Jakarta - Mantan Sekertaris Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu menegaskan, pembelian tujuh persen saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) harus mengantongi izin dari DPR RI.

Said mencontohkan, pembelian saham perusahaan swasta oleh BUMN saja selalu diawali dengan kajian bisnis, kemudian sumber pembiayaan, biasanya berasal dari pemerintah atau dari BUMN langsung.

"Apabila dari BUMN, maka itu cukup disetujui rapat umum pemegang saham (RUPS) dalam hal ini Menteri Negara BUMN, akan tetapi apabila dari pemerintah maka itu harus persetujuan DPR," kata Said saat memberikan penjelasan ahlinya di hadapan majelis hakim konstitusi yang diketua Mahfud MD di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (24/4).

Selain itu, Said juga menegaskan, penyertaan modal negara selalu diawali dengan usul kementerian atau lembaga, kemudian dibahas dalam Komisi DPR terkait, lalu dibahas dalam Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.
 
Terkait dengan jenis transaksi, lanjut Said, pembelian saham terbagi menjadi dua, yakni transaksi langsung  dan transaksi melalui pasar modal. "Strategi sales itu menurut kami bukan penyertaan modal sementara, karena harus mengubah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga," jelas Said.

Said menjelaskan, pembelian saham melalui pasar modal bisa keluar kapan saja, sementara melalui negosiasi tidak bisa kapan saja, karena jika tidak ada yang mau beli tidak bisa dijual. "Jadi penyertaan modal atau pembelian saham melalui strategi sales itu bukanlah penyertaan modal sementara, itu tetap. Walaupun keinginannya ingin keluar kapanpun, itu nggak bisa. Itu tetap," tegasnya.

Seperti diketahui, Presiden melalui Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin dan Menteri Keuangan Agus Martowardjojo menggugat DPR dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Gugatan dilakukan melalui SKLN terkait pembelian divestasi tujuh persen saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) oleh pemerintah.

BACA JUGA: