JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perekonomian dunia belum juga menunjukkan tanda-tanda pulih, terlebih setelah Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) menahan penaikan suku bunga acuannya di level 0,25 persen. Tentu saja keputusan The Fed itu berdampak kepada perekonomian nasional, mengingat ekspor Indonesia yang mayoritas dari komoditi sementara harga komoditas masih akan turun.

Pemerintah pun melakukan upaya untuk menggerakkan ekonomi nasional melalui berbagai paket kebijakan ekonomi yang dirilis pada Rabu (9/9/2015). Namun pasar merespons negatif terhadap paket September I yang dirilis oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pergerakan pasar modal dan pasar uang sehari setelah paket kebijakan ekonomi diumumkan Jokowi justru negatif.

Berdasarkan dokumen yang dirilis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, ada tiga sasaran paket September I yang dibuat oleh Jokowi, yakni mengembangkan ekonomi makro yang kondusif, menggerakkan ekonomi nasional, dan melindungi masyarakat berpendapatan rendah dan menggerakkan ekonomi pedesaan. Salah satu sektor penggerak ekonomi nasional adalah properti.

Pemerintahan Jokowi juga mengeluarkan beberapa kebijakan untuk menggairahkan sektor properti yang sedang lesu darah. Perlambatan kenaikan harga properti residensial diprediksi masih berlanjut pada kuartal III/2015. Setidaknya ada tiga faktor utama yang menjadi penyebab yakni kenaikan harga bangunan (31,14persen), upah pekerja (25,79persen), dan peningkatan bahan bakar minyak (19,46persen).

Hasil survei Bank Indonesia menuliskan pada kuartal III/2015 menyatakan indeks harga properti hunian naik 0,49persen (q-o-q) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun, pertumbuhan ini dinilai melambat karena sebelumnya secara triwulan pada kuartal II/2015 harga terkerek 1,38persen (q-o-q).

Adapun survei dilakukan di 16 kota seperti Jabodebek (Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi) dan Banten Bandung, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Manado, Makassar, Denpasar, Pontianak, Banjarmasin, Bandar Lampung, Palembang, Padang, serta Medan.

Lesunya kenaikan harga properti residensial juga terjadi secara tahunan. Pada kuartal II/2015 terjadi pertumbuhan nilai jual 5,95persen secara year-on-year (y-o-y), sementara kuartal sebelumnya mencatatkan peningkatan 6,27persen (yoy). Pada kuartal III/2015, harga diprediksi hanya meningkat 4,94persen (yoy).

Berdasarkan wilayahnya, kenaikan harga terendah terjadi di Bandar Lampung dan Padang. Sedangkan kenaikan tertinggi masih terjadi di wilayah timur Indonesia, seperti Makassar dan Manado.

Riset pun menyebutkan area yang diprediksi mengalami stagnasi pertumbuhan harga ialah Jabodebek dan Banten, Medan, serta Balikpapan. Hasil riset juga menyebutkan perlambatan kenaikan harga paling tinggi secara triwulan terjadi pada rumah tipe besar dari 1,11persen di kuartal I/2015 menjadi 0,7persen di kuartal II/2015. Dalam periode yang sama, pertumbuhan harga rumah menengah juga menurun dari 1,22persen menjadi 0,85persen. Sementara itu, rumah tipe kecil justru mengalami kenaikan harga lebih tinggi sebesar 2,6persen di kuartal II/2015 setelah hanya naik 1,98persen di kuartal I/2015.

RESEP GAIRAHKAN PASAR PROPERTI MENAIKKAN BATAS PAJAK - Pada paket kebijakan ekonomi September 1, berbagai deregulasi dilakukan untuk mendorong sektor properti yang ikut terkena dampak dari perlambatan ekonomi Indonesia. Ada dua kebijakan yang disiapkan oleh pemerintah di bidang properti.

Pertama menaikkan batas pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk hunian mewah dan apartemen. Kedua membolehkan warga asing memiliki properti di dalam negeri.

"Ini untuk meningkatkan daya saing dan industri di sektor properti yang diharapkan juga dapat memberikan spillover effect terhadap pertumbuhan sektor pengolahan dan konstruksi," ungkap Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Senin (21/9).

Kebijakan pertama, hunian mewah dan apartemen yang dikenakan PPnBM adalah konsumen yang membeli pada harga di atas Rp 10 miliar. Aturan ini menjadi kewenangan dari Kementerian Keuangan. Ditargetkan peraturan menteri keuangan dapat selesai pada awal Oktober 2015.

Hal tersebut, menurut Menkeu, merupakan bentuk pemberian insentif pajak bagi sektor properti, sebagai bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I September 2015  yang telah diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada 9 September 2015 lalu.

Sebagai informasi, sebelumnya, dalam PMK Nomor 106/PMK.010/2015, pemerintah mengatur bahwa properti yang dikenai PPnBM sebesar 20 persen adalah pertama, rumah dan townhouse dari jenis nonstrata title dengan luas bangunan 350 meter persegi atau lebih. Kedua, apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title, dan sejenisnya, dengan luas bangunan 150 meter persegi atau lebih.

Dengan revisi PMK tersebut, pemerintah dapat memberikan dukungan lebih kepada sektor properti. "Insentif pajak untuk sektor properti ini intinya kami ingin meningkatkan sektor properti," ungkapnya.

WARGA ASING BOLEH PUNYA PROPERTI - Kedua, adalah memperbolehkan warga asing memiliki properti di dalam negeri. Namun dibatasi hanya pada apartemen dengan harga di atas Rp 10 miliar. Revisi yang dilakukan, adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia.

Ini memberikan kepastian hukum dan kemudahan, bagi orang asing (investor) untuk mendapatkan tempat tinggal di Indonesia. "Aturan ini akan mengakomodir kepemilikan warga asing untuk memiliki properti apartemen. Sesuai Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) untuk warga asing yang boleh itu apartemen. Kalau public housing (perumahan rakyat) nggak boleh," jelas Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPNN Ferry Mursyidan Baldan beberapa waktu lalu.

Selama ini warga asing hanya boleh membeli properti dengan hak pakai. Lama waktu hak pakai rumah dan apartemen yang diberikan kepada warga asing, selama ini sesuai ketentuan yaitu 25 tahun dan bisa diperpanjang 20 tahun. Ferry mengatakan, belum bisa menyampaikan poin revisi terkait hal tersebut.

"Intinya, hak pakai mau berapa puluh tahun, yang penting kemanfaatan orang asing itu di sini. Kami lihat hak tinggalnya. Misalnya dia datang untuk bisnis, mengajar, itu kan lebih penting dari sisi kemanfaatannnya. Sudah jelas juga ketentuan hak pakai di UUPA," kata Ferry.

TANGGAPAN PENGUSAHA - Kalangan pengembang yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI) menyambut baik dua kebijakan tersebut. Untuk kebijakan pertama, properti di atas Rp 10 miliar yang dikenakan PPnBM lebih baik dibanding sebelumnya hanya berdasarkan luasan saja, yang memungkinkan banyaknya pengembang nakal. "Jadi tentunya dengan aturan ini tidak justru membebankan industri properti. Itu batas yang wajar," kata Ketua Umum DPP REI, Eddy Hussy, Senin (21/9).

Sementara untuk kebijakan kedua, dengan memperbolehkan warga asing masuk memiliki properti, Eddy mengaku harus melihat secara rinci kebijakannya. Karena masih dalam pembahasan oleh pemerintah, dan baru akan dimungkinkan terbit pada Desember 2015. Ia juga telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah sebagai bahan pertimbangan. "Paling penting dengan negara-negara tetangga kita harus mampu membuat aturan yang bisa kompetitif," ujarnya.

Eddy menambahkan, kedua kebijakan tersebut tidak terlalu berdampak terhadap harga properti. Harga tetap akan terus naik meski tanpa kebijakan tersebut. Artinya naik dalam batas wajar, industri butuh suntikan insentif memang melihat kondisi perekonomian yang tengah lesu.

"Saya rasa tidak hanya properti, kalau melihat secara keseluruhan memang semua harga barang akan naik. Cuma kita melihat bagaimana kenaikan itu masih dalam batas wajar atau tidak. Tanpa dua kebijakan itu sebenarnya harga properti juga akan mengalami kenaikan. Bukan berarti ada warga asing, terus kita naikkan semena-mena, kita juga melihat kondisi pasar," papar Eddy.

Dalam jangka panjang, sektor properti masih tetap menjadi industri yang menarik, karena masih memiliki potensi pasar yang besar. Bila melihat sesuai fungsinya, properti adalah kebutuhan dasar dan sarana investasi bagi kebanyakan orang. (dtc)

BACA JUGA: