JAKARTA, GRESNEWS.COM - Puluhan eks karyawan PT Merpati Nusantara Airlines menuntut manajemen membayarkan tunggakan gaji dan pensiun mereka yang belum dibayarkan sejak Desember 2013.  Eks karyawan yang tergabung dalam Forum Pekerja Merpati (FPM) mendesak realisasi pembayaran tunggakan gaji setelah mendengar pemerintah telah mengucurkan dana miliaran rupiah untuk Merpati. Hari ini puluhan mantan karyawan Merpati itu mendatangi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) untuk mediasi.  

Sekretaris Jenderal FPM Erry Wardhana mengatakan, masalah pegawai dan pensiunan Merpati itu tengah dalam proses mediasi di Kemenakertrans. Sejauh ini pegawai dan para pensiunan Merpati belum dibayarkan upahnya sejak Desember 2013, tanpa alasan yang jelas

Erry mengakui sebenarnya sejak tahun 2015, permasalahan ini sempat difasilitasi oleh Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industri (PPHI) Kemenakertrans. Kemudian mereka juga melakukan klarifikasi kepada Merpati.  Saat itu pihak Merpati menjanjikan akan menjawab setelah ada Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Kementerian BUMN.

Mantan Senior Vice President Corporate Planning Merpati itu menegaskan, sebenarnya tidak ada perselisihan nilai gaji atau denda keterlambatan gaji. Sebab perusahaan sudah mengeluarkan Surat Keputusan (SKEP) soal nilai ini. "Tidak ada perselisihan terhadap nilai pesangon pensiunan dan nilai Jamsostek yang harus dibayarkan kepada pensiunan,"  ujar Erry kepada gresnews.com,  ditemui di Gedung Kemenakertrans, Senin (20/6).

Masing-masing pensiunan juga sudah memegang Surat Keputusan Direksi yang ditandatangani oleh Direktur Utama. Di dalamnya sudah tertulis nilai yang harus dibayarkan perusahaan. Namun permasalahannya murni karena Merpati sebagai BUMN tidak mampu membayar kewajibannya kepada pegawai dan pensiunannya.

Belakangan jawaban dari RUPS Kementerian BUMN pada Februari 2016 menyetujui bantuan dana senilai Rp500 miliar dari pemerintah melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) untuk diprioritaskan bagi penyelesaian masalah hak pegawai. Dana Pemerintah itu dibungkus dalam Program Restrukturisasi dan Revitalisasi Merpati (Program RR).

Namun Erry menuding  program RR itu "dipelintir" oleh manajemen Merpati menjadi Program Penawaran Paket Penyelesaian Permasalahan Pegawai Program (Program P-5) alias program PHK paksa. Program itu ditawarkan kepada seluruh pegawai dan pensiunan dengan nilai pembayaran di bawah ketentuan UU Ketenagakerjaan.  "Sehingga Program P-5 ini layak dipertanyakan dan berpotensi batal demi hukum," ujarnya.
PROSES MEDIASI - Sementara itu, Sudiyarto yang ditunjuk rekannya sebagai koordinator karyawan, meminta Kemenakertrans mengawasi pelaksanaan pembayaran kewajiban kepada karyawan. Sebab selama ini perusahaan telah memaksakan Program Penawaran Paket Penyelesaian Permasalahan Pegawai Program (Program P-5) terhadap 1.200 orang karyawan. Padahal program tersebut tidak dikehendaki eks karyawan.  

Karyawan berharap Kementerian dapat memediasi masalah ini, sehingga perusahaan mengakui kewajibannya kepada karyawan dan pensiunan. Dari hasil mediasi ini karyawan berharap ada penyelesaian utang perusahaan kepada pegawai dan pensiunan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Sudiyarto menjelaskan, alasan perusahaan memiliki keterbatasan dana dapat dipahami karyawan. Karyawan juga tak meminta untuk dibayar sepenuhnya, mereka hanya menagih sesuai yang dijanjikan perusahaan.

"Pegawai siap dan dapat menerima pembayaran haknya sebagian dulu, dan sisanya diutang sampai Desember 2018," ujarnya.  Hal itu sudah dilakukan terhadap pegawai yang telah di-PHK, dimana sebagian pesangonnya diutang sampai Desember 2018.

Sudiyarto juga menilai kehadiran Kementerian BUMN sangat penting sebagai saksi dalam mediasi ini, agar permasalahan menjadi jelas.

Mantan Public Relation Manager Merpati itu mengungkapkan pengaduan karyawan telah dilaporkan oleh Ditjen PPHI Kemenakertrans kepada Menteri Tenaga kerja. Selanjutnya Kemenakertrans telah memanggil manajemen Merpati dan pihak Kejaksaan Agung untuk memastikan proses hukum permasalahan tersebut.  

Menurut Sudiyarto, dana revitalisasi senilai Rp500 miliar, berdasarkan persetujuan Menteri BUMN itu, sebesar Rp150 miliar akan digunakan untuk restrukturisasi revitalisasi Merpati. Kemudian sisanya Rp350 miliar akan dialokasikan untuk membayar gaji para karyawan.

Namun pihaknya menduga dana dari pemerintah ini telah disalahgunakan oleh pihak Merpati. Sebab dari 87 orang karyawan hanya 43 orang yang ditawarkan program P5 (Penawaran Paket Penyelesaian Permasalahan Pegawai). Sementara yang lainnya tidak ditawari.

"Namun kami menolak program P5, karena  tidak sesuai dengan apa yang disepakati. Sebab Merpati memiliki kemampuan untuk membayar, buktinya Merpati telah membayar 1.200 pegawai melalui P5," imbuhnya.

Alasan penolakan, karena pada tahun 2014 mereka telah memiliki kesepakatan untuk dibayarkan. Namun sampai saat ini belum juga dibayar. Besar kemungkinan manajemen Merpati tidak ada niat untuk membayar 43 pegawai yang telah keluar dari Merpati sejak 2013.
MERPATI ABAIKAN KESEPAKATAN - Sementara itu Kasubdit Direktorat Jenderal Penyelesaian Perselisihan  Hubungan Industrial (PPHI) Reyman Aruan menjelaskan dana Rp350 miliar dialokasikan untuk penyelesaian tunggakan kepada karyawan. Berdasarkan hasil rapat antara manajemen Merpati, Dirjen PPHI, dan Kejaksaan Agung disepakati untuk hak normatif karyawan sebesar Rp254 miliar dan untuk pesangon Rp96 miliar.

Reyman menyebutkan,  program P5 yang dibuat manajemen Merpati telah mengabaikan kesepakatan bersama yang dibuat sebelumnya. "Seharusnya masalah ini bisa selesai, jika pihak manajemen PT Merpati mau membayar tunggakan gaji dan dana pensiun para pegawainya," kata Reyman kepada gresnews.com, Senin (20/6).

Menurutnya, apabila manajemen Merpati tidak membayarkan hak para karyawan, bisa diancam sanksi pidana yang hukumannya di atas 5 tahun penjara.

Sementara itu, perwakilan pihak manajemen PT Merpati, yang juga Ketua Tim P5, Aris Munandar, saat dimintai komentar gresnews.com terkait tuntutan mantan karyawan Merpati menolak berkomentar.   "Maaf, Mas saya tidak bisa kasih komentar," kata Aris, Senin (20/6).
 
Seperti diketahui, untuk menyelesaikan persoalan PT Merpati Nusantara Airlines yang jatuh pailit, pemerintah melalui Kementerian BUMN telah mengucurkan dana segar senilai Rp500 miliar. Sebagian dana tersebut diperuntukkan membayar tunggakan gaji karyawan. Namun hingga saat ini sebanyak 87 orang justru belum memperoleh gaji dan pensiunnya, karena mereka menolak pembayaran gaji dengan mekanisme P5. Mekanisme tersebut dinilai merugikan karyawan karena nilainya lebih kecil dari kesepakatan sebelumnya.  

BACA JUGA: