JAKARTA, GRESNEWS.COM - Akhir pekan lalu Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno memboyong lima  direktur utama sejumlah perusahaan BUMN ke PT Perindustrian Angkatan Darat (Pindad), Bandung, Jawa Barat. Kehadiran rombongan para petinggi BUMN ke PT Pindad ini bukan tanpa maksud. Rini ingin memperkenalkan produk yang dihasilkan PT Pindad kepada para dirut perusahaan BUMN.

Harapannya masing-masing perusahaan BUMN bisa saling jual dan beli diantara sesama perusahaan plat merah ini.  Sebagai misal BUMN karya  yang banyak membutuhkan alat berat dan eskavator tidak harus mengimpor produk tersebut dari luar negeri, mereka bisa memesannya kepada PT Pindad. Demikian juga dengan perusahaan BUMN lainnya.  

Hal ini dinilai Rini akan memperkuat sinergi antar perusahaan BUMN. Diantara perusahaan BUMN saling membutuhkan dan menjadi produsen sekaligus menjadi konsumen. "Langlah ini yang selama ini terlupakan," katanya.  Sehingga di satu sisi perusahaan tidak atau kurang berkembang, di sisi lain dirut perusahaan BUMN tidak termotivasi. Untuk itu Rini membawa serta sejumlah direksi BUMN Karya, seperti PT PP, Hutama Karya, Adhi Karya, Wijaya Karya, Waskita Karya, serta PT Dirgantara Indonesia berkunjung ke PT Pindad.

"Saya bawa sejumlah direksi BUMN Karya karena mereka yang potensial sebagai konsumen produk Pindad," kata Rini ditemui gresnews.com di Lapangan Tembak kawasan perkantoran Pindad, Bandung, Sabtu (27/6).

Salah satu produk yang terkait dengan BUMN Karya menurutnya adalah ekskavator. Rini menargetkan pada Agustus 2015 ke depan, Pindad mampu memproduksi setidaknya 10 unit untuk langsung didistribusikan ke BUMN Karya. Ekskavator ini, lanjut Rini, untuk membangun satu proyek yang monumental dengan ekskavator buatan dalam negeri.

Kedepan, lanjutnya, Pindad bisa semakin besar dengan mengembangkan prdoduk-produk komersial. "Kalaupun dasarnya Pindad adalah untuk industri strategis pertahanan, sebetulnya kemampuan teknologinya bisa digunakan untuk produk beraneka ragam industri komersial," terangnya.

PRODUK KOMERSIAL - Kelemahan perusahaan BUMN selama ini, menurutnya, terlalu berkonsentrasi di satu industri.  Pindad misalnya hanya berkutat di industri pertahanan saja. Sehingga menyebabkan kemampuan pengembangannya rendah karena ordernya tidak tinggi. Hal ini, kata dia, bisa dilihat dari awal berdiri hingga saat ini. Pindad yang sudah ada sejak masa VOC (1808), atau sudah 207 tahun, tetap saja belum berkembang luar biasa.

"Saya berharap tidak perlu menunggu 100 tahun lagi untuk melihat Pindad besar," ujarnya. Ia berharap,  setidaknya 50 tahun ke depan, Pindad sudah bisa mengusai industri alat berat. Hal ini kata Rini, bisa dicapai bila dalam negeri khususnya perusahaan BUMN juga menggunakan produk dalam negeri buatan Pindad dan mengurangi pembelian alat berat dari luar negeri. Begitu juga dengan sesama perusahaan BUMN lain.

Ia mencontohkan, Pindad membeli baja  dari PT Krakatau Steel (KS). Bagi KS, baja adalah barang produksi, sementara bagi Pindad baja digunakan untuk pembangunan panser, eskavator, dan lainnya. Selanjutnya hasil produksi Pindad berupa eskavator bisa dibeli oleh BUMN Karya. Selain perputaran uang terjadi di dalam negeri, kinerja perusaan BUMN juga semakin meningkat karena tetap berproduksi karena pasar dalam negeri meningkat.

"Sinergi BUMN harus semakin kuat terjalin, tentu dengan kualitas yang bisa bersaing dan harga yang kompetitif," terang Rini.

PERLU SINERGI - Sementara Direktur Utama Pindad Silmy Karim mengaku sinergi BUMN dan mengedepankan produk dalam negeri akan bisa menjadikan Indonesia sebagai bangsa mandiri. Konsekuensi lainnya, perusahaan BUMN seperti Pindad tidak harus bertahan pada jenis produk Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista). Tetapi bisa melakukan inovasi dan pengembangan melalui produk turunannya. Seperti eskavator yang dijadwalkan mulai berproduksi pada 2016.

Ia membantah anggapan bahwa membuat eskavator menjadikan Pindad tidak fokus. "Bukan tidak fokus, ini realitasnya. Ketika kita masuk dalam kegiatan yang syarat ekonomi maka akan ada turunan-turunan baru yang bisa menjadi potensi produk berikutnya ke depan," kata Silmy saat ditemui gresnews.com di Lapangan Tembak kawasan  perkantoran Pindad, Bandung, Sabtu (27/6).

Misalnya, kata dia, ketika akan membuat ekskavator, teknologi hidroliknya jauh-jauh hari sudah dikuasai Pindad. Begitu juga dengan crane, dan roda yang jenisnya sama dengan produk tank.

"Kita sudah sangat lama membuat tank, sementara jauh lebih mudah membuat ekskavotor dibanding tank," jelasnya. Karena itu Pindad memutuskan membuat ekskavator sebagai produk turunan dari produk alutsista.

Kata dia, prototipe eskavator  tuntas 1 Juni 2015 lalu dan satu ekskavator telah selesai diproduksi pada 10 Juni. Selanjutnya uji sertifikasi diperkirakan selesai September atau Oktober 2015, dan pada 2016 dijadwalkan akan mulai berproduksi. Sementara potensi alat berat secara keseluruhan mencapai 7.947 di tahun 2012. Kalau 10 persennya saja bisa diambil Pindad, menurutnya, sudah luar biasa.

"Lima persennya bisa dipenuhi dari pemintaan perusahaan-perusahaan BUMN," ujar Silmy. Lima persennya sisanya ditargetkan dari pengusaha dalam negeri lainnya. Karena alasan itu, ke depan Pindad akan terus melakukan pengembangan industri strategis lainnya yang sifatnya masih impor. Selain eskavator, ada juga produk berupa sarana kereta api untuk PT Kereta Api Indonesia (KAI), dan generator untuk PLN.

Untuk dapat menjual produk-produk tersebut, Silmy merujuk pada arahan Presiden Joko Widodo yang menyatakan pemerintah perlu meningkatkan motivasi terhadap produksi dalam negeri. Berani memasukkan anggaran ke Pindad dan mendorong industri ini untuk menaikkan produksi 30 hingga 40 persen. Imbauan menaikkan produksi 30 hingga 40 persen dari Presiden ini, diakuinya, menjadi bahan jualan Silmy kepada Panglima, Menteri Pertanahan, KASAD, KASAL, dan KASAU. "Karena kalau tidak dipenuhi berarti melanggar instruksi presiden selaku pimpinan tertinggi Tentara Nasional Indonesia," tegasnya.

Untuk betul-betul memakai produk-produk lokal, menurut Silmy,  Presiden juga  sudah mengarahkan agar kementerian, lembaga dan BUMN memakai produk-produk lokal bukan lagi sekeder diajak lagi tapi dipaksa,

PRODUK BERMUTU - Silmy mengklaim, performa produk Alutsista yang diproduksi Pindad sudah bisa menyaingi produk luar. Ia mencontohkan, senjata jenis 762 SSX sudah bisa bersaing dengan AK-47 buatan Rusia. Kemudian ada kendaraan tempur jenis Amphibi.

Contoh lainnya adalah kesuksesan Kontingen petembak TNI AD yang kembali menang untuk kedelapan kalinya secara berturut-turut di kejuaraan menembak internasional Australia Army Skill at Arms Meeting (AASAM) 2015. Kejuaraan yang berlangsung pada 20-23 Mei 2015 di Puckapunyal, Victoria Australia ini diikuti 17 tim dari 15 negara memperebutkan 50 medali emas.

Hasilnya, kontingen Indonesia berhasil menyabet 30 medali emas; 16 perak dan 10 perunggu, mengalahkan kontingen negara-negara maju yang selama ini dikenal memiliki persenjataan canggih.

"Kita bisa mengalahkan Amerika Serikat yang hanya mendapatkan, empat medali emas, Inggris dengan tiga medali emas. Australia tidak masuk hitungan kitalah," tegas Silmy.

Kata Silmy, Indonesia menggunakan empat jenis senjata yang dua diantaranya buatan pindad, yaitu jenis SS-2 V-4 Heavy Barrel dan Pistol G-2 (Elite&Combat). Dua lainnya adalah buatan Belgia yakni senapan SO-Minimi dan senapan General Purpose Machine Gun (GPMG) dan senjata sniper AW buatan Inggris.

Untuk meningkatkan penjualan produk-produk itu, menurut Silmy, membutuhkan sinergi berbagai kementerian, lembaga dan berbagai pihak di dalam negeri. "Kalau masih beli ke luar itu artinya kita menghidupi pabrik orang lain, kalau bikin sendiri kita memajukan pabrik sendiri," ujarnya.

Kendala produksi Pindad lainnya, kata dia, adalah soal modal. Untungnya Pindad mendapatkan dana PMN dari pemerintah senilai Rp700 miliar yang dialokasikan di APBN-P 2015.

Dengan PMN tersebut, menurut Silmy, Pindad siap memenuhi permintaan senjata oleh Pemerintah kepada TNI/Polri. Kemudian untuk perbaikan lini produksi alutsista, pengembangan bisnis produk industrial untuk mendukung poros maritim, pengembangan fasilitas produk dan pengembangan kompetensi sumber daya manusia.

Menurut Silmy, proses transformasi di PT Pindad tengah berlangsung dengan tiga target, pertama mampu memenuhi keingingan  pemerintah untuk memenuhi alutsista. Kedua memenuhi spesifikasi dan kualitas dari konsumen, dan ketiga menyiapkan Pindad bersaing dengan produsen senjata internasional.

"Kami bersyukur mendapat PMN itu meski sampai saat ini belum cair," terangnya.

PERKEMBANGAN PT PINDAD - Cikal bakal PT Pindad awalnya adalah sebuah bengkel peralatan militer di Surabaya yang dirikan oleh Belanda  pada 1808 bernama  Artillerie Constructie Winkel (ACW). Bengkel tersebut berkembang menjadi sebuah pabrik, dan dipindahkan lokasinya  ke Bandung pada 1923. Sejak diserahlan Belanda kepada pemerintah Indonesia pada 1950 pabrik tersbeut berubah nama menjadi Pabrik Senjata dan Mesiu (PSM).

Kemudian PSM yang dibawah pengelolaan Angkatan Darat berubah menjadi sebuah industri alat peralatan militer dan berubah nama menjadi PT. PINDAD. Selanjutnya sejak 29 April 1983 menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan nama PT. Pindad (Persero). Sempat beberapa kali ganti nama seperti ketika dibawah pembinaan Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) menjadi PT. Pakarya Industri (Persero) dan kemudian berubah lagi menjadi PT. Bahana Pakarya Industri Strategis (Persero). Hingga BPIS dibubarkan dan kembali namanya menjadi PT. Pindad (Persero) di bawah pembinaan Kementerian.

PT Pindad memiliki pabrik di dua lokasi, yakni di Turen, Malang, Jawa Timur  dan Bandung Jawa Barat berkembang tidak hanya memproduksi  persenjataan dan kendaraan perang. Pidad telah berkembang ke dalam sejumlah divisi selain Divisi Amunisi di Turen. Juga Divisi Senjata, Divisi Mekanikal, Divisi Elektrikal, Divisi Forging & Casting, Unit Bisnis Toko Perlengkapan, Unit Bisnis Stamping, dan Unit Bisnis Laboratorium.

Selain perkembangan produk yang dihasilkkan,  Pindad juga telah memiliki sejumlah anak usaha diantaranya PT Cakra Mandiri Pratama Indonesia, PT Goodrich Pindad Aeronautical System Indonesia, PT MAN Diesel & Turbo Indonesia, PT Inti Pindad Mitra Sejati yang merupakan Joint Operation (JO) Pindad.

BACA JUGA: