KARTA, GRESNEWS.COM - Keinginan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan memperbesar porsi hak kelola Blok Mahakam hingga 39 persen kepada pengelola lama Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation ditentang sejumlah pihak.

DPP AWPI (Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia) mendesak Blok Mahakam yang merupakan blok penghasil minyak terbesar di Indonesia harus dikelola pemerintah untuk kesejahteraan rakyat.

"Sesuai amanah UUD 1945 Pasal 33, Blok Minyak Mahakam 100% milik NKRI, Melepas kembali 39% saham Ke Asing adalah penghianatan amanah rakyat," ujar Ketua Harian DPP AWPI Yusuf Ahmadi dalam siaran persnya, Jum´at, (28/4).

Pengelolaan Blok Mahakam oleh kontraktor asing  Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation akan berakhir kontraknya pada 31 Desember 2017 mendatang, sejak kontrak ditandatangani pada 6 Oktober 1966. Saat ini Blok Mahakam dalam tahap transisi pengelolaan dari kontraktor eksisting kepada kontraktor baru yaitu PT Pertamina Hulu Mahakam (PT PHM).

Menurut Yusuf, rakyat Indonesia telah puluhan tahun menanti nasionalisasi aset negara, salah satunya merebut pengelolaan Blok minyak Mahakam. Blok minyak ini diketahui merupakan blok minyak terbesar di Indonesia. Rata-rata produksinya sekitar 2.200 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Dimana cadangan minyaknya diperkirakan mencapai 27 triliun cubic feet.

"Ini artinya blok Mahakam telah kembali kepangkuan NKRI, tapi kenapa masih akan dilepaskan sebagian kepemilikan sahamnya ke asing,"  tanya Yusuf.

Ia meminta kepada Menteri ESDM Ignasius Jonan untuk tegas dan jelas dalam berpihak.  "Ini untuk kepentingan nasional untuk bangsa Indonesia, untuk kesejahteraan rakyat Indonesia," tandasnya.

Sebab sejak  awal pemerintah telah berkomitmen untuk mengelola blok Mahakam sepenuhnya. Sehingga disayangkan harus melepas 39% saham kepada Asing. Kendati dengan dalih mempertahankan kapasitas produksi.

Kelanjutan pengelolaan Blok Mahakam telah diserahkan pengelolaannya kepada Pertamina melalui salah satu unit usaha PT Pertamina Hulu Mahakam (PT PHM). Setelah pemerintah memutuskan tak memperpanjang kontrak dua perusahaan asing pengelola sebelumnya. Dua perusahaan asing  Total dan Inpex telah mengelola Blok Mahakam selama 50 tahun. Sejak kontrak bagi hasil Blok Mahakam ditandatangani Pemerintah dengan dua perusahaan itu pada 6 Oktober 1966. Lalu pada 30 Maret 1997 kontrak diperpanjang selama 20 tahun hingga 31 Desember 2017.
 
Kini Kontrak bagi hasil (production sharing contract/ PSC)  telah diteken antara SKK Migas dengan PT Pertamina Hulu Mahakam, pada 29 Desember 2015 dan akan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2018.

Sebelumnya Jonan berpendapat selama proses transisi pengelolaan perlu keterlibatan kontraktor existing dalam proses produksi. Sehingga kapasitas produksi bisa dipertahankan. Untuk itu perlu pemberian porsi saham yang cukup agar mereka tetap berperan. Sehingga produksi minyak Blok Mahakam tidak merosot. Jonan pun menetapkan angka 39 persen saham untuk kemitraan Total E&P Indonesie.

"Penawaran saham bisa mencapai maksimal 39 persen kepada kontraktor  eksisting, dan Pertamina bisa melaksanakan kegiatan operasi produksi bersama-sama dengan kontraktor eksisting," ujar Jonan saat kunjungan kerja ke Blok Mahakam, Kalimantan Timur, Maret lalu.

Selain kepada Total dan Inpex, Jonan berharap PT Pertamina Hulu Mahakam akan menawarkan 10 persen hak kelola Blok Mahakam kepada pemerintah daerah. Ketentuan participating interest (hak kelola) 10 persen ini merupakan bentuk keberpihakan pemerintah pusat kepada daerah penghasil migas.

Kebijakan itu menurut Jonan juga bagian dari implementasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016 tentang penawaran participating interest 10 persen pada wilayah kerja migas. Aturan ini ditandatangani Menteri Jonan pada 25 November 2016.

PERTAMINA BERBEDA SIKAP -  Namun saran Jonan juga ditentang pihak PT Pertamina (Persero). Perusahaan minyak pelat merah ini  bersikeras hanya akan melepas maksimal 30 persen hak kelola Blok Mahakam kepada Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation.

Menurut Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik, pihaknya telah membicarakan persoalan tersebut kepada pihak Total difasilitasi  Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar. Namun, diakui kedua perusahaan tersebut belum menyepakati besaran saham untuk mengelola Blok Mahakam. Namun dalam pembicaraan itu ditegaskan Massa pembahasan seputar 30 persen porsi saham untuk Total dan Inpex.

Namun saat ini Massa mengaku belum mengetahui apakah pihak Total dan Inpex masih berminat bergabung untuk mengelola Blok Mahakam. Pertamina dan pemerintah masih  menunggu keputusan tersebut melalui surat yang akan dikirimkan Total.

Hanya saja Massa menegaskan kepastian bahwa setelah 2018 pengelolaan akan dilakukan Pertamina, baik tanpa atau bersama Total dan Inpex.  

Sementara Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengatakan, saat ini telah disiapkan pengeboran sumur (drilling) di 8 titik yang ada diMahakam. Menurut Syamsu, kedelapan titik pengeboran tahun ini masih akan dilakukan operator eksisting. Namun diakuinya rencana itu turun dari target sebelumnya sebanyak 18 titik.

"Kan masih ada dengan Total. Bridging agreement-nya saja kapan. Kami berusaha realistis," ujar Syamsu.

Kebijakan Jonan ini juga berlawanan dengan Menteri ESDM sebelumnya, Sudirman Said. Sudirman sebelumnya telah  membatasi porsi hak kelola dua kontraktor tersebut maksimal 30 persen pasca masa kontraknya berakhir tahun 2018.

BACA JUGA: