JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pihak maskapai penerbangan Lion Air boleh jadi menganggap hukuman denda sebesar Rp15,36 juta yang dijatuhkan Mahkamah Agung untuk mengganti tas penumpang yang hilang sebagai putusan yang berlebihan alias lebay. Pasalnya, dalam Dalam Pasal 5 Ayat (1) Permenhub 77/2011 disebutkan ganti rugi kehilangan barang penumpang maksimal besarnya Rp4 juta.

Hanya saja, MA tentu punya pertimbangan lain dalam menjatuhkan hukuman kepada maskapai yang dinilai telah lalai dalam menjaga keamanan bagasi penumpang. Alasan majelis hakim agung yang terdiri dari ketua majelis Djafni Djamal dengan anggota Soltoni Mohdally dan Nurul Elmiyah menyatakan, putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) kota Medan dan PN Medan sudah benar.

"Menolak permohonan dari pemohon kasasi PT Lion Mentari Airlines. Karena senyatanya termohon kasasi (Aripin-red) diterima dan diangkut dengan pesawat nomor penerbangan dimaksud oleh pemohon kasasi (Lion Air-red)," demikian petikan putusan majelis hakim seperti dilansir website MA, Kamis (2/7).

Lion Air dihukum mengganti kerugian seorang penumpang bernama Aripin Sianipar yang kehilangan satu tas dalam penerbangan dari Jakarta menuju Medan pada 20 November 2011 lalu dengan pesawat bernomor penerbangan JT 204. Dalam tas tersebut, Aripin membawa dua unit ponsel Blackberry, dua unit ponsel satelit, satu unit handycam, satu unit proyektor, satu unit kamera, satu unit anti getar dan baju serta pakaian.

Aripin menitipkan seluruh barang dalam koper itu kepada pihak Lion Air untuk dibawa dalam bagasi pesawat. Malangnya, sesampainya di Medan, tas tersebut ternyata hilang. Aripin pun komplain ke pihak Lion Air dan pulang.

Setelah sepekan berlalu kopernya tidak ditemukan pihak Lion Air, Aripin lalu kembali menanyakan ke kantor Lion Air tetapi lagi-lagi diminta bersabar menanti. Hal ini diulanginya beberapa kali. Karena habis kesabaran, Aripin lalu menggugat Lion Air ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) pada awal 2012.

Gayung bersambut. BPSK Kota Medan menjatuhkan hukuman kepada Lion Air sebesar Rp15.360.000. Jumlah ini adalah 60 persen dari nilai barang yang hilang dengan asumsi 40 persen harga barang hilang karena penyusutan nilai barang. BPSK Kota Medan menolak permintaan Aripin yang meminta Lion Air memberikan ganti rugi immateril Rp500 juta.

Tidak terima atas putusan BPSK Kota Medan, Lion Air lalu mengajukan banding ke Pengadilan Negeri (PN) Medan. Lagi-lagi Lion Air harus menelan pil pahit. Pada 13 Juni 2013, PN Medan menolak seluruh permohonan dari Lion Air. Satu-satunya jalan bagi Lion Air untuk membalik keadaan adalah dengan mengajukan kasasi. Namun MA menolak kasasi pihak Lion Air.

TIDAK MENABRAK ATURAN - Sejatinya, hukuman yang diputuskan MA kepada Lion Air memang melebihi batas ketentuan yang diatur dalam Permenhub Noor 77 tahun 2001. Hanya saja, MA memberikan putusan lebih tinggi dari nilai maksimal Rp4 juta dengan alasan keadilan.

Mahkamah Agung (MA) menilai Permenhub itu tidak sesuai dengan rasa keadilan. Karena itu MA kembali menghukum maskapai penerbangan Lion Air sebesar Rp15.360.000 sebagai ganti rugi atas koper penumpang Aripin Sianipar yang hilang di bagasi. "Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa," putus majelis hakim sebagaimana dilansir website MA.

Pihak Lion Air menyatakan berkebaratan dengan dalih berdasarkan Permenhub Nomor 77/2011, Lion Air maksimal mengganti Rp 4 juta. Tapi MA bergeming dan menilai Permenhub itu tidak sesuai dengan rasa keadilan.

"Putusan PN Medan dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum," ucap majelis pada 29 Oktober 2014.

Selain itu, hukuman kepada Lion Air di kasus ini juga dinilai tidak bertentangan dengan UU. Hal ini sejalan dengan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Mahkamah Agung dan peraturan-peraturan lainnya.

"Menolak permohonan dari pemohon kasasi PT Lion Mentari Airlines," ucap ketua majelis Djafni Djamal dengan anggota Soltoni Mohdally dan Nurul Elmiyah.

Putusan ini menjadi putusan yang kesekian kalinya di kasus tas hilang di bagasi pesawat. Seperti kasus sebelumnya yaitu Lion Air dihukum mengganti rugi bagasi pesawat penumpang Lion Air, Herlina. Bagasi Herlina hilang pada 4 Agustus 2011. Tiga tahun setelahnya, MA menghukum Lion Air mengganti kerugian Herlina sebesar Rp25 juta.

MASKAPAI LALAI LAYAK DIHUKUM BERAT - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) medio Januari lalu, mengungkap ada lima maskapai penerbangan yang paling sering mendapatkan keluhan dari konsumen sepanjang tahun lalu.

Ketua YLKI Sudaryatmo mengatakan, mengatakan lima maskapai yang banyak mendapat keluhan masyarakat yakni Lion Air 24 keluhan Mandala Air 6 keluhan, AirAsia 6 keluhan, Garuda Indonesia ada 5 keluhan dan Sriwijaya sama 5 keluhan.

Dari 1.192 pengaduan yang masuk ke YLKI sepanjang 2014, sebanyak 84 pengaduan keluhan terhadap transportasi. Dari seluruh moda transportasi di Indonesia, maskapai penerbangan menuai 61 pengaduan.

Untuk mengatasi keluhan ini, kata Sudaryatmo, dibutuhkan perubahan dan kekuatan regulasi. Keluhan masyarakat terhadap layanan penerbangan semakin bertambah karena sanksi pemerintah terlalu ringan. Padahal di negara lain seperti Amerika sanksi berat bagi maskapai yang tidak memberikan pelayanan yang baik seperti pembekuan izin terbang.

Sayangnya, di Indonesia sanksi berat bagi maskapai yang lalai melayani penumpang sepertinya sangat sulit diterapkan. Bukti sahih sulitnya pemerintah bertindak tegas pada maskapai lalai adalah ketika terjadi delay parah maskapai Lion Air medio Februari lalu.

Ketika itu, Lion mengalami delay hampir di semua jurusan selama tiga hari sejak Rabu (18/2) hingga Jumat (20/6). Alhasil ribuan penumpang yang seharusnya terangkut pun menumpuk di Bandara Soekarno-Hatta. Rumor beredar, delay parah terjadi karena banyak pilot maskapai itu yang mogok lantaran gajinya tak dibayar.

Belakangan pihak Lion Air membantah rumor itu. Namun juga tak dijelaskan mengapa jadwal penerbangan Lion bisa berantakan selama tiga hari itu. Lion berdalih beberapa pesawat mengalami kerusakan teknis.

Akibat kejadian itu, Lion pun diminta untuk mengganti seluruh kerugian penumpang. Ketika itu, Lion ditaksir harus membayar kerugian senilai hampir Rp4 miliar. Masalahnya, Lion ternyata harus meminjam dana itu dari Angkasa Pura II yang kemudian mengundang kritik dari DPR.

Lion dinilai memakai uang negara untuk mengganti kerugian akibat kesalahannya sendiri. Akibat kritik deras, Lion akhirnya hanya merealisasikan pinjaman Rp520 juta dan kemudian mengganti pinjaman itu dalam hitungan beberapa hari saja.

PEMERINTAH TAK TEGAS - Atas kejadian itu, DPR menilai Lion telah melakukan pelanggaran. Wakil Ketua Komisi V DPR Fraksi PKS Yudi Widiana Adia menyatakan bentuk pinjaman Lion Air pada AP II tidak patut lantaran penggantian uang tiket merupakan tanggungjawab Lion Air.

Begitu pun dengan AP II yang harus mempertanggungjawabkan peminjamannya pada Lion Air ke komisaris dan DPR komisi VI. Pada kesempatan berbeda, Wakil Ketua Komisi VI DPR Fraksi Hanura Farid Alfauzi menyatakan peminjaman uang oleh AP II kepada Lion Air sudah melanggar Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) perusahaan BUMN dan standar operasi keuangan BUMN.

Tidak hanya itu, ia menilai tindakan tersebut juga melanggar Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara. Berdasarkan aturan itu, ganti rugi wajib diberikan oleh maskapai yang bersangkutan bukan pihak lain. "Tanpa melihat besarnya nominal pinjaman, ini pelanggaran," ujar Farid kepada Gresnews.com, Minggu (22/2) lalu.

Farid pun mengkritisi bagaimana bisa perusahaan sekelas Lion Air tidak memiliki dana on call Rp4 miliar. Padahal perusahaan penerbangan seharusnya linier dengan tingkat keselamatan. Sementara itu tingkat keselamatan juga harus linier dengan tingkat biaya operasi dan maintenance.

"Bagaimana Lion Air melakukan operasi dan maintenance pesawatnya yang banyak kalau dana Rp4 miliar saja mereka harus meminjam dari AP II? Persoalan ini juga harus disikapi tegas oleh kementerian perhubungan," tegas Farid.

Karena itu, Komisi V DPR pun meminta pemerintah mengenakan sanksi berat kepada Lion Air. "Siapapun pemiliknya, Kemenhub harus menegakkan aturan," kata Wakil Ketua Komisi V Muhidin Mohamad Said ketika itu.

Sayangnya Menteri Perhubungan Ignasius Jonan malah mengaku tak bisa berbuat banyak untuk membantu ribuan penumpang yang merasa kecewa dan dirugikan maskapai Lion Air. Mantan Dirut KAI itu menuturkan, jika ada maskapai yang mempunyai pelayanan buruk, pihaknya tak bisa memberikan sanksi secara tegas.

Menurut Jonan, standar pelayanan sudah masuk dalam ketentuan yang harus dipenuhi oleh setiap maskapai sebelum mengudara. Namun, bila ada standar pelayanan yang dilanggar, baru pihaknya akan mengenakan sanksi atau berupa surat peringatan.

"Gini, kalau itu (pelayanan buruk-red), kami tidak bisa mengenakan sanksi. Kan sudah ada standar pelayanan yang harus diikuti. Kalau itu melanggar, kami temukan ya kami kenakan sanksi, kenakan denda dan sebagainya. Jadi kebanyakan lebih kepada denda kalau kayak pelayanan," Kata Jonan ketika itu.

Jonan hanya mengimbau kepada penumpang untuk melaporkan manajemen Lion Air bila merasa dirugikan karena selalu memberikan pelayanan buruk. Untuk itu, dia mempersilakan bila ada masyarakat yang berniat mengugat maskapai milik Rusdi Kirana tersebut.

"Kalau masyarakat merasa kurang puas, ya silakan secara perdata diajukan gugatan sendiri. Jadi itu nggak bisa regulator yang gugat, nggak bisa," tegasnya.

HANYA 4 MASKAPAI INDONESIA BOLEH KE EROPA - Buruknya pelayanan dan buruknya peringkat keamanan terbang maskapai penerbangan Indonesia, selama ini memang telah merugikan dunia penerbangan nasional sendiri. Buktinya, hingga saat ini hanya empat maskapai Indonesia yang boleh melanglang buana ke Uni Eropa.

Dari audit yang dilakukan Komisi Transportasi Uni Eropa, sebanyak 4 maskapai penerbangan asal Indonesia yang boleh terbang ke Benua Eropa adalah Garuda Indonesia, Indonesia AirAsia, Airfast Indonesia, dan Premi Air.

Sedangkan puluhan maskapai lainnya masih dilarang terbang ke wilayah udara Uni Eropa karena alasan keselamatan. Dikutip dari Legal Notice (Pemberitahuan Hukum) mengenai Daftar Maskapai Penerbangan yang Seluruh Operasinya Dikenai Larangan dalam Wilayah Uni Eropa Lampiran A:

Citilink Indonesia (CTV), Asi Pudjiastutui (SQS), Batik Air (BTK), Sriwijaya Air (SJY), Kura-kura Aviation (KUR), Deraya Air Taxi (DRY), Trigana Air Service (TGN), Gatari Air Service (GHS), Angkasa Super Services (LBZ), Aviastar Mandiri (VIT).

Selain itu ada juga Lion Mentari Airlines (LNI), Merpati Nusantara Airlines (MNA), Pelita Air Service (PAS), Riau Airlines (RIU), Manunggal Air Service (MNS), Derazona Air Service (DRZ), Dirgantara Air Service (DIR), Eastindo (ESD), Indonesia Air Transport (IDA), dan Jayawijaya Dirgantara (JWD).

Kemudian ada Johnlin Air Transport (JLB), Kal Star (KLS), Kartika Airlines (KAE), Transnusa Aviation Mandiri (TNU), Transwisata Prima Aviation (TWT), Travel Express Aviation Service (XAR), Travira Utama (TVV), Tri MG Intra Asia Airlines (TMG), dan Wing Abadi Airlines (WON).

Kemenhub sendiri beralasan, minimnya maskapai Indonesia yang boleh terbang ke Indonesia bukan berdasarkan audit keseluruhan yang dilakukan Uni Eropa, tetapi memang hanya empat maskapai itulah yang diusulkan Kemenhub ke otoritas Uni Eropa.

"Mei 2014 kita diaudit ICAO. Kita melakukan cap (Corrective Action Plan) revisi plan, seperti Garuda, Airfast Indonesia, Premi Air, Indonesia AirAsia. Mereka mengikuti perubahan safety over site," kata Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) Kemenhub Muzaffar Ismail di Kemenhub, Jakarta, Senin (29/6) lalu.

Pasca diajukan, maskapai tersebut diawasi secara konsisten oleh Kemenhub terkait standar keselamatan. "Kita lakukan safety over site di masing airlines. Kita berikan inspektor dan ada inspeksi setiap bulan. Termasuk training tiap bulan," ujarnya.

Pasca pengumuman terbaru Air Safety List 2015, Kemenhub akan mengusulkan kembali maskapai lain yang belum masuk daftar maskapai Indonesia yang lolos standar keselamatan.

"Kita akan bawa teman-teman maskapai nasional seperti Citilink, dari Group Lion Air kemunkinan besar Air Asia X karena dia penerbangan internasional. Rencananya begitu," sebutnya. (dtc)

BACA JUGA: