JAKARTA, GRESNEWS.COM - Naiknya peringkat atau rating investasi (investment grade) Indonesia dari Standard & Poor’s, dinilai telah memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengaku banyak investor asing yang mengincar Indonesia.

"Dengan upgrade ini, maka sekarang banyak investor yang menganggap bahwa Indonesia adalah tempat yang sangat positif untuk melakukan investasi," kata Sri Mulyani kepada wartawan usai Rapat Terbatas, di Istana Bogor, Jabar, Senin (22/5) sore, speerti dikutip setkab.go.id.

Karena itu, kata Sri Mulyani, Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas itu menekankan bagaimana kita tetap fokus kepada kebijakan ekonomi yang inklusif, yaitu investasi di bidang infrastruktur dan pembangunan industri, yang bisa menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat. "Apakah itu di bidang infrastruktur besar di luar Pulau Jawa seperti di Kalimantan Utara, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, maupun yang ada di Pulau Jawa dan pulau-pulau lain termasuk Papua," ujarnya.

Menurut Menkeu, hal itu dilakukan dalam rangka untuk membangun momentum ekonomi Indonesia agar pertumbuhan ekonomi mendekati 6 persen bisa dicapai untuk tahun ini dan tahun depan. "Momentum inilah yang ingin Presiden tekankan tadi dalam Rapat Terbatas, terutama dikaitkan dengan kekhawatiran bukan pada aspek ekonomi dan finansial," jelas Sri Mulyani.

Diakui Menkeu, sekarang ini muncul persepsi apakah Indonesia terdistraksi atau kita makin khawatir apabila aspek-aspek isu politik mendominasi di dalam penanganan investasi di dalam negeri. Oleh karena itu, lanjut Menkeu, Presiden menginstruksikan kepada Panglima TNI, Kapolri, Kepala BIN, dan seluruh jajaran dari Kepala Staf, untuk ikut serta menjelaskan secara sederhana mengenai kenapa pemerintah melakukan berbagai macam kegiatan investasi.

"Yang dilakukan oleh para investor luar negeri itu adalah untuk membangun Indonesia, bukan untuk mengancam Indonesia," tegas Sri Mulyani.

Dia menambahkan, aspek kesempatan kerja dan investasi penting dalam rangka untuk membangun Indonesia yang masih sangat tertinggal di bidang infrastruktur dibandingkan negara-negara yang selevel dengan Indonesia. Karena itu, menurut Sri Mulyani, pemerintah akan mengimbangi kemajuan di bidang ekonomi dengan di bidang sosial serta dari sisi penanganan politik dan hukumnya.

"Dengan demikian diharapkan, bahwa investasi dan pertumbuhan ekonomi itu dirasa bukan suatu ancaman, tapi merupakan suatu kesempatan bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi," tegas Sri Mulyani.

Menkeu juga menegaskan, pemerintah akan akuntabel, dimana setiap investasi akan dijelaskan, disampaikan dananya dari mana, bentuknya dalam bentuk ekuitas di neraca yang mana, neraca BUMN ataukah di neraca pemerintah, dan bagaimana kemudian progres ini harus diikuti secara detail. "Presiden tadi menekankan berkali-kali harus detail agar kita bisa menjelaskan kepada masyarakat berapa setiap Rupiah atau Dolar atau RMB atau Yen yang masuk ke Republik Indonesia, dan akan menjadi apa," ungkap Sri Mulyani.

Menurut Menkeu, Presiden juga menekankan, seluruh proyek-proyek ini harus bisa juga mengikutsertakan para swasta nasional, dan juga dari sisi tata kelola menjaga bebas dari korupsi. "Itu adalah satu yang ditekankan oleh Presiden berkali-kali," pungkasnya.

TINGKATKAN PELAYANAN - Dalam rapat tersebut, Presiden Joko Widodo meminta jajarannya untuk mempersiapkan diri dalam pelayanan yang cepat dan prima dengan semakin besarnya peluang investasi asing masuk ke Indonesia. Peluang besar masuknya investasi seperti sekarang, yang didorong oleh peningkatan investment grade dan hasil pertemuan The Belt and Road Forum di China, menurut Jokowi, tidak datang dua kali-tiga kali.

"Oleh sebab itu, kesiapan-kesiapan kita dalam melayani, kecepatan-kecepatan kita dalam melayani, investasi-investasi yang masuk betul-betul harus terintegrasi, diikuti satu persatu secara detail," kata Presiden.

Jokowi menegaskan, jangan sampai yang justru sudah masuk tinggal pelaksanaan, menjadi tidak percaya lagi gara-gara penanganan akhir kita yang tidak baik. Terutama di bidang-bidang yang berkaitan dengan pelayanan perizinan, dengan kepastian hukum. "Yang ini mau tidak mau harus diikuti, harus diperbaiki, dan harus dibenahi terus-menerus," tegasnya.

Jokowi juga menegaskan, saat ini Indonesia sudah berada pada posisi track yang benar. Tetapi ia mengingatkan, pekerjaan ini memang memerlukan sebuah kecepatan penanganan dari semuanya. "Saya melihat masih banyak sekali hal-hal kecil-kecil yang menyebabkan investor kecewa karena hal yang berkaitan, misalnya, dengan MoU antar pemerintah. Sekian tahun tidak tertangani dengan baik, mereka kecewa," ungkap Presiden.

Kemudian juga masalah keputusan di bidang-bidang perizinan yang sebetulnya, lanjut Presiden, juga hal-hal yang tidak fundamental, kecil. Tetapi karena tidak kita monitor, tidak kita ikuti secara detil, sehingga itu juga lolos dari pengawasan dan menyebabkan kekecewaan dari investor. "Karen itu, penanganan setiap hal yang berkaitan dengan investasi itu betul-betul dilakukan secara detail," tegasnya.

Seperti diketahui, setelah beberapa kali menunda kenaikan peringkat kepada Indonesia, akhirnya lembaga pemeringkat Standard and Poor´s (S&P) menaikkan peringkat Indonesia dari BB+ menjadi BBB-/stable outlook. Lewat kenaikan peringkat ini, maka Indonesia masuk kategori investment grade atau status kelayakan investasi.

Keputusan S&P yang menaikkan peringkat Indonesia menyusul lembaga pemeringkat lainnya yang terlebih dahulu melakukan, seperti Moodys dan Fitch Rating. Peningkatan peringkat ini juga telah memberikan dampak positif. Bank Indonesia mencatat, pada Mei 2017 tercatat telah terjadi peningkatan nilai investasi asing. Aliran modal asing masuk tercatat Rp105 triliun, lebih besar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp65 triliun.

BI juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi akan membaik pada 2018. GUbernur BI Agus Martowardojo menyebutkan, perekonomian dunia pada 2018 diprediksi mencapai 3,6%.

Agar ekonomi mengalami perbaikan, Agus mengatakan, kenaikan peringkat investasi ini juga harus dibarengi dengan reformasi struktural di sektor riil, kemudian bagaimana memperbaiki sumber daya manusia (SDM) dan bagaimana memperbaiki infrastruktur. "Kemudian memperbaiki iklim kemudahan berusaha, sistem birokrasi. Reformasi fiskal yang dilakukan Menteri Keuangan dan reformasi BI sebagai otoritas moneter," tegas Agus (dtc)

BACA JUGA: