapat itu, DPR mendengarkan masukan dari pakar ekonomi Ichsanuddin Noorsy.

Hafisz Tohir mengungkapkan, pengawasan terhadap jalannya kerja BUMN masih membutuhkan regulasi yang jelas, oleh sebab itu Komisi VI menggundang Pakar Ekonomi yang konsen terhadap kajian BUMN untuk memberikan masukan sebagai bahan pertimbangan.

"Kewenangan negara di bidang pengawasan BUMN belum jelas, selain itu BUMN juga membutuhkan harmonisasi dan masukan sebagai bahan pembahasan RUU BUMN," papar Hafisz.

BUMN merupakan milik negara yang pembentukannya ditetapkan dengan undang-undang, termasuk proses Penyertaan Modal Negara (PMN) karena menggunakan uang rakyat. BUMN juga termasuk organisasi hibrida karena diperbolehkan untuk mengelola dua jenis dana yang terdiri atas dana publik dari keuangan negara tersebut dan swasta.

Banyaknya peran yang harus dijalankan BUMN secara bersamaan mencerminkan negara tidak memiliki kejelasan untuk berperan seperti apa dalam mengoptimalkan pelayanan masyarakat. Problem utama yang dihadapi BUMN saat ini terletak pada masalah tata kelola (governance) dan profesionalitas. Kinerja BUMN dituntut profesional.

Selama ini, pembentukan holding BUMN memang masih menjadi perdebatan. Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman Natawijana menilai membentuk holding BUMN memang bukan pekerjaan mudah karena banyak BUMN yang bergerak di bidang yang berbeda-beda sehingga sulit melakukan klasifikasi sebelum digabungkan.

Azam mencontohkan, problem dalam pembentukan holding BUMN perkebunan, dimana lini bisnis masing-masing BUMN perkebunan yaitu PTPN pun berbeda-beda. Akibatnya, kondisi PTPN juga terseok-seok dalam menjalankan bisnisnya. Ini berbeda dengan holding BUMN semen yang relatif sama core bisnisnya sehingga bisa lebih sukses.

"Jadi harus tahu sasarannya seperti apa, maunya apa. Belum tentu itu (rightsizing) positif. Itu kan angan-angan saja," kata Azam kepada gresnews.com beberapa waktu lalu.

MOTOR PENGGERAK EKONOMI - Dalam pertemuan dengan Komisi VI DPR, Ichsanuddin Noorsy mengatakan, RUU BUMN harus mampu menekankan pada bagaimana caranya agar melalui pengelolaan BUMN yang baik pemerintah bisa mengangkat harkat dan martabat rakyat banyak.

"Karena itu RUU BUMN yang nantinya akan memuat tentang poin negara tidak disetarakan dengan global company (perusahaan global), karena hal tersebut mengakibatkan negara tidak bisa mengendalikan harga pasar," ujarnya.

Oleh karena itu, kata dia, bukan hanya dukungan kebijakan yang diperlukan untuk mengembangkan BUMN, melainkan juga konsensus baru agar BUMN menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi. "BUMN tidak bisa hanya menjadi alat untuk memberikan keuntungan kepada negara, tetapi juga keuntungan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," tegasnya.

Sementara itu dalam kesempatan terpisah, pengamat ekonomi politik Kusfiardi menilai seharusnya BUMN bisa menjadi perpanjangan peran negara untuk menguasai faktor produksi yang penting bagi negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak. "Keberadaan BUMN harus dipahami sebagai badan usaha yang memiliki arti penting bagi kemajuan perekonomian nasional," katanya kepada gresnews.com.

Kusfiardi menambahkan, BUMN seharusnya juga bisa berperan untuk memastikan negara mampu melayani warga negara. Artinya, tugas melayani itu harus dipahami juga sebagai bentuk stimulasi ekonomi yang berdampak pada meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Dia mencontohkan transportasi umum. Jika penyelenggaraan pelayanan transportasi umum dikelola secara baik melalui BUMN, efek positifnya bisa berpengaruh kepada kesejahteraan rakyat. "Dengan adanya transportasi umum yang aman, nyaman dan tepat waktu bisa membantu mobilitas warga dalam melakukan kegiatan produktif," ujarnya.

Kusfiardi menjelaskan, kegiatan produktif tersebut akan mendatangkan manfaat bagi negara dalam bentuk pajak. Kewajiban pemerintah untuk memanfaatkan dana pajak itu termasuk mendanai transportasi umum melalui BUMN. "Masih banyak manfaat lain dari peran BUMN yang berdampak positif bagi perekonomian nasional, penerimaan negara dan kesejahteraan rakyat," kata Kusfiardi.

TIRU MALAYSIA - Terkait pembentukan holding BUMN, pemerintah melalui Kementerian BUMN sendiri menyatakan akan meniru Malaysia dalam menyatukan perusahaan pelat merah. Malaysia membentuk holding BUMN yang disebut Khazanah Holding.

Beberapa waktu lalu, Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan, dari jumlah BUMN sebanyak 119 persuahaan yang saat ini berjalan sendiri-sendiri akan dikelompokkan dalam 15 sektor holding. Setiap sektor nantinya akan membawahkan atau menjadi koordinator dari BUMN di bawahnya yang memiliki lini usaha serupa.

"Rencana pengembangan BUMN ke depan mengarah pada pembentukan holding sektoral dan kemungkinan di tahun 2019 diwujudkan sebuah investment holding yang meliputi seluruh sektor, sebagaimana contoh Khazanah Holding di Malaysia," kata Aloysius.

Sektor tersebut di antaranya holding BUMN bidang ketahanan energi, logistik dan perdagangan, pariwisata dan kebudayaan, ketahanan pangan dan perkebunan, pelayanan kesehatan, ekonomi maritim, konektivitas, konstruksi dan infrastruktur, pertambangan, manufaktur, pertahanan strategis, industri berat dan perkapalan, telekomunikasi dan digital, jasa keuangan dan perbankan, dan ekonomi kerakyatan. Konsep holding ini masuk ke dalam road map BUMN periode 2015-2017.

"Pada intinya road map BUMN dimaksud mengedepankan sinergi dan hilirisasi dalam rangka menjadikan BUMN sebagai agent of development, selain pencipta nilai tambah," tambahnya.

Pemberlakuan 15 sektor holding ini ditargetkan bisa terwujud pada tahun 2019. "Pembentukan holding sektoral dan kemungkinan di tahun 2019 diwujudkan sebuah investment holding," sebutnya.

Salah satu yang akan segera dibentuk adalah holding BUMN pertambangan. Menteri BUMN Rini Soemano menargetkan tahun ini holding BUMN tambang akan segera terbentuk. Holding ini nantinya terdiri dari PT Aneka Tambang Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Inalum dan PT Timah Tbk. "Akhir 2016 program sudah jelas," Kata Rini beberapa waktu lalu.

Untuk mendukung program holding itu, Rini telah membentuk Komite Konsolidasi BUMN Pertambangan. Tugas lain dari komite ini ialah mengkoordinasikan, mengkaji, dan merumuskan berbagai kerjasama dan sinergi bisnis yang mungkin dilakukan oleh 4 BUMN tambang tersebut.

Ketua Komite Ekeskutif dalam Komite Konsolidasi ini ialah Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media BUMN, Fajar Harry Sampurno. Harry mengaku pembentukan holding sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo, yakni agar BUMN bersinergi dan bisa bergerak lebih lincah dalam ekspansi bisnis.

Meski demikian, pihaknya masih mengkaji bentuk holding yang paling ideal. "Bentuk kosolidasi (holding) bisa investment holding, merger, atau akuisisi," tambahnya.

Selain itu BUMN juga akan melakukan konsolidasi beberapa cluster BUMN di PT Dahana (Persero). Dalam konsolidasi ini, Kementerian BUMN melakukan pencanangan komite konsolidasi BUMN pertahanan strategis dan komite konsolidasi BUMN Industri Alat Berat dan Perkapalan.

"Jadi, ini kita lakukan juga karena kita mendapat proyek dari Kementerian Pertahanan. Sebagian itu untuk proyek komersial dan sebagian untuk militer," ujar Direktur Utama PT Dahana Budi Antono, di Subang, Jawa Barat, Kamis (28/1).

Kesepakatan kerja sama dalam bentuk konsolidasi BUMN ini ditandatangi oleh perusahaan BUMN sektor pertahanan seperti PT DI (Dirgantara Indonesia), PT Dahana, PT Pindad, PT Len Industri, PT Inti, dan PT Inuki (Industri Nuklir Indonesia).

Sedangkan pada bidang industri berat dan perkapalan disepakati kerjasama antara PT PAl, PT Barata Indonesia, PT Boma Bisma Indra, PT Industri Kapal Indonesia, Dok Perkapalan Semarang, dan Dok Perkapalan Kodja Bahari. (dtc)

BACA JUGA: