JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menyamakan sistem evaluasi tarif listrik seperti evaluasi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dilakukan setiap tiga bulan sekali. Dengan cara itu, pemerintah berharap pola kenaikan dengan evaluasi tiga bulanan ini akan menjaga daya beli masyarakat dan menjaga laju inflasi terkendali.

Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, rencana perubahan evaluasi tarif listrik untuk golongan non subsidi ini adalah intruksi langsung dari Presiden Joko Widodo. Jonan menjelaskan, lewat pola itu, jika tarif listrik bagi 12 golongan yang mengalami penyesuaian tarif tidak akan mengalami perubahan pada Januari 2017 mendatang.

"Jadi tarif listrik sesuai permintaan Pak Jokowi tidak akan ada kenaikan sampai tiga bulan, maka kita akan ajukan evaluasi tarif listrik per tiap tiga bulan," kata Jonan di Kantornya Gedung Kementerian ESDM, Selasa (20/12).

Menurutnya, Kementerian ESDM akan mengajukan perubahan jangka waktu evaluasi ke Komisi VII DPR RI. Dengan demikian perubahan skema tersebut maka akan mengubah ketentuan tarif listrik sebelumnya yakni, Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 Tahun 2014, tepatnya pada Pasal 5 Ayat (2).

Pasal tersebut menegaskan, penyesuaian tarif diberlakukan setiap satu bulan sekali terhitung sejak 1 Januari 2015 yang dipengaruhi oleh inflasi, harga minyak mentah (Indonesian Crude Price/ICP), dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Jonan menambahkan, tarif setrum yang tetap tak naik pada tanggal 1 Januari 2017 mendatang hanya berlaku bagi listrik non subsidi. Namun untuk tarif untuk 18,9 juta pelanggan 900 Volt Ampere (VA) tetap akan naik sesuai rencana pencabutan subsidi di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 .

"Harga yang keekonomian tidak naik, tetapi apa yang telah diputuskan di DPR tentang 900 VA tersebut tetap sama," ucapnya.

Terkait masalah inflasi, sebelumnya Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, laju gerak inflasi di 2017 bisa naik karena kenaikan tarif listrik akibat pencabutan subsidi bagi pelanggan 900 Va, kenaikan harga BBM, hingga kenaikan suku bunga acuan. Untuk mencegah inflasi naik tinggi, pemerintah akan memfokuskan menjaga harga pangan.

Alasannya, kata Darmin, karena kenaikan inflasi dari listrik, BBM, dan suku bunga sulit dihindari. "Di 2017 akan sangat krusial bisa nggak ini, listrik naik, BBM naik, kalau dia naik kalau inflasi agak tinggi maka tingkat bunga kebijakan BI, 7 days repo rate itu akan kena tekanan juga. Oleh karena itu ini bisa nggak 2017. Bisa, sepanjang kita bisa mengatasi persoalan pangan ini," kata Darmin.

"Artinya kita ingin tahun depan, kalau pun harga Tarif Dasar Listrik akan naik, mungkin BBM juga akan tekanannya agak tinggi, kita ingin inflasi tidak melampaui 4%. Itu artinya pangan harus dijaga," imbuhnya.

Ia menyebut, jika dapat mengendalikan pangan maka akan mencegah inflasi di atas 4%. Di mana aturan pemerintah inflasi harus berada di bawah 4%. "Karena kalau nggak bisa mengendalikan itu, inflasi akan di atas 4%, kalau di atas itu adalah kebijakan pemerintah dan BI," kata Darmin.

Darmin menyebut, saat ini pemerintah masih menyiapkan apa yang harus dilakukan untuk membangun pangan. Saat ini pemerintah masih mengkaji data-data untuk persiapan mencegah inflasi di tahun 2017.

"Ya memang kita apa, kita betul-betul sedang mendalami datanya sebenarnya. Kelihatannya kita semakin cermat bisa ketahui situasinya lebih baik. Dibanding dengan setahun yang lalu yang menduga-duga, berdebat soal angka, sekarang perdebatannya sudah makin reda karena kita semakin sepakat bahwa situasinya sebenarnya begini sehingga kebijakannya juga menjadi lebih mudah diputuskan," imbuhnya.

Namun, Darmin masih merahasiakan kebijakan pangan yang disiapkan untuk mencegah inflasi mencapai 4%. Ia menyebut aturan itu akan dikeluarkan menjelang akhir tahun atau awal 2017.

SEDERHANAKAN GOLONGAN TARIF LISTRIK - Anggota Komisi VII DPR RI Idris Luthfi mengatakan, sebelum mengajukan evaluasi kenaikan tarif listrik untuk 12 kategori per tiga bulan, pemerintah harus memenuhi janjinya dulu untuk menyederhanakan golongan atau kategori tarif listrik.

"Penyerderhanaan tersebut juga harus dilengkapi dalam kajian yang komprehensif, dan saya berharap rekan-rekan di Komisi VII DPR, dapat mencermatinya dengan baik," kata Idris kepada gresnews.com, Selasa (20/12).

Politisi Hanura itu menilai, penyederhanaan kebijakan tarif listrik untuk 12 golongan tersebut bisa berdampak positif bagi masyarakat. "Sehingga ketika memutuskan benar-benar keputusan yang adil. Adil buat rakyat, pemerintah dan industri," tegasnya.

Ditempat terpisah, peneliti dari INDEF Bhima Yudhistira, mengatakan jika  tarif listrik dievaluasi tiap tiga bulan, justru akan memiliki dampak terhadap naiknya angka inflasi. "Jadi kenapa listrik dievaluasi per tiga bulan itu? Kalau memang ingin dinaikkan, kenaikan tarifnya bisa dilakukan bertahap jangan tiba-tiba naik setiap tiga bulan," kata Bhima kepada gresnews.com, Selasa (20/12).

Bhima mengatakan, jika tarif listrik dievaluasi seperti evaluasi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dilakukan setiap tiga bulan sekali, maka akan berdampak pada masyarakat. "Nanti kalau bersamaan dengan BBM yang disesuaikan per tiga bulan, akan bisa mengganggu daya beli masyarakat," jelasnya.

Menurutnya, inflasi akan terjadi ketika harga listrik dan BBM yang diatur pemerintah melonjak tinggi secara bersamaan. Jika hal itu terjadi, masyarakat akan kaget sehingga daya beli merosot.

"Jadi tidak bisa hanya melihat kepentingan perencanaan perusahaan saja. Sisi kesiapan masyarakat menghadapi perubahan harga juga perlu dipertimbangkan," tegasnya. (dtc)

BACA JUGA: