JAKARTA, GRESNEWS.COM - Keputusan akhir keluar juga. Pemerintah memutuskan untuk menjual PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) kepada investor. Persetujuan tersebut dikeluarkan oleh Ketua Dewan Komite Privatisasi yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.

Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Bisnis Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Aloysius K.Ro mengungkapkan persetujuan untuk menjual Merpati sudah keluar. Untuk tahap selanjutnya pemerintah akan meminta izin kepada DPR dalam hal ini Komisi VI DPR.

Dia mengungkapkan terdapat dua investor yang berminat untuk membeli Merpati yaitu berasal dari China dan perusahaan konsorsium asal Eropa. Namun jika mengacu kepada UU Penerbangan, bahwa investor asing hanya memiliki saham perusahaan penerbangan Indonesia hanya sebesar 49 persen. Untuk itu dia berharap permasalahan Merpati dapat selesai di tahun ini, sebab permasalahan Merpati sudah menjadi perhatian bagi Komite Privatisasi.

"Sekarang sudah disetujui. Sudah ditandatangani oleh Pak Darmin (Menko Perekonomian)," kata Aloysius, Jakarta, Senin (25/4).

Namun sebelumnya mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines/MNA (Persero) Sardjono Djhony meragukan pernyataan pemerintah bahwa telah ada dua investor yang bersedia membeli Merpati. Sebab saat ini kondisi Merpati diibaratkan pesawat bekas, yang hanya tinggal bagian kepala dan kursi. Sehingga tak masuk akal jika ada investor yang bersedia membeli Merpati.

Untuk itu, Sardjono melihat tak ada alasan Kementerian BUMN bisa menjual Merpati. Sebab rencana penjualan Merpati kepada investor sudah berlangsung sejak zaman Menteri BUMN Dahlan Iskan. Namun sejauh itu tak ada investor yang bersedia membeli.

"Kalau mau jual Merpati ya harus ada alasan, siapa yang mau beli. Ya it doesn´t make sense," kata Sardjono kepada gresnews.com.

Wakil Ketua Komisi VI DPR Azam Azman Natawijana menjelaskan sebelum Merpati dijual kepada investor, pemerintah harus membentuk tim penilai terhadap aset-aset yang dimiliki oleh Merpati. Tim penilai tersebut nantinya yang merekomendasikan aset-aset Merpati apa saja yang layak dijual dan tidak layak dijual.

Menurutnya jika hasil dari tim penilai tersebut menyatakan bahwa aset milik Merpati di atas Rp100 miliar, maka harus meminta persetujuan dari Komisi VI DPR. Namun jika diantara Rp10 miliar sampai Rp100 miliar, maka hanya meminta persetujuan oleh presiden.

Azam menilai pemerintah terlampau lambat dalam menindaklanjuti rekomendasi dari panja Merpati. Menurutnya dalam rekomendasi tersebut terdapat usulan-usulan strategis yang harus dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah pun juga harus mempunyai road map yaitu dengan cara tetap melayani jalur-jalur perintisi, tetapi jangan dibuka kepada pihak swasta.

Menurutnya selama ini ketika Merpati sudah berhasil membuka rute-rute daerah perintis dan daerah tersebut sudah berhasil dibangun, pemerintah malah membuka pihak swasta sehingga langsung beradu dengan Merpati. Seharusnya pemerintah lebih berpihak kepada Merpati selaku penerbangan perintis BUMN.

"Kami tidak mengambil keputusan tentang penjualan Merpati. Pemerintah yang telat dalam menjalankan rekomendasi DPR," kata Azam kepada gresnews.com.

OPSI PENYELAMATAN MERPATI - Selama ini pemerintah telah mengeluarkan beberapa opsi untuk menyelamatkan maskapai plat merah PT Merpati Nusantara Airlines (MNA). Apalagi sudah setahun lebih para pegawainya tidak mendapatkan gaji.

"Permasalahan Merpati itu rumit. Intinya pemerintah mengkaji yang paling baik buat penyelesaian persoalan Merpati," ujar Dirjen Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hadiyanto, Kamis (30/4).

Hadiyanto mengatakan, ada beberapa hal yang harus diselesaikan pemerintah dalam merestrukturisasi Merpati. Pertama, apakah opsinya dilikuidasi, dijual lepas kepada investor, atau kerjasama dengan sistem strategic partnership.

Opsi lain Merpati direstrukturisasi dengan disuntik pendanaan tapi kalau ujungnya bangkrut, itu artinya bukan merestrukturisasi tapi disuntik mati. Pilihan lainnya Merpati bisa bersinergi dengan BUMN lain. "Tata kelolanya seperti apa, ini masih dihitung pemerintah," ungkapnya.

Ia menegaskan, pemerintah masih mencari opsi yang terbaik bagi Merpati, apalagi saat ini maskapai tersebut sudah tidak bisa lagi terbang dan menunggak utang triliunan rupiah, tidak hanya dengan perusahaan lain, tapi juga utang yang cukup besar ke karyawan karena gaji yang tak terbayar sejak November 2013.

Belum lagi utang dagang lainnya, utang avtur. Memang salah satu opsinya Merpati dijual apa adanya tapi itu tidak mudah. "Kalaupun dijual ada investor yang mau apa tidak, masih bisa terbang apa tidak," ungkap Hadiyanto. (dtc)

BACA JUGA: