Jakarta - Ekspor gas bumi yang dilakukan pemerintah Indonesia selama ini ternyata justru membuat negara merugi hingga Rp183 triliun per tahun.

Demikian inti dari makalah Anggota Komite Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas), Qoyum Tjandranegara bertajuk ´Ekspor Gas Bumi & Lifting Minyak Dengan Gas Bumi Berakibat Negara Kehilangan Devisa´.

Qoyum, mengatakan, selama ini banyak orang mempersoalkan turunnya produksi minyak Indonesia. Padahal, kata Qoyum, yang harus menjadi perhatian sekarang ini adalah lifting gas bumi yang membuat negara menjadi tekor.
 
"Kita mau untung, tapi buntung. Karena, hampir tidak ada orang mempermasalahkan gas bumi yang diekspor hampir mencapai 800.000 barel setara minyak per hari dengan harga hanya 55 persen dari harga bahan bakar minyak (BBM)," ungkap Qoyum.

Ekspor gas bumi yang mencapai 800 ribu barel dalam setahun itu, kata Qoyum, membuat negara merugi sekitar Rp 183 triliun. Qoyum menjelaskan, contoh nyata produksi gas bumi pada 2011 adalah 8.430 MMSCFD (million standard cubic feet per day) setara dengan BBM 1,5 juta barel/hari. Sebanyak 53% diekspor atau setara dengan BBM 795.000 barel/hari.

"Dengan demikian dalam satu tahun negara kehilangan devisa sebesar 795.000 barel x 365 hari x 45% (harga 1 liter BBM) x 1,4 x US$ 111/barel x Rp 9.000/US$ = Rp183 triliun," ungkap Qoyum.

Jadi, kata Qoyum, setiap satu liter setara BBM gas bumi diekspor, sebagai gantinya dibutuhkan satu liter BBM impor.

"Jadi harga gas bumi 55% harga satu liter BBM sehingga untuk membeli satu liter BBM, negara ini kehilangan devisa sebesar 45% harga satu liter BBM. Disamping gas bumi lebih murah, juga lebih bersih lingkungan dan lebih efisien 10-30%," tandas Qoyum.

BACA JUGA: