JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengucuran modal negara ke sejumlah perusahaan Badan Usaha Milik Negara  (BUMN) yang telah diketok persetujuannya oleh DPR ternyata belum seluruhnya tersalur kepada perusahaan BUMN. Dari 30 perusahaan yang disetujui diberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) ternyata baru 3 perusahaan telah menerima kucuran. Akibatnya sebagian dari mereka kembali mengajukan PMN ke DPR dengan nilai yang sama.

Terkait hal ini Komisi VI DPR RI pun mempertanyakan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tentang belum cairnya dana PMN tahun anggaran 2015 kepada beberapa perusahaan BUMN. Sebab menurut Komisi VI dana PMN tahun anggaran 2015 sebesar Rp39,92 triliun telah disetujuinya kepada 30 perusahaan BUMN.

Anggota Komisi VI DPR RI Nasril Bahar menanyakan  tindak lanjut pelaksanaan PMN kepada 30 perusahaan BUMN dalam pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Sebab hingga saat ini, belum ada keterangan baik oleh Kementerian dan perusahaan BUMN terkait penerimaan PMN tahun anggaran 2015.

Menurutnya hingga saat ini hanya beberapa perusahaan BUMN, khususnya BUMN infrastruktur yang mendapatkan Peraturan Pemerintah (PP) terkait penerimaan PMN. Sementara diluar dari BUMN infrastruktur, beberapa perusahaan  masih belum mendapatkan PMN.

"Saya ingin tahu progres demi progres dari pemerintah terhadap pelaksanaan PMN yang turun kepada 30 BUMN dari APBNP 2015," kata Nasril dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR dengan Kementerian BUMN di DPR, Jakarta, tadi malam.

Anggota Komisi VI DPR RI Lili Asdjudiredja mengaku ragu, untuk membahas pengajuan perusahaan BUMN penerima PMN tahun anggaran 2016. "Sebab beberapa perusahaan yang sudah menerima PMN di tahun anggaran 2015, ternyata kembali mengajukan PMN dengan jumlah PMN yang sama," katanya.

Dia mengatakan terkait beberapa perusahaan BUMN yang kembali mengajukan PMN, Komisi VI DPR RI tentu akan memprioritaskan sesuai program pemerintah. Saat ini pemerintah fokus kepada pembangunan infrastruktur dan kedaulatan pangan, sehingga DPR pun akan mengarahkan pengucuran PMN kepada program tersebut.

WASPADAI PENYIMPANGAN - Dia juga menyoroti pengucuran PMN dalam bentuk cash dan non cash.  Menurutnya bagi perusahaan yang menerima PMN dalam bentuk non cash, seolah-olah sama dengan pemindah bukuan keuangan perusahaan ke pihak tertentu. Hal ini berpotensi dapat menimbulkan penyimpangan. Maka dari itu, Komisi VI DPR RI perlu melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit kepada perusahaan BUMN yang menerima PMN non cash.

"Ternyata memang penerima PMN itu belum semuanya menerima. Saya jadi agak ragu. Nanti kedepannya jadi banjir rekomendasi untuk penerima PMN," kata Lili.

Namun Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman Natawijana mengatakan, pengawas Panitia Kerja (Panja) PMN yang dibentuk Komisi VI DPR RI belum dapat bekerja, karena beberapa perusahaan BUMN belum mendapatkan dana PMN. Akibat belum menerima dana PMN tahun anggaran 2015 beberapa rekomendasi dari Komisi VI DPR RI juga belum ada yang dilaksanakan.

Oleh karena itu, Azam mempertanyakan sikap Kementerian BUMN terhadap PMN yang sudah disetujui pada tahun anggaran 2015. Sebab Komisi VI  menjadi sulit menentukan nasib pengajuan PMN tahun anggaran 2016, menyusul belum dikucurkannya PMN tahun anggaran 2015 kepada beberapa perusahaan BUMN.

"PMN 2015 saja hanya beberapa BUMN yang sudah disetujui melalui PP. Ini belum komplit dari total 39,92 triliun," kata Azam.

Pendapat yang sama juga disampaikan anggota Komisi VI lainnya Bambang Haryo Soekartono. Ia meminta pengajuan PMN untuk anggaran tahun 2016 harus dikaji ulang. Sebab masih banyak perusahaan BUMN disetujui menerima PMN tahun sebelumnya belum menerima kucuran dananya. Sehingga DPR belum bisa melihat kinerja BUMN-BUMN tersebut.

Menyikapi hal itu, Menteri BUMN Rini Soemarno menjelaskan lambannya proses pencairan PMN tahun anggaran 2015 karena persiapan legalisasi berupa PP perlu memakan waktu. Sedangkan pengucuran kepada beberapa perusahaan BUMN itu, karena pemerintah memandang ada prioritas untuk pembangunan infrastruktur. BUMN yang sudah menerima PMN diantaranya PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Hutama Karya (Persero) dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk.

Saat ini diakui Rini, untuk beberapa perusahaan masih dalam proses pencairan di Kementerian Keuangan. Seperti untuk Perum Bulog, PT Perusahaan Pengelola Aset/PPA (Persero), PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM) dan PT PAL (Persero). Rini menargetkan pengucuran PMN terhadap sejumlah perusahaan itu akan kelar dalam waktu dua minggu ke depan, sejumlah Rp9 triliun. Sementara beberapa perusahaan BUMN lainnya saat ini dalam tahap harmonisasi PP di Kementerian Hukum dan HAM.

"Kami sudah menjadwalkan untuk proses pencairannya. Sebelum akhir tahun semuanya sudah dicairkan," tegas Rini.

29 BUMN AJUKAN PMN - Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian BUMN mengajukan PMN untuk sejumlah perusahaan BUMN untuk anggaran 2016.  Kementerian BUMN mengajukan senilai Rp 43,12 triliun  untuk 29 perusahaan BUMN dalam rancangan APBN 2016 yang tengah disusun pemerintah.

Permintaan PMN itu berbentuk tunai senilai Rp39,45 triliun yang akan didistribusikan kepada 25 BUMN dan PMN non-tunai senilai Rp3,67 triliun untuk 8 BUMN. Dari jumlah itu 3 perusahaan meminta PMN tunai dan non-tunai sekaligus.

PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)  tercatat sebagai BUMN yang meminta PMN paling besar yakni senilai Rp8 triliun. Pada anggaran tahun sebelumnya PLN telah memperoleh pengucuran PMN sebesar Rp 5 triliun melalui  APBN Perubahan 2015.

Sementara BUMN yang diusulkan mendapatkan PMN jumlah terbesar kedua adalah PT Hutama Karya (Persero). Padahal pada APBN-P 2015, perusahaan yang ditugaskan menggarap proyek Trans Sumatera ini disetujui memperoleh PMN sebesar Rp3,6 triliun.

Selain itu beberapa BUMN seperti, PT Asuransi Kredit Indonesia (Persero), Perum Jamkrindo, PT Angkasa Pura II (Persero), Hutama Karya, PT Dok Kapal Surabaya (Persero), Perum Perikanan Indonesia dan PT Pindad (Persero) merupakan adalah BUMN yang tahun sebelumnya menerima PMN dan ditahun 2016 kembali mengajukan suntikan PMN.

BACA JUGA: