JAKARTA, GRESNEWS.COM - Langkah Presiden Joko Widodo menganjurkan Badan Usaha Milik Negara menjual aset mereka melalui skema sekuritasasi untuk membantu pendanaan pembangunan infrastruktur dinilai gegabah. Anggota Komisi VI DPR RI Inas Nasrullah mengatakan, pemerintah sebaiknya mengkaji ulang rencana penjualan aset BUMN tersebut.

Anggota DPR dari Fraksi Hanura itu mengatakan, meski tujuannya untuk mendapatan keuntungan berupa dana segar, namun akan berpengaruh pada hilangnya aset milik negara yang dikuasai BUMN. "Harus dikaji dulu untung ruginya dan jangan terburu-buru," kata Inas kepada gresnews.com, Rabu (30/11).

Aset negara, kata Inas, terancam hilang jika, negara tidak mampu mengembalikan pinjaman kepada pihak asing atau swasta dalam skema penjualan melalui sekuritasasi. "Jangan sampai penjualan aset BUMN hanya untuk kepentingan Menteri BUMN dan pihak- pihak tertentu yang sengaja agar aset yang dimiliki negara hilang dengan begitu saja," jelasnya.

Aset BUMN, kata Inas, sangat penting bagi negara, sehingga harus dipertahankan. Jangan sampai aset BUMN yang selama ini sudah susah-susah dijaga beralih menjadi milik asing lewat penguasaan saham. "Aset BUMN sangat berharga bagi sebuah negara untuk membangun bangsa, jangan sampai dikuasai oleh pihak asing yang sengaja untuk masuk agar bisa sepenuhnya mengendalikan aset-aset BUMN kita," tegasnya.

Menurutnya, meskipun partainya mendukung apa yang dilakukan pemerintah, tetapi penjualan aset BUMN perlu diperhatikan supaya penjualan aset BUMN melalui sekuritas tidak membuat negara mengalami kerugian finansial plus kehilangan aset-aset BUMN. Lagipula untuk melaksanakan niatnya itu, pemerintah harus memiliki dasar hukum dan aturan yang jelas, sehingga tidak melanggar UU yang berlaku.

Pada kesempatan terpisah, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP BUMN Bersatu) Arief Poyuono mengatakan, keinginan Presiden Joko Widodo untuk bisa mencari Sumber pendanaan baru untuk menuntaskanpembangunan proyek infrastruktur nasional yang memerlukan pendanaan sebesar Rp5000 trilliun rupiah, melalui penjualan Aset BUMN harus didukung oleh stakeholder BUMN dan DPR.

"Agar pemerintah tidak terlalu bergantung pada utang luar negeri dan menambah utang luar negeri karena akan berdampak negatif pada fundamental perekonomian nasional," kata Arief kepada gresnews.com, Rabu (30/11).

Arief menilai dalam mengolah sumber pendanaan infrastruktur, yang patut diapresiasikan dari langkah langkah Presiden Joko Widodo, dengan rencana penjualan aset BUMN melalui sekuritas bukanlah penjualan aset BUMN atau berpindahnya aset BUMN secara fisik pada swasta dan asing. "Tetapi yang dilakukan adalah menjual surat berharga yang dijamin dengan aset BUMN yang dinilai nilai buku BUMN serta prospek bisnis BUMN yang akan dijual melalui sekuritas," jelasnya.

Dia menyebutkan, surat berharga BUMN yang akan dijual melalui sekuritas bisa berbentuk obligasi, bond dan saham dengan cara melakukan privatisasi BUMN yang punya kinerja keuangan dan kinerja usaha yang punya prospek memberikan keuntungan. "Jadi sudah tepat, langkah jual aset BUMN melalui sekuritas dilakukan oleh Presiden Joko Widodo," ujarnya.

Dia mengungkapkan, dengan cara seperti itu, BUMN bisa lebih awal menerima dana segar dari penjualan sekuritas tersebut dan investor akan menerima bunga dengan berinvestasi pada surat berharga yang dilepas BUMN dan pegelolahan aset tetap oleh BUMN. "Karena selama ini kan PMN (penyertaan modal negara) kepada BUMN untuk memperbesar kapitalisasi BUMN dianggap memberatkan APBN," tegasnya.

Menurutnya dengan cara modern fund raising yang akan dilakukan Presiden Joko Widodo untuk menjual aset BUMN dengan sekuritisasi adalah sebuah solusi untuk pendanaan pembangunan infrastrutur sehingga tidak memakai utang luar negeri. Dengan cara itu, target pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan, bandara bisa terealisasi .

"Jadi tolong jangan disalahartikan menjual aset BUMN dengan sekuritas bukan jual secara putus tetapi merupakan instrumen pendanaan jangka panjang (3-10 tahun) dengan cara mengalihkan atau menjual aset berupa prospek bisnis BUMN ," paparnya.

HAL LUMRAH - Arief mengatakan, cara yang direncanakan Jokowi adalah cara yang lumrah dalam sistem bisnis modern. "Dalam skema ini, piutang dan portfolio aset yang berfungsi khusus yang disebut Special Purpose Vehicle (SPV). Kemudian SPV menerbitkan surat utang yang dijamin dengan portofolio aset BUMN tersebut," katanya.

Selain itu, Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu menyebut, menjual tangible dan intangible aset BUMN dengan sekuritas merupakan cara mencari modal yang cerdas. "Joko Widodo tahu benar kalau pendanaan dari investment banking dan lembaga keuangan dunia tidak mudah mendapatkan pinjaman dan banyak prasyaratnya," ujarnya.

Seperti diketahui, sebelumnya Presiden Joko Widodo meminta perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menjual aset yang mereka miliki ke swasta, melalui sistem sekuritisasi untuk membiayai proyek infrastruktur yang membutuhkan dana sebesar hampir Rp5.000 triliun hingga 2019.

Jokowi menyebutkan, perusahaan BUMN hanya bertugas sebagai pengelola aset dan bukan menjadi pemilik aset, karena itu saat ini BUMN tidak mendapat keuntungan lantaran bertindak sebagai pemilik aset. Dia menyampaikan contoh pada proyek jalan tol yang digarap oleh PT Jasa Marga Tbk (JSMR). BUMN infrastruktur tersebut hanya membangun jalan tol dan tidak memutar keuntungannya dengan menjual jalan tol miliknya kepada swasta. Akibatnya, selama 71 tahun Indonesia Merdeka, hanya mampu membangun 840 kilometer (km) jalan tol.

"BUMN kalau sudah bangun, misalnya Jasa Marga bangun tol Jagorawi dan kemudian dimiliki. Mestinya, kalau sudah jadi dari greenfield menjadi groundfield, harus dijual untung," kata Jokowi.

Lain halnya jika Jasa Marga membangun jalan tol dan setelah rampung dijual kepada swasta. Maka, mereka akan memiliki anggaran untuk membangun jalan tol dua kali lipat lebih besar di tempat lain. "Kalau memiliki bangunan, berpuluh tahun kita enggak akan bisa bangun jalan, bangun infrastruktur. Kalau senangnya dapat pemasukan kecil, enggak, bukan itu. Ini pentingnya sekuritisasi," tuturnya.

Jokowi menjelaskan, aset yang akan dijual ke swasta yang sudah menghasilkan cashflow stabil. Jika tidak, maka tidak akan ada swasta yang tertarik untuk membelinya. "BUMN harus jual ambil untung dan uangnya dipakai untuk bangun yang baru," tandas Jokowi.

Terkait hal ini, Menteri BUMN Rini Soemarno mengklarifikasi pernyataan Presiden Jokowi tersebut. Menurut Rini, yang dimaksud Jokowi BUMN menjual asetnya melalui skema sekuritasasi adalah keuntungan yang didapat BUMN dari salah satu asetnya dibayarkan dimuka oleh swasta yang menjaminkan dan kemudian selanjutnya diputar untuk membangun proyek baru. Dengan demikian BUMN mendapatkan obligasi atau pinjaman dari asumsi keuntungan tersebut.

Menurutnya, tenor pinjaman berkisar dari lima sampai sepuluh tahun, selama jangka waktu tersebut, keuntungan yang didapat dari aset perusahaan pelat merah diserahkan kepada swasta, sebab mereka sudah membayarkan dimuka.

"Contohnya, jalan tol ini bisa mendapatkan revenue selama 10 tahun Rp3 triliun, terus kita menukar obligasi sekitar Rp2,5 trilliun, jadi yang akhirnya revenue stream dari jalan tol tersebut sudah terikat dengan obligasi ini, maka setiap kali kita perlu bayar cicilan, itu diambil dari revenue stream," ujar Rini.

Dia menyebutkan, dengan konsep sekuritisasi, pengelolaan aset akan tetap berada ditangan BUMN. "Maka kita dapat dimuka, uang tersebut dapat digunakan untuk investasi baru," ungkapnya. (dtc)

BACA JUGA: