JAKARTA,GRESNEWS.COM - Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenaketrans) kembali menggelar sidang mediasi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ( PPHI) antara pihak PT Perusahaan Pengelola Aset/ PPA Persero), manajemen PT Merpati Nusantara Airline (Persero) dan mantan karyawan serta pensiunan Merpati. Sidang mediasi ini untuk menyelesaikan tuntutan puluhan eks karyawan PT Merpati Nusantara Airlines yang menuntut manajemen membayarkan tunggakan gaji dan pensiun mereka yang belum dibayarkan sejak Desember 2013.

Kasubdit Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) Ditjen Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan Reyman Aruan mengatakan selaku mediator meminta agar manajemen Merpati tetap konsisten membayarkan hak para pekerja sesuai ketentuan yang telah di sepakati bersama. "Artinya pihak manajemen harus konsiten memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sesuai kesepakatan awal," kata Reyman kepada gresnews.com, di gedung Kemenakertrans, Jakarta, Senin (27/6).

Ia menjelaskan, belum adanya kepastian terkait penyelesaian tunggakan gaji dan dana pensiunan karyawan Merpati ini murni kesalahan manajemen Merpati. Manajemen tidak melaporkan permasalahan yang dialami oleh 87 orang eks karyawan dan pensiunan tersebut secara transparan kepada PPA, selaku pihak yang menyuntikkan dana pada Merpati. Lantaran tak dilapori maka pihak PPA mengaku tidak bisa memberikan kepastian soal pembayaran tunggakan gaji tersebut.

Namun Reyman menegaskan jika permasalahan tersebut bisa diselesaikan oleh pihak Merpati dengan PPA, tidak perlu harus konfirmasi kepada pihak Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Lantaran semua kepentingan ada di pihak manajemen Merpati dan PPA yang memiliki kewenangan untuk mencairkan dana tersebut.

Menurut Reyman seharusnya pihak Merpati bisa menyelesaikan permasalahan ini dengan melakukan koordinasi kepada pihak PPA selaku yang memegang dana tersebut untuk langsung membayar tunggakan gaji dan pensiunan eks karyawan. "Jangan Merpati mempermainkan hak yang sepenuhnya adalah milik mereka eks karyawan dan pensiun," jelasnya.

Dia meminta agar PPA bisa melihat secara jernih terkait permasalahan ini, karena diluar 1200 mantan karyawan yang sudah dibayarkan melalui Program Penawaran Paket Penyelesaian Permasalahan Pegawai Program (Program P5) masih ada pihak yang belum mendapatkan hak nya. Karena para mantan karyawan ini menolak pembayaran yang menggunakan program P5 yang dilakukan sepihak oleh manajemen Merpati.

"Kucuran dana dari PPA adalah hak pensiun dan eks karyawan, kalau sudah ada ya harus di eksekusi secepatnya, tapi jangan memaksa mereka harus mengikuti manajemen dengan program P5 yang terkesan memaksa," tegasnya.

PANGKAL MASALAH - Sebelumnya Sekretaris Jenderal FPM Erry Wardhana menjelaskan masalah 84 pegawai dan pensiunan Merpati itu tengah dalam proses mediasi di Kemenakertrans. Sejauh ini pegawai dan para pensiunan Merpati belum dibayarkan upahnya sejak Desember 2013, tanpa alasan yang jelas.

Erry mengakui sebenarnya sejak 2015, permasalahan ini sempat difasilitasi oleh Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industri (PPHI) Kemenakertrans. Kemudian mereka juga melakukan klarifikasi kepada Merpati. Saat itu pihak Merpati menjanjikan akan menjawab setelah ada Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Kementerian BUMN.

Mantan Senior Vice President Corporate Planning Merpati itu menegaskan, sebenarnya tidak ada perselisihan nilai gaji atau denda keterlambatan gaji. Sebab perusahaan sudah mengeluarkan Surat Keputusan (SKEP) soal nilai ini. "Tidak ada perselisihan terhadap nilai pesangon pensiunan dan nilai Jamsostek yang harus dibayarkan kepada pensiunan," ujar Erry kepada gresnews.com, ditemui di Gedung Kemenakertrans, Senin (20/6).

Masing-masing pensiunan juga sudah memegang Surat Keputusan Direksi yang ditandatangani oleh Direktur Utama. Di dalamnya sudah tertulis nilai yang harus dibayarkan perusahaan. Namun permasalahannya murni karena Merpati sebagai BUMN tidak mampu membayar kewajibannya kepada pegawai dan pensiunannya.

Belakangan jawaban dari RUPS Kementerian BUMN pada Februari 2016 menyetujui bantuan dana senilai Rp500 miliar dari pemerintah melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) untuk diprioritaskan bagi penyelesaian masalah hak pegawai. Dana Pemerintah itu dibungkus dalam Program Restrukturisasi dan Revitalisasi Merpati (Program RR).

Namun Erry menuding program RR itu "dipelintir" oleh manajemen Merpati menjadi Program Penawaran Paket Penyelesaian Permasalahan Pegawai Program (Program P5) alias program PHK paksa. Program itu ditawarkan kepada seluruh pegawai dan pensiunan dengan nilai pembayaran di bawah ketentuan UU Ketenagakerjaan. "Sehingga Program P5 ini layak dipertanyakan dan berpotensi batal demi hukum," ujarnya.

Sementara itu, Sudiyarto yang ditunjuk rekannya sebagai koordinator karyawan, meminta Kemenakertrans mengawasi pelaksanaan pembayaran kewajiban kepada karyawan. Sebab selama ini perusahaan telah memaksakan Program P5 terhadap 1.200 orang karyawan. Padahal program tersebut tidak dikehendaki mantan karyawan.

Karyawan berharap Kementerian dapat memediasi masalah ini, sehingga perusahaan mengakui kewajibannya kepada karyawan dan pensiunan. Dari hasil mediasi ini karyawan berharap ada penyelesaian utang perusahaan kepada pegawai dan pensiunan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Sudiyarto juga menilai kehadiran Kementerian BUMN sangat penting sebagai saksi dalam mediasi ini, agar permasalahan menjadi jelas.

Mantan Public Relation Manager Merpati itu mengungkapkan pengaduan karyawan telah dilaporkan oleh Ditjen PPHI Kemenakertrans kepada Menteri Tenaga kerja. Selanjutnya Kemenakertrans telah memanggil manajemen Merpati dan pihak Kejaksaan Agung untuk memastikan proses hukum permasalahan tersebut.

Menurut Sudiyarto, dana revitalisasi senilai Rp500 miliar, berdasarkan persetujuan Menteri BUMN itu, sebesar Rp150 miliar akan digunakan untuk restrukturisasi revitalisasi Merpati. Kemudian sisanya Rp350 miliar akan dialokasikan untuk membayar gaji para karyawan.

Namun pihaknya menduga dana dari pemerintah ini telah disalahgunakan oleh pihak Merpati. Sebab dari 87 orang karyawan hanya 43 orang yang ditawarkan program P5. Sementara yang lainnya tidak ditawari. "Namun kami menolak program P5, karena tidak sesuai dengan apa yang disepakati. Sebab Merpati memiliki kemampuan untuk membayar, buktinya Merpati telah membayar 1.200 pegawai melalui P5," imbuhnya.

Alasan penolakan, karena pada tahun 2014 mereka telah memiliki kesepakatan untuk dibayarkan. Namun sampai saat ini belum juga dibayar. Besar kemungkinan manajemen Merpati tidak ada niat untuk membayar 43 pegawai yang telah keluar dari Merpati sejak 2013.

BELUM ADA KEPASTIAN - Mantan Public Relation Manager Merpati Sudiyarto mengatakan sidang mediasi kedua ini belum menghasilkan keputusan yang pasti terkait pembayaran tunggakan gaji bagi eks karyawan dan pensiunan. "Jadi dari awal Program P5 atau paket PHK adalah produk manajemen Merpati, PPA hanya menyiapkan dana saja sesuai kebutuhan realisasi program P5. Sisa dana yang disimpan PPA tinggal 29 miliar lagi," kata Sudiyarto kepada gresnews.com, ditemui di Gedung Kemenakertrans, Jakarta, Senin (27/6).

Dia mengungkapkan tuntutan para mantan pegawai dan pensiunan yang tergabung dalam serikat pekerja FPM tegas menolak program P5 dari manajemen Merpati, terlebih nilai yang harus dibayarkan manajemen dibawah ketentuan perundangan.

Progra P5 tersebut merugikan mantan pegawai Merpati karena hak normatif gaji terhutang ternyata dikurangi 20 sampai 25 kali gaji. "Kami meminta agar seluruh hak dibayarkan sesuai peraturan perundangan yaitu untuk pegawai tetap agar segera dibayarkan haknya yang terhutang, sedangkan untuk pensiunan agar dibayarkan sesuai surat keputusan direksi yang telah dikeluarkan," jelasnya.

Dia menyebutkan, jika para mantan pegawai dan pensiunan mengusulkan solusi, bagi pihak manajemen Merpati, pertama adalah pengakuan hak sesuai peraturan, selanjutnya agar dana alokasi Program P5 dapat dicairkan dan dibayarkan kepada pegawai yang tentunya tidak cukup untuk membayar seluruh hutang pegawai dan kekurangannya dijadikan hutang perusahaan dan dapat diselesaikan maksimal bulan Desember 2018.

Sudiyarto menjelaskan, alasan perusahaan memiliki keterbatasan dana dapat dipahami karyawan. Karyawan juga tak meminta untuk dibayar sepenuhnya, mereka hanya menagih sesuai yang dijanjikan perusahaan. "Pegawai siap dan dapat menerima pembayaran haknya sebagian dulu, dan sisanya diutang sampai Desember 2018," ujarnya. Hal itu sudah dilakukan terhadap pegawai yang telah di-PHK, dimana sebagian pesangonnya diutang sampai Desember 2018.

Mediasi dilanjutkan Rabu (29/6) besok dan diharapkan dihadiri oleh perwakilan BUMN selaku share holder Merpati. Sebelumnya, Asisten Deputi BUMN bidang Restrukturisasi dan Pendayagunaan Portofolio Kepemilikan Negara Minoritas Chariah mengatakan saat ini Merpati memiliki utang termasuk kewajiban kepada karyawan mencapai Rp8 triliun dengan ekuitas minus Rp6,5 triliun. Untuk itu, PPA tengah menghitung ulang jumlah gaji yang harus dibayarkan kepada karyawan Merpati. Sebab berdasarkan perhitungan kotor besaran gaji yang harus dibayarkan kepada karyawan mencapai Rp1,4 triliun.

Namun, dia menambahkan alokasi Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diterima oleh PPA sebesar Rp1 triliun, hanya Rp500 miliar untuk pembayaran gaji karyawan Merpati. Untuk itu, PPA harus menghitung kembali seluruh jumlah kewajiban yang harus dibayarkan kepada karyawan Merpati, sebab beberapa karyawan Merpati saat ini sudah tidak bekerja di perusahaan. "Diharapkan pembayaran gaji karyawan bisa diselesaikan," katanya.

Sebelumnya Deputi Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Aloysius K.Ro juga pernah mengungkapkan, uang yang disediakan pemerintah memang tidaklah cukup untuk membayar keseluruhan gaji karyawan yang tertunggak bertahun-tahun. Sebab dana yang disiapkan pemerintah melalui PPA untuk revitalisasi dan restrukturisasi Merpati hanya sebesar Rp500 miliar.

Dari dana Rp500 miliar itu diperuntukkan untuk membayar gaji karyawan sebesar Rp350 miliar dan sisanya Rp150 miliar untuk dana biaya modal awal Merpati. Oleh karena itu, Aloysius meminta pengertiannya kepada pegawai Merpati terkait keterbatasan pemerintah dalam menggaji karyawan Merpati.

 

BACA JUGA: