JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kenaikan harga beras yang mencapai 30 persen diragukan akibat ulah "Mafia Beras". Lonjakan harga ini diduga karena faktor kurang antisipatifnya pemerintah  dalam menghadapi lonjakan harga. "Harga adalah indikator yang jujur. Kalau harga tinggi berarti sesungguhnya produksi dan stok beras terlalu pas-pasan," kata Jan Prince Permata, Pemerhati ekonomi pertanian dari Yayasan Kekayaan Alam (Kekal) Indonesia,  kepada Gresnews.com, di Jakarta, Jumat (27/2).

Alasannya,  pemain di pasar beras sejak bertahun-tahun relatif tidak berubah.  Sehinnga problem yang terjadi saat ini lebih dikarenakan kurangnya pemantaun  stok beras di pasar oleh pemerintah.

Jan mengatakan, pedagang beras setiap hari selalu ada di pasar, dan mereka juga memantau sawah yang menjadi lahan produksi padi. "Mereka (pedagang) pasti tahu apakah ada aparat pemerintah yang memantau atau tidak. Kalau aparat kurang memantau bisa saja pedagang mendorong harga naik," tegasnya.

Menurutnya, prinsip yang harus dijalankan adalah pemerintah harus hadir di sawah dan di pasar. Kementerian Pertanian dan pemerintah daerah harus memastikan panen dan produksi padi terus meningkat. Di lain pihak, Kementerian Perdagangan harus memastikan distribusi beras lancar.

Ia juga mengingatkan agar pemerintah mengurangi pernyataan-pernyataan yang menyudutkan pedagang beras, karena hanya akan memperumit permasalahan. “Pedagang itu jangan dimusuhi, tapi dijadikan mitra. Ajak bicara mereka, ingatkan ini demi kepentingan bangsa, kepentingan rakyat dan kepentingan merah putih, sehingga harga harus dikendalikan agar rakyat kita di level terbawah hidupnya tidak semakin sulit,” kata Magister Ilmu Ekonomi IPB ini.

Dia meyarankan agar pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla meneruskan langkah-langkah dan upaya positif yang pernah dilakukan pemerintahan sebelumnya  Dimana mereka bisa berkomunikasi dengan baik terhadap pedagang beras. Di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), relative mampu "menjinakkan" pedagang sehingga harga pangan dan beras relatif stabil ketika itu. "Saya kira Pak Jokowi dan jajarannya mampu melakukannya,” tegasnya.

Ketidakstabilan harga beras itu juga mengundang perhatian DPR RI. Ketua DPR Setya Novanto mengaku telah melakukan koordinasi dengan pemerintah, TNI, dan Polri untuk menyelidiki kebenaran adanya Mafia Beras. Menurutnya kondisi ini harus disikapi serius karena menyulitkan masyarakat

"Kita minta supaya semua masalah itu bisa selesai," kata Setya Novanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat (27/2). Selanjutnya, ia mendesak agar presiden dapat mengawasi distribusi secara langsung dan mengurangi kuota impor.  
 
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menduga ada permainan dari para mafia di balik meroketnya harga beras di pasaran. Perkiraan itu didasari ketidakwajaran atau disparitas antara harga jual gabah di tingkat petani dan harga jual beras di pasar yang jauh berbeda.

Menurutnya, jika harga beras di tingkat pedagang besar mencapai Rp12.000 per kilogram (kg), semestinya harga gabah kering panen (GKP) petani sebesar Rp9.000 per kg. Sebab, disparitas harga antara GKP dan harga beras di tingkat pedagang besar normalnya sebesar 30 persen. Namun, kenyataan dilapangan saat ini, harga GKP hanya  sebesar Rp4.500 per kg, sedangkan harga beras di tingkat pedagang besar mencapai Rp12.000 per kg. "Ada indikasi permainan mafia dalam kenaikan harga beras di pasaran," katannya kepada wartawan Kamis (26/2).

BACA JUGA: