JAKARTA,GRESNEWS.COM - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan pembentukan holding BUMN akan mewujudkan BUMN yang menuai laba sehingga memberi pemasukan bagi kas negara. Karena itulah pemerintah terus berupaya secepatnya merampungkan pembentukan holding BUMN perbankan, pertambangan, energi, pangan, perumahan serta infrastruktur.

Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan 118 BUMN mempunyai peran ekonomi dan potensi bisnis yang signifikan. Salah satu bentuknya berupa sumbangsih bagi penerimaan negara berupa pembayaran pajak dan dividen.

Dia menjelaskan, sesuai data total pajak yang dibayarkan BUMN bagi penerimaan negara pada 2010 mencapai Rp114 triliun dan meningkat menjadi sebesar Rp 183 triliun pada 2015. Kemudian juga total dividen yang dibayarkan kepada negara meningkat dari Rp30 triliun tahun 2010 menjadi Rp37 triliun tahun 2015.

"Maka peran BUMN sebagai agen pembangunan untuk membangun kawasan yang masih tertinggal di dalam negeri, bisa terus dilakukan," kata Rini di sela-sela Forum BUMN "Dua Tahun BUMN dalam mewujudkan Nawa Cita di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (3/11).

Dia menyebutkan, jika peran BUMN dalam meningkatkan sumbangsih bagi penerimaan negara masih cukup besar. Sementara pada 2014, total pendapatannya mencapai Rp1.997 triliun, meskipun kemudian menurun pada 2015 menjadi Rp1.700 triliun.

Sebelumnya dalam konpres diawal 2016, Rini menjelaskan jumlah BUMN pada akhir tahun 2015 yang semula 119 Perusahaan berkurang menjadi 118 Perusahaan, sehubungan dengan meleburnya PT Reasuransi Umum Indonesia (Persero) ke dalam PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero).

Total Asset BUMN Tahun 2015 mencapai Rp 5.395 Triliun (Prognosa), atau mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2014 sebesar Rp 4.577 Triliun. Untuk Tahun 2016, total asset BUMN ditargetkan sebesar Rp 6.240 Triliun.

Total Pendapatan BUMN Tahun 2015 (Prognosa) sebesar Rp 1.728 Triliun, atau mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 2014 sebesar Rp 1.932 Triliun. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi perekonomian di tahun 2015. Untuk Tahun 2016, total Pendapatan ditargetkan meningkat menjadi Rp 1.969 Triliun.

Total EBITDA Tahun 2015 (Prognosa) sebesar Rp 342 Triliun, meningkat dari tahun 2014 sebesar Rp 319 Triliun. Untuk Tahun 2016, total EBITDA ditargetkan sebesar Rp 377 Triliun. Total Laba Bersih BUMN Tahun 2015 (Prognosa) sebesar Rp 150 Triliun, sedikit menurun jika dibandingkan tahun 2014 yang tercapai sebesar Rp 159 Triliun. Untuk Tahun 2016, total Laba Bersih ditargetkan sebesar Rp 172 Triliun.

BUMN rugi mengalami penurunan, baik dari sisi nilai maupun jumlahnya. Total kerugian turun tahun 2015 dari Rp10,2 Triliun menjadi Rp5,8 Triliun dengan jumlah BUMN rugi dari 27 menjadi 18 BUMN. Prognosa belanja modal BUMN Tahun 2015 sebesar Rp268,3 Triliun dan tahun 2016 ditargetkan meningkat 51% menjadi Rp 404,8 Triliun.

Total setoran pajak dan dividen BUMN tahun 2015 sebesar Rp202 Triliun, menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp211 Triliun.

Pemerintah terus melakukan upaya meningkatkan pendapatan BUMN dengan cara menfokuskan BUMN dengan 13 sektor usaha yang disiapkan secara sehat. " Jadi peran agen pembangunan, hanya BUMN yang diharapkan dan diandalkan, pihak swasta biasanya tidak banyak atau tidak mau memainkan peran ini," ujar Rini.

Sebelumnya Ketua Tim Gugus Tugas Holding BUMN Wianda Pusponegoro mengatakan seluruh pembentukan holding saat ini terus dikerjakan. Tapi, dari keenam holding tersebut, sektor pertambangan terlihat paling siap dalam hal konsolidasi di dalamnya.

Wianda mengatakan, Holding BUMN Pertambangan terdiri dari PT Timah (Persero), PT Bukit Asam (Persero), PT Aneka Tambang (Persero), dan PT Inalum (Persero). Keempat perusahaan BUMN ini menunjukkan konsolidasi yang kuat didalam pembentukan holding BUMN Pertambangan. "Sisi konten mereka sudah maping, padahal mereka empat BUMN loh. Sosialisasi juga sudah dilakukan pada pekerja internal, ini menunjukan stakeholder utama siap," ujarnya di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (2/11/2016).

Menurut Wianda, konsolidasi di antara keempat BUMN memang sangat baik. Mereka saling mendukung satu sama lain, seperti PT Timah menjelaskan ke PT Bukit Asam, PT Bukit Asam ke PT Inalum, dan sebaliknya. "Saya berharap sosialisasi internal di sektor holding lainnya dapat meniru langkah holding BUMN Pertambangan ini," ujarnya.

Meski progres holding BUMN lainnya lambat, Wianda mengatakan semua masih terus berjalan. Dirinya pun masih optimis semua holding BUMN ini bisa terbentuk hingga akhir tahun ini. "Kami punya rapat rutin dan masing-masing sektoral ini sudah sangat paham untuk isu dengan sharing publik, intinya bahwa kita progres terus. Terasa memang banyak BUMN mungkin belum nyaman menyampaikan ini karena masing-masing masih menunggu PP. Walaupun begitu persiapan tetap terus dilakukan," ujarnya.

PERLU PENGAWASAN - Sementara itu, Sekjen Federasi Serikat Pekerja BUMN Tri Sasono mengatakan sebenarnya tanpa pembentukan holding BUMN asalkan setiap BUMN diurus secara benar dan dikembalikan ke cita cita semula untuk apa BUMN dibentuk maka dapat terasa manfaat dari BUMN bagi masyarakat dan negara.

"Sehingga dipastikan BUMN dapat meningkatkan sumbangsih bagi penerimaan negara yang cukup besar, serta manfaatnya sangat dirasakan masyarakat secara langsung," kata Tri kepada gresnews.com, Kamis (3/11).

Namun saat ditanyakan soal harus ada pengawasan yang ketat agar tidak terjadinya korupsi dalam pembentukan holding BUMN, "Bisa saja terjadi korupsi atau tidak tergantung pengawasan dari pemerintah saja," jelasnya.

Menurutnya pembentukan holding BUMN akan berdampak pada pengurangan sumber daya manusia (SDM)," Hanya saja kalau ada holding biasanya ada pengurangan pegawai," ujarnya.

Direktur Centre for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan potensi penerimaan dari BUMN untuk negara seharusnya dapat lebih besar. "Jadi, sebetulnya untuk peningkatan penerima negara dari BUMN, masih bisa. tapi, untuk tahun ke depan, ada kenaikan, tapi tidak signifikan karena orang yang mengurus BUMN baik di jajaran direksi atau komisaris, bukan orang-orang profesional tapi, "orang pesanan" partai politik, yang kinerja bukan untuk memperbaiki BUMN agar penerimaan negara meningkat tapi BUMN dijadikan bancakan untuk kepentingan politik ," kata Uchok kepada gresnews.com, Kamis (3/11).

Dijelaskan Uchok, masih terdapat sejumlah BUMN yang menderita kerugian dengan nilai total Rp 6,7 triliun. Angka itu sama dengan kerugian bailout Bank Century era Susilo Bambang Yudhoyono. Besaran itu ditambah US$ 25,5 juta, 24.000 euro, dan 210.000 dolar Singapura dalam 5.999 kasus. Data itu didapatkan Uchok dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun 2014, yang merupakan audit atas kinerja BUMN di era Pemerintahan SBY-Boediono.

Bagi Uchok, fakta itu menyedihkan karena uang negara sebesar itu menguap tanpa jejak, dan pejabat BUMN tidak ada yang mau bertanggung jawab. Dari data BPK yang ada, kata Uchok, enam besar BUMN yang merugi adalah Perum Bulog yang rugi Rp 1,2 triliun, dan US$ 2,8 juta dengan 134 kasus. Lalu PT Perusahaan Gas Negara dengan potensi kerugian negara Rp 84,4 miliar, dan US$ 2,5 juta dengan 57 kasus.

Di urutan ketiga PT PLN yang ditemukan potensi kerugian negara sebesar Rp 587 miliar, dan US$ 1,2 triliun dengan 344 kasus. Keempat adalah PT PAL Indonesia dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 549,6 miliar, dan US$ 1,2 juta dengan 66 kasus. Urutan kelima adalah PT Garuda Indonesia yang ditemukan potensi kerugian negara sebesar Rp 16 miliar, dan US$ 1,2 juta dengan 85 kasus. Di urutan keenam, ada PT Pertamina yang ditemukan potensi kerugian negara sebesar Rp 24,2 miliar, dan US$ 446.200 dengan 730 kasus.

BACA JUGA: