JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kali ini pemerintah Jokowi dinilai salah dalam menerapkan kebijakan.  Sebab ditengah upaya menurunkan harga beras yang melambung, secara bersamaan pemerintah justru menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan elpiji 12 Kilogram (Kg). Padahal kenaikan harga dua komoditi ini secara otomatis justru melambungkan harga beras.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Boyamin Saiman mengatakan kebijakan pemerintah sangat tidak tepat dengan menaikan harga BBM dan elpiji 12 Kg. Seharusnya pemerintah menstabilkan harga beras terlebih dahulu, karena dengan kenaikan harga BBM malah menjadi salah satu penghalang untuk penurunan harga beras. Sebab kenaikan harga BBM maka biaya transportasi juga akan meningkat.

Menurutnya pemerintah harus melakukan transparansi dan efisiensi untuk perusahaan seperti SKK Migas, Pertamina dan PLN. Sebab sangat tidak tepat jika kenaikan BBM tanpa diiringi dengan efisiensi di perusahaan-perusahaan energi milik negara.

"Beras diusahakan turun, tapi tarif transportasi naik karena BBM naik. Otomatis beras yang diusahakan turun, malah tidak bisa turun juga," kata Boyamin, Jakarta, Rabu (4/3).

Sementara itu, pengamat energi dari Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menilai kebijakan yang diambil pemerintah untuk menaikan harga BBM dan elpiji 12 Kg terkesan sangat aneh. Sebab dalam setiap perubahan harga BBM, pemerintah tidak pernah transparan dalam penentuan harga.

Dia mencontohkan, sewaktu harga BBM turun menjadi Rp6600 per liter, kemudian saat harga minyak dunia kembali mengalami penurunan, saat itu juga publik meminta agar pemerintah menurunkan harga BBM. Namun pemerintah tidak mengambil keputusan untuk menurunkan harga. Alasan pemerintah karena pembelian minyak yang murah dari luar negeri akan ditabung untuk cadangan penyangga. Namun keuntungan dari perbedaan harga jual dan harga beli juga tidak jelas. Jika saat itu pemerintah mengalami keuntungan lalu, seharunya sekarang BBM tidak dinaikan. Sebab saat ini perbedaan harga BBM Rp6600 dengan harga minyak dunia saat ini tidak ada perbedaannya.

"Menurut saya sebetulnya tidak tepat untuk dinaikkan," kata Marwan.

Marwan mengaku pada saat kenaikan harga BBM, harga di Amerika Serikat untuk West Texas Intermediate (WTI) harganya sebesar US49 per barel. Artinya masih lebih rendah dari waktu pemerintah menetapkan harga Rp6600. Jikalau dikarenakan kurs mata uang rupiah, seharusnya penurunan kurs mata uang rupiah tidak terlalu berdampak signifikan terhadap alasan pemerintah untuk menaikkan harga BBM.

"Pemerintah buka saja, transparansi agar tidak menghasilkan kecurigaan. Selama ini BBM naik, masyarakat mengira pemerintah itu korupsi," kata Marwan.

BACA JUGA: