JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berencana akan memasukkan klausul relaksasi (kelonggaran) ekspor mineral mentah dalam revisi Undang-Undang  Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara  (Minerba). Hal ini mengingat anjloknya harga komoditas mineral di pasar global, dan terkendalanya pembangunan smelter perusahaan tambang.

Menteri Sudirman Said mengakui klausul relaksasi eskpor mineral mentah ini menjadi pokok pembahasan dalam revisi UU minerba. Alasannya karena banyak pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) yang tidak rampung pembangunannya.

"Jadi relaksasi ekspor mineral mentah dimungkinkan apabila UU Minerba yang baru membolehkan, sebab realitasnya memang seperti itu," kata Sudirman di Gedung Ditjen Ketenagalistrikan ESDM, di Jakarta, Jumat (19/2).

Namun Sudirman mengatakan akan menyerahkan sepenuhnya keputusan tersebut kepada DPR. Sementara menurutnya, dalam hal ini pemerintah hanya memfasilitasi agar industri berjalan dan mendukung kemajuan ekonomi.

"Nanti kita lihat, nikel, tembaga, emas dan lainnya. Jika DPR, dan publik bicara, maka kita harus mendengar, jadi pemerintah hanya memfasilitasi supaya industri berjalan dan mendukung kemajuan ekonomi," jelasnya.

Diakui Sudirman,  pemerintah sebelumnya memang terlambat mendorong perusahaan tambang membangun smelter, karena Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2014 yang mendorong pembangunan smelter tersebut baru muncul atau terbit setelah lima tahun UU Minerba disahkan. Sedang di saat itu harga komoditas sedang anjlok. Akibatnya Indonesia kehilangan kesempatan untuk mendorong pembangunan smelter pada saat harga bahan mineral tinggi.

"Jadi begitu PP dikeluarkan harga komoditas anjlok, ini sudah terlambat waktunya. Maka kalau UU Minerba tidak direvisi akan melanggar by design, karena itu harus direvisi, apabila UU memungkinkan maka bisa saja relaksasi dilakukan jadi tergantung revisi UU minerba," ungkapnya.

Direktur Eksekutif Energi ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, tidak mempermasalahkan relaksasi ekspor mineral mentah dimasukan dalam revisi Undang-Undang  (UU) Nomor 4 tahun 2009.

"Kalau dari sisi makro ekonomi dapat dimengerti ini salah satu opsi untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan penerimaan negara," kata Komaidi kepada gresnews.com, Jumat (19/2).

Pengamat energi dan migas ini menambahkan, namun jika dilihat dari aspek regulasi pemerintah dinilai tidak konsisten  dengan amanat Undang-Undang No 4 tahun 2009 tentang Minerba.

UNTUNGKAN PERUSAHAAN BESAR - Namun sejumlah pihak menilai rencana pemerintah ini dituding hanya akan menguntungkan perusahaan-perusahaan tambang raksasa asing yang beroperasi di Indonesia, seperti PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara.

Sebab meski kewajibannya membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) belum tuntas, mereka masih bisa mengekspor mineral mentah. Mereka menilai masalah pembangunan smelter justru pada niat baik para pengusaha raksasa tersebut. Namun pemerintah justru mengarah pada revisi UU Minerba, yang didalamnya akan diwacanakan untuk memberi kelonggaran ekspor konsentrat.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM, Sujatmiko, mengakui revisi UU Minerba ini bakal menguntungkan perusahaan-perusahaan tambang besar yang belum menjalankan kewajiban membangun smelter. Tetapi, dia membantah revisi UU Minerba untuk membuka keran ekspor mineral mentah ini adalah kebijakan yang memanjakan Freeport dan Newmont semata. Menurut dia, revisi UU Minerba akan menguntungkan semua perusahaan tambang.

"Iya, intinya pemerintah tidak spesifik membuat aturan untuk 1-2 perusahaan, tapi yang universal yang berlaku untuk semua perusahaan," katanya di Kementerian ESDM, Jumat (19/2).

Lalu bagaimana dengan perusahaan-perusahaan tambang yang sudah susah payah memenuhi kewajiban pembangunan smelter sesuai UU Minerba? Ia mengatakan bagi perusahaan yang sudah membangun smelter tidak akan dirugikan. Sebab perusahaan-perusahaan itu juga diizinkan mengekspor mineral mentah, dan memperoleh keuntungan besar dari hasil penjualan mineral yang telah dimurnikan.

Namun demikian ia menjelaskan bahwa wacana memberikan kelonggaran ekspor bahan mentah masih dikaji bentuk pelonggaran ekspor yang akan diberikan, teknis pelaksanaannya, seberapa besar pelonggarannya. Intinya pemerintah ingin membuat ekspor mineral mentah dimungkinkan pembatasannya lebih fleksibel dibanding UU Minerba yang berlaku saat ini.

BACA JUGA: