JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perlambatan pertumbuhan ekonomi di awal tahun nyata memukul industri manufaktur. Selain tekstil, industri alas kaki pun merasakan dampak negatif lesunya ekonomi di kuartal I-2015. Omzet industri sepatu secara rata-rata menurun cukup signifikan yang mengakibatkan pemberhentian hubungan kerja (PHK) besar-besaran. Perombakan kabinet alias reshuffle tim ekonomi Kabinet Kerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla menjadi keharusan.

Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia Eddy Wijanarko mengatakan lesunya perekonomian berdampak pada melemahnya daya beli. Terjadi penurunan penjualan yang sangat luar biasa. "Dari Januari sampai April terjadi penurunan penjualan 40 persen dibanding (periode yang sama) tahun lalu," kata Eddy, Senin (25/5).

Karena tak banyak pesanan sepatu, perusahaan terpaksa harus merumahkan karyawannya. "Sudah ada yang dirumahkan. Termasuk saya sudah rumahkan 800 orang. Perusahaan saya di Mojokerto," ‎kata Eddy.

Kondisi penurunan penjualan dan omzet paling dirasakan untuk industri sepatu menengah ke bawah, yang mengandalkan pasar di dalam negeri. Sedangkan untuk perusahaan menengah ke atas yang mengekspor produknya masih aman, karena mendapatkan keuntungan dengan dolar yang menguat.

Penjualan yang turun seiring dengan daya beli masyarakat yang juga tidak menunjukkan tren positif pada periode kuartal satu ini, memaksa perusahaan untuk menahan stok di gudang, karena tak ada penjualan.

"Ada salah satu yang punya merek besar, gudang penuh karena tidak bisa dijual sepatunya," jelasnya.

Bahkan lebih parah lagi, perusahaan terpaksa merumahkan karyawan atau melakukan PHK sebagian dari mereka. "Karena memang banyak sekali pabrik untuk lokal banyak yang nggak jalan, karena nggak ada order," ujarnya.

Eddy mengaku, dirinya belum mendapatkan data lebih lanjut, tapi menurut laporan yang dia terima, sedikitnya sudah ada 200 perusahaan yang merumahkan karyawannya. Bahkan ada juga yang sudah melakukan PHK.

"Daerah Bandung sama Surabaya kebanyakan. Kalau mau hitung perusahaan, yang sudah merumahkan minimal 40 ribuan, total semua," tambahnya.

Beberapa dari perusahaan yang berorientasi pada pasar dalam negeri itu pun masih ada yang mempertahankan karyawannya. Namun, karyawan ini terpaksa ´menganggur´, karena tak ada pekerjaan yang harus dilakukan, karena sepinya pesanan.

"Banyak IKM (industri kecil menengah) di daerah Jombang siang-siang sewaktu saya ke sana 3 minggu lalu, karyawannya sedang main sepakbola. Saya tanya ke mana anak-anak (karyawan), pada main bola. Ya memang tidak ada pesanan," katanya.

Dia juga mengaku pesismistis dengan kondisi ekonomi yang bakal membaik tahun ini. Dia berharap pemerintah segera mengambil langkah yang strategis. Yakni segera melakukan reshuffle tim ekonomi Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelumnya mengakui kinerja ekonomi pemerintah turun karena semua indikator menunjukkan demikian. Merosotnya kinerja ekonomi itu disebabkan dua hal utama, yakni pengaruh global dan belum selesainya tahapan konsolidasi kelembagaan pemerintah.

"Perlambatan ekonomi terjadi karena pengaruh global sehingga membuat harga-harga komoditas ekspor menurun," kata Jusuf Kalla, Rabu (29/4).

Ia mencontohkan, komoditas ekspor seperti minyak sawit mentah (CPO) dan karet turun karena daya beli masyarakat global turun akibat krisis.

Dalam tataran kebijakan, sudah ada sejumlah perubahan mendasar, misalnya realokasi subsidi bahan bakar minyak ke program produktif, terutama infrastruktur, percepatan lelang, relaksasi insentif fiskal, dan pembentukan pelayanan terpadu satu pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Namun, sejauh ini dampaknya belum dirasakan masyarakat. Pertanian, yang disebut-sebut menjadi salah satu prioritas Presiden Jokowi, gaungnya belum dirasakan. Pembangunan infrastruktur publik juga belum banyak terdengar realisasinya. Untuk mengatasi itu semua maka reshuffle tim ekonomi Kabinet kerja harus dilakukan Presiden Jokowi. (dtc)

BACA JUGA: