MULAI hari ini Gresnews.com berubah. Kami mempercantik tampilan, menguatkan isi (Gresnews.com akan tampil dengan laporan-laporan yang lebih tajam dan mendalam), melengkapi fitur-fitur, dan menggiatkan model interaktivitas kami dengan pembaca (Kami ingin pembaca lebih banyak berkontribusi dalam pengayaan isi Gresnews.com). Pendeknya, tampilan luar berganti, kami ingin menjadi selalu baru di hadapan pembaca yang budiman. Silakan pembaca berselancar untuk membuktikan.

Namun, kami menyadari, pergantian raga tidaklah banyak berarti jika tak bergandeng tangan dengan penegasan kembali nyawa. Nyawa berarti pandangan dan cita-cita kami tentang kebenaran, tentang kebaikan umum, tentang misi, tentang kegembiraan jurnalistik, yang menjadi pegangan kami sebagai media massa.

Sejak didirikan satu setengah tahun lalu dan menetapkan diri sebagai situs berita hukum dan politik, kami telah menegaskan diri sebagai media yang menempatkan keadilan sebagai kegandrungan. Hukum dan politik kami tempatkan sebagai alas, yakni, hukum yang bukan asal penggal dan pancung; politik yang bukan untuk berbuat licik. Karena filosofi itulah kami senantiasa percaya bahwa jurnalisme yang sebenar-benarnya bakal berumur lama.

Adalah kegelisahan terhadap situasi Indonesia yang membuat kami berubah. Menjelang Pemilu 2014, kegelisahan itu memuncak, melihat petinggi negara berperilaku semakin jauh dari ideal seorang negarawan. Kami justru membaca tanda-tanda zaman, zaman ketika semakin tinggi tingkat jabatan semakin purba perilaku sang pejabat. Semoga asumsi kami meleset.  Namun, justru dalam kekhawatiran seperti itulah kami ingin berperan sebagai media massa yang memerangi sifat-sifat purba penyelenggara negara.

Bolehlah disebut tahun 2013 adalah tahun politik. Politik akan tampil sebagai panglima dan bisa jadi mengalahkan hukum, yang menurut konstitusi, seharusnya menjadi ´panglima´ di negara ini. Namun, tak ada salahnya mengembangbiakkan kecurigaan bahwasannya tahun politik adalah tahun mengumpulkan logistik. Tiadanya aturan pembatasan dana kampanye partai politik, salah satu yang bisa dijadikan ukuran, menjadikan perhelatan saban pemilu di negeri ini menjadi ´olahraga´ yang liar, purba: saling makan kawan dan lawan untuk mengumpulkan makanan.

Alhasil, keserakahan, kami mencurigai, merupakan sifat purba yang bakal sering mampir dalam pertunjukan wayang-wayang politik sekarang dan hari-hari mendatang. Padahal, meminjam istilah Pramoedya Ananta Toer, semakin tinggi sekolah bukan berarti semakin menghabiskan makanan orang lain. Harus semakin mengenal batas. Tapi apa yang terjadi pada elite nan pintar itu? Urusan daging sapi berujung skandal korupsi, urusan memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat di Hambalang berujung skandal korupsi, urusan dana talangan Century berujung korupsi...Silakan pembaca menambah deret ironi korupsi di negeri ini.

Keburukan kerap berkelindan dengan keburukan dan apakah yang paling tepat untuk berkawan dengan keserakahan? Fitnah! Di negeri ini, fitnah punya hukum ´kreativitasnya´ sendiri. Ia bisa berlaku pada pejabat yang melemparkan kesalahan pada orang benar hingga pramugari baik-baik yang dikoar-koarkan berselingkuh dengan penyanyi. Pada titik ini kami merasa semakin getir. Ada fenomena, kesegalacaraan orang meraup kekuasaan, apapun jenisnya, sangat potensial menjadikan media massa sebagai lahan yang paling subur untuk budidaya fitnah, untuk berternak kebohongan dan janji kosong yang disajikan secara berulang-ulang kepada masyarakat. Media massa menjadi makhluk yang justru menjauh dari nyawanya untuk menyajikan kebenaran dan berganti menjadi sekadar kendaraan untuk menyebarluaskan kebohongan, pun, dimonopoli oleh sedikit orang untuk menyuarakan apa yang menurutnya benar dan membunuh siapapun yang berbeda pendapat dengan dia.

Lantas di mana rakyat banyak? Lari ke mana keadilan dan kebenaran? Itu pertanyaan kami. Dan demi keyakinan untuk menyuarakan seluas-luasnya kepentingan rakyat banyak serta membela keadilan dan kebenaran itulah kami tak akan pernah berhenti bersuara bersama Anda, pembaca setia kami.

Agustinus Edy Kristianto
@agustinus_aka

BACA JUGA: