JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) saat ini tengah berupaya untuk memberangus ribuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tidak mempunyai sertifikat Clean and Clear (CnC). Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot Aryono mengatakan, sejak tahun 2009, pasca otonomi daerah dibuka, jumlah IUP yang diterbitkan melonjak hingga lebih dari 10 kali lipat.

Akibatnya, dari awalnya hanya ada 900 IUP, setelah 2009 jumlahnya membengkak menjadi 10 ribu IUP. Kebanyakan IUP tersebut diterbitkan oleh kepala daerah. Masalahnya, kata Bambang, tidak semua dari izin-izin itu memiliki sertifikat CnC alias abal-abal.

"Dari 10 ribu IUP itu, hanya kurang lebih 6 ribu yang CnC, namun sisanya sebanyak 4 ribu IUP tidak CnC atau abal-abal," kata Bambang disela acara diskusi di Gedung Tempo Scan, Jakarta, Senin (7/11).

Bambang mengatakan, akibat terbitnya ribuan IUP abal-abal itu, ada sejumlah kepala daerah yang akhirnya terlibat masalah hukum, lantaran penerbitan IUP non CnC sarat dengan korupsi. "Misalnya Gubernur Sulawesi Tenggara berurusan dengan KPK karena tumpang tindih tahanan pertambangan," ujar Bambang.

Menurutnya, untuk menuntaskan masalah tersebut, pihak Kementerian ESDM telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No 43/2015 untuk menata ribuan IUP abal-abal yang tidak CnC tersebut. "Yang harus diketahui, dari 4.023 IUP non CnC baru 1.613 IUP yang sudah ditindaklanjuti oleh para kepala daerah, dimana 534 IUP diantaranya telah dicabut, tapi masih ada 2.410 IUP non CnC yang tidak tersentuh," tegas Bambang.

Kata dia jika berdasarkan aturan tersebut, maka semua IUP non CnC yang tidak jelas tindaklanjutnya otomatis harus dicabut oleh gubernur pada Januari 2017.

Bambang menerangkan, IUP dapat dinyatakan CnC apabila memenuhi aspek administrasi dan kewilayahan. Dari aspek administrasi, IUP harus didukung oleh dokumen-dokumen yang lengkap, penerbitannya harus sesuai undang-undang, dan masa berlakunya belum habis. Sedangkan dari aspek kewilayahan, IUP tidak boleh tumpang tindih dengan IUP lainnya.

Di era Sudirman Said, Kementerian ESDM telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 43 Tahun 2015 (Permen ESDM 43/2015) untuk menata ribuan IUP abal-abal yang tidak Clean and Clear (CnC). "IUP non CnC kita laporkan, diharapkan selesai sesuai Permen ESDM 43," ujar Bambang.

Terkait maraknya penerbitan IUP abal-abal ini, anggota Komisi VII DPR RI Inaz Nasrullah mengatakan, hal itu terjadi karena banyaknya pengusaha abal-abal bermodal dengkul. Perusahaan semacam ini berbisnis dengan membawa-bawa IUP untuk ditawarkan kepada investor. "Banyak investor yang menolak karena permintaan pembagian saham yang tidak masuk akal," kata Inaz kepada gresnews.com, Senin (7/11).

Menurut Pria kelahiran Jakarta 23 September 1959 ini, harus ada aturan bahwa IUP yang sudah diterbitkan mempunyai batas waktu dalam realisasinya. Hal ini penting agar tidak terjadi penyalahgunaan dan IUP abal-abal. "Maka menurut saya, sebaiknya IUP ditarik ke pusat," jelas politisi Hanura itu.

TINDAK PIDANA KORUPSI - Sementara itu di tempat terpisah, Pengamat Ekonomi dan Energi Universitas Gadjah Mada Fahmi Radhi mengatakan, kewenangan daerah menerbitkan IUP berpotensi menimbulkan tindak pidana suap atau korupsi jika tidak ada pengawasan ketat. "Indikasinya adalah banyak sekali UIP yang diterbaitkan termasuk kategori abal-abal," kata Fahmi kepada gresnews.com, Senin (7/11).

Fahmi mengungkapkan, KPK harus menindaklanjuti adanya indikasi penyelewengan yang dilakukan oleh oknum pemerintah daerah dibalik terbitnya IUP abal-abal tersebut. Menurutnya, selain diperketat pengawasan oleh Kementerian ESDM, juga perlu diperbaharui mekanisme pengawasan.

"Misalnya, tahapan izin untuk keputusan terakhir IUP merupakan kewenangan Menteri ESDM, sehingga IUP Non CnC dapat dibatalkan hingga memenuhi syarat CnC," tegasnya.

Untuk masalah hukum, Bambang Gatot Aryono, mengungkapkan pihaknya telah bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk penertiban izin pertambangan ini. Kepala daerah yang tak mau mencabut IUP non CnC hingga Januari 2017 akan berurusan dengan KPK.

Dengan demikian, KPK bisa mengusut apakah ada praktik korupsi dalam penerbitan IUP abal-abal itu, oleh kepala daerah yang bersangkutan. "Kami minta mereka harus mencabut pada Januari 2017. Nanti dengan KPK kami ngomong. Kalau nggak mau cabut, nanti ada KPK," kata Bambang.

RAWAN DIGUGAT - Hanya saja, dia memprediksi, usaha menertibkan IUP abal-abal ini memang tak mudah, sebab bisa saja timbul gugatan hukum dari pemegang IUP. Sejauh ini, kata dia, 534 IUP non CnC telah dicabut dan tidak menimbulkan gejolak, tidak ada perusahaan tambang pemilik IUP non CnC yang mengajukan gugatan pada pemerintah.

Namun, masih ada ribuan IUP non CnC lagi yang harus ditertibkan pemerintah. Bambang mengatakan, dalam prosesnya nanti bisa saja pencabutan IUP abal-abal ini berpotensi menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. Pemerintah harus berhati-hati agar tidak digugat dan diminta membayar ganti rugi kepada perusahaan pemilik IUP.

Dia menambahkan, pemerintah juga harus waspada apabila IUP non CnC yang tumpang tindih wilayahnya itu dimiliki oleh perusahaan asing. Pemerintah bisa digugat ke arbitrase internasional, seperti yang dilakukan oleh India Metals and Ferro Alloys Limited (IMFA), perusahaan tambang asal India, pada tahun lalu. "Kita juga harus lihat apakah ada unsur asing atau tidak agar tidak terjadi kasus seperi IMFA," ucapnya.

Untuk meminimalkan gugatan hukum, Bambang telah berkoordinasi dengan kepala-kepala dinas pertambangan di seluruh Indonesia untuk terus menyosialisasikan penertiban IUP. Penertiban disosialisasikan melalui berbagai cara supaya pelaku usaha dapat segera memenuhi persyaratan mendapat status CnC.

"Kami sudah sepakat dengan kadis-kadis, masalah timbul gugatan mungkin saja. Tapi kalau diumumkan, bertahap, ini akan meminimalkan," tutupnya. (dtc)

BACA JUGA: