JAKARTA, GRESNEWS.COM - Berbagai cara orang menyiasati ongkos konsumsi listrik agar lebih murah. Namun mereka tidak melalui cara yang halal dengan menghemat pemakaian. Tetapi menggunakan cara culas dengan menggasak subsidi listrik untuk masyarakat tidak mampu, dengan memasang beberapa meteran Volt Ampere ( VA) ukuran kecil dalam satu rumah.  

Terbukti penggunaan listrik bersubsidi pada meteran listrik berkapasitas 450 hingga 900 Volt Ampere (VA) ternyata lebih banyak digunakan oleh golongan mampu. Mereka biasa memasang meteran berkapasitas subsidi tersebut lebih dari satu.

Berdasarkan data pemerintah, jumlah orang miskin di Indonesia hanya 15,5 juta dan jumlah rakyat pramiskin sekitar 26 juta. Namun, pemasangan listrik bersubsidi ini justru mencapai angka 44 juta pengguna. Membengkaknya angka pemakaian listrik bersubsidi ini diduga karena adanya kongkalikong antara pelanggan dan petugas PLN.

"Selama ini proses pemasangan baru untuk semua golongan rumah tangga sama," ujar Sekretaris Perusahaan PLN Adi Supriono kepada gresnews.com, Jumat dini hari (24/7).

Mekanismenya, pelanggan harus mengikuti ketentuan yang berlaku, yaitu mengajukan permintaan pasang baru sesuai kebutuhan dan PLN akan langsung memenuhi permintaan tersebut tanpa melihat lebih jauh golongan pelanggan. Dalam ketentuan memang tidak ada perbedaan calon pelanggan miskin dan tidak miskin. Namun melihat banyaknya jumlah kecurangan, untuk saat ini dan ke depan, telah disyaratkan tambahan keterangan miskin untuk mendapatkan listrik 900 Va atau di bawahnya.

Diketahui, sekitar lebih dari 44 juta pelanggan yang menggunakan listrik bersubsidi ini merupakan pelanggan lama. Hal itu diakui,  selama itu proses pengajuan belum dibuat aturan secara ketat. Sehingga terjadi ketidaktepatan sasaran.

Untuk menertibkannya PLN akan menyisir pelanggan-pelanggan nakal ini selama satu hingga dua tahun ke depan. Selanjutnya akan memberikan denda berupa penyesuaian tarif selama ini. Sebab, kecurangan ini sudah terjadi puluhan tahun lamanya.

Menurut Pasal 7 ayat (2) UU 30/2007 tentang Energi, subsidi seharusnya disediakan untuk kelompok masyarakat tidak mampu. Namun kenyataannya, subsidi digunakan lebih dari 70% masyarakat kelas menengah. Akibatnya, seperlima APBN tersedot untuk subsidi energi yang bersifat konsumtif.

PASANG BANYAK METERAN - Para pelanggan nakal ini diketahui memakai tiga hingga empat meteran listrik dalam satu rumah, sehingga bisa memaksimalkan penggunaan listrik jadi 2.700 sampai 4.300 VA. PLN memperkirakan sebanyak 20 persen hingga 25 persen dari total pelanggan listrik melakukan cara tersebut lantaran perilaku oportunis yang memanfaatkan fasilitas pemerintah.

Pembedaan pelanggan miskin dan tidak miskin ini memang akan menjadi hal yang baru ke depan. Untuk itu, selama proses penyisiran berlangsung, nantinya juga akan ada ketentuan yang mengatur sanksi tak hanya bagi pelanggan namun juga oknum PLN yang bermain.

"Untuk meminimalisir penggunaan listrik 900 VA, pasang baru harus dilengkapi dengan tambahan syarat berupa surat keterangan miskin," jelas Adi.

Setiap bulan, PLN juga akan melakukan evaluasi pelanggan yang pemakaiannya tak wajar sesuai daya kontrak dengan melakukan penertiban pemakaian Tenaga Listrik (P2TL). Jika terbukti bersalah, maka pelanggan tersebut akan dikenakan denda dan dinaikkan daya sesuai kebutuhan sesungguhnya. Penggunaan listrik subsidi yang tak tepat sasaran ini diklaim merata di semua wilayah Indonesia. Sebab memang sebelumnya tidak ada pembedaan antara pelanggan miskin dengan non miskin.

Jika praktik penyimpangan ini dapat ditertibkan, maka negara diprediksi mampu berhemat antara Rp 20 triliun hingga Rp 30 triliun. Terdapat pula usulan kebijakan subsidi listrik langsung di‎alihkan melalui data Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) agar berjalan lebih efektif.

"Ke depan akan dikelola lebih baik lagi," katanya.

HARGA KELEWAT TINGGI - Namun anggota Komisi VI DPR RI, Bambang Haryo melihat kasus kecurangan penggunaan listrik oleh golongan mampu ini sebagai sesuatu yang wajar.  Sebab, masyarakat pasti akan mencari hal-hal yang tentunya menurunkan biaya hidup terutama biaya infrastruktur. Ia justru mempersoalkan tentang tarif listrik di Indonesia  yang dinilainya kelewat tinggi jika dibanding dengan negara lain.

"Apalagi diketahui, biaya listrik kita termasuk salah satu yang termahal di dunia," katanya kepada gresnews.com, Kamis (23/7).

Jika diperbandingkan, Amerika hanya menerapkan tarif listrik US$ 3 sen/kWh, Vietnam US$ 7 sen, Korea Selatan, dan Malaysia sebesar US$ 6 sen/kWh. Bahkan negara tetangga tersebut, berniat masih akan menurunkan biaya listriknya. Sedang Indonesia menerapkan tarif US$ 11 sen/kWh, masih akan ditambah kenaikan dengan pajak-pajak.

Hal ini tentu sangat dirasa memberatkan masyarakat, sehingga hampir semua golongan menginginkan listrik di atas 950 kWh disubsidi. Di samping harus membiayai kebutuhan hidup yang juga tinggi akibat kondisi ekonomi yang parah.

"Mereka jadi merekayasa, bermain dengan oknum PLN, saya yakin ini tersebar di seluruh Indonesia," kata Bambang.

Ia juga menganggap PLN kebobolan dengan memberikan subsidi listrik yang harusnya untuk masyarakat miskin kepada golongan mampu. Jika dihitung, subsidi diberikan kepada lebih 46 juta rumah tangga, dapat dihitung kasar dengan analogi 1 rumah tangga terdiri dari 4 orang. Maka jumlah ini sebanding dengan 184-200 juta jiwa atau sekitar 80 persen penduduk Indonesia.

Padahal, menurut data, masyarakat miskin tak lebih dari 20 persen jumlah penduduk Indonesia atau setara dengan 50 juta jiwa. "Ada permainan di PLN, yang disubsidi harus benar-benar miskin, ini harus dikembalikan lagi ke PLN, dibenahi, dan didata dengan baik," katanya.

Sanksi manipulasi yang dilakukan ini ia titik beratkan pada para oknum PLN. Sebab, masyarakat dianggap hanya ingin mengefisiensikan, sedang yang mempermudah justru dari pihak PLN. Untuk itu, hal yang dianggap tindak pidana korupsi ini seharusnya langsung ditindak oleh oleh pihak-pihak yang berwajib, baik oleh kepolisian, kejaksaan, maupun KPK agar tak berlarut dan merugikan masyarakat.

Komisi VI DPR RI pun menekankan PLN untuk menghitung dan memberikan data secara pasti dan akurat data masyarakat miskin yang harus disubsidi. "Tugas PLN harus bisa membenahi ini sebab ini uang negara," pintanya.

Saran lainnya agar biaya listrik tak membengkak ialah dengan membuat alternatif energi listrik terbarukan dan bisa dilakukan dalam tempo waktu yang singkat. Apalagi, saat ini Indonesia tengah masuk ke pasar persaingan global, dimana baik PLN maupun perusahaaan yang menggunakan listrik untuk berproduksi dapat menekan harga penjualan.

"Jadi PLN dan produk Indonesia lainnya dapat berkompetisi dengan negara lain dengan harga yang lebih murah," ujarnya.

Ia mengasumsikan jika subsidi sekitar Rp 65 triliun, maka berarti sekitar Rp 60 triliun telah dimanipulasi. Walaupun kejadian ini sudah berlangsung lama namun DPR mengakui baru tahu pada beberapa minggu lalu saat rapat bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR dimana disampaikan terdapat subsidi yang salah sasaran.

"Saat itu Direktur utama yang baru berjanji akan membenahi itu sehingga pengguna yang disubsidi bisa turun," tambah Bambang.

BACA JUGA: