JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Perhubungan menyatakan pelabuhan Cilamaya akan tetap dibangun di daerah Cilamaya. Namun pembangunan akan digeser ke lokasi baru yang berjarak 2,9 kilometer kearah barat dari lokasi semula.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan J.A Barata mengatakan dari lokasi baru tersebut diketahui ada dua anjungan pengeboran lepas pantai dan daerah alur laut di sekitarnya masih kosong. Sehingga Kemenhub menyarankan agar Pertamina melihat kondisi lapangan terlebih dahulu. Menurutnya pembangunan pelabuhan Cilamaya adalah bagian dari program penurunan biaya logistik nasional dalam jangka panjang, hal itu sesuai dengan arahan Presiden dan Wakil Presiden.

Dia menambahkan pembangunan pelabuhan Cilamaya merupakan inisiatif sejak pemerintahan SBY. Untuk dokumen study teknis dan dampak lingkungan sudah dibuat oleh konsultan internasional dan sudah melibatkan manajemen PT Pertamina (Persero) dan SKK Migas pada periode sebelumnya.

Sementara itu, untuk pra studi kelayakan yang dilakukan tahun 2010, kemudian studi kelayakan (feasibility study) dilakukan pada tahun 2011 sampai 2012. Pembentukan study Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) hingga sampai draf final AMDAL untuk pelabuhan dan akses jalan telah dilakukan pada tahun 2012, namun masih perlu disempurnakan.

"Dengan adanya rencana pergeseran ke lokasi baru kurang lebih 2,9 km ke arah Barat dari lokasi semula, akan diadakan studi AMDAL," kata Barata dalam siaran persnya, Jakarta (30/3).

Dia menuturkan pembangunan pelabuhan Cilamaya bukanlah proyek Kemenhub tapi inisiatif yang dimotori Bappenas. Disamping Bappenas, mengingat pelabuhan Cilamaya merupakan program prioritas MP3EI (Perpres Nomor 32 Tahun 2011). Dalam koordinasi rencana pelaksanaannya juga melibatkan berbagai Kementerian diantaranya Kementerian Pekerjaan Umum untuk akses jalan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Pertamina yang dikoordinasikan oleh Kantor Menko pada kabinet yang lalu.

Dia mengatakan pembangunan dilakukan oleh pihak swasta murni tanpa menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), mengingat dana APBN terbatas untuk pembangunan daerah tertinggal. Kemudian menyangkut anjungan pengeboran lepas pantai milik anak usaha Pertamina, perlu modernisasi perangkat keselamatan agar sesuai dengan UU Pelayaran No 17 Tahun 2008.

"Kemenhub mendorong agar pembangunan Cilamaya tidak boleh mengganggu lahan pertanian sehingga akse jalan dibangun dalam sistem closed gate dan elevated," kata Barata.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar turun tangan membereskan masalah terkait pembangunan Pelabuhan Cilamaya. Pasalnya, proyek tersebut tidak hanya menyangkut aspek perhubungan semata, melainkan menyangkut juga aspek energi, perikanan, pertanian, hingga masalah sosial.

Menurutnya pembangunan pelabuhan Cilamaya tidak jauh berbeda dengan permasalahan blok Mahakam, atau kontrak-kontrak Sumber Daya Alam (SDA) yang lain. Hal itu karena adanya pemburu rente yang sangat banyak, baik dari dalam negeri maupun asing, pemilik modalnya juga selaku investor.

"Jadi kalau sudah seperti itu, ya memang kita tidak terlalu banyak berharap akan ada pembelaan terhadap Pertamina," kata Marwan.

Menurutnya jika Presiden Jokowi tak kunjung mengambil langkah tegas terhadap segala permasalahan ini, mengingat ini menyangkut banyak aspek, maka apa yang dipertahankan Pertamina akan sia-sia.

Ia menambahkan dalam aspek energi maka proyek Cilamaya itu jelas sangat-sangat tidak layak. Sebab cadangan migas yang terkandung di area Cilamaya sebesar 750 juta barel. Kemudian untuk harga minyak USD50 per barel itu atau bisa menghasilkan triliunan rupiah.

Lalu dengan memperhatikan lifting sebagai suatu yang menjadi prioritas. Baik dari potensi uang dan keinginan mempertahankan lifting, maka otomatis semestinya pembangunan pelabuhan Cilamaya tidak ada perdebatan."Operasi ONWJ harus tetap berjalan. Yang lainnya bisa berpindah ke tempat lain," kata Marwan.

BACA JUGA: