Oleh: Anggara*)

Kasus yang terkait penahanan terhadap Florence, mahasiswa S2 UGM yang dilaporkan ke polisi karena melakukan penghinaan terhadap warga DI Yogyakarta melalui akun pribadinya di situs jejaring sosial, saat ini makin bergulir. Florence sendiri saat ini masih dalam penahanan penyidik Polda DIY. 

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai, penyidik yang melakukan penahanan kepada Florence harus berhati hati, karena ada prosedur khusus dalam UU ITE dimana penyidik harus terlebih dahulu meminta penetapan dari ketua pengadilan negeri setempat.

Ketetapan itu diatur dalam Pasal 43 Ayat (6) UU ITE. ICJR menduga prosedur tersebut ini tidak dijalankan oleh penyidik Polda DIY, dalam kasus Florence. ICJR, menilai apabila penahanan Florence dilakukan tanpa izin atau penetapan pengadilan maka ada kesalahan mendasar atas penahanan Florence, baik secara alasan objektif atas penahanan maupun prosedural berdasarkan UU ITE.

Secara objektif, jelas penahanan Florence bertentangan dengan Pasal Penahanan yang diatur dalam UU ITE. Untuk kasus Florence berdasarkan Pasal 43 Ayat (6) UU ITE, dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam. Dalam konteks ini, tanpa penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri Yogyakarta, maka penahanan kepada Florence tidak sah.

Untuk itu ICJR menilai, jika penahanan tersebut tanpa penetapan pengadilan maka Florence harus segera dilepaskan dari tahanan dan  Florence memiliki hak untuk mengajukan praperadilan berdasarkan Pasal 77 KUHAP, yaitu mengenai tidak sahnya penahanan yang dilakukan terhadap Florence.

Secara lebih luas, ICJR juga mengingatkan kepada para penyidik yang menggunakan UU ITE agar memperhatikan pasal-pasal mengenai prosedur penahanan dalam UU tersebut karena pasal sering dilupakan oleh penyidik. Dari awal ICJR juga secara konsisten menolak dan mempertanyakan ancaman pidana dalam  UU ITE yang sangat tinggi yaitu diatas 5 tahun.

Perlu diketahui bahwa ancaman pidana dalam Pasal 27 Ayat (3) UU ITE mencapai 6 tahun penjara. Ancaman pidana tinggi diatas 5 tahun tersebut secara langsung mengaktifkan Pasal 21 Ayat (4) KUHAP sehingga memberikan celah agar para tersangka dapat dikenai penahanan.

Hal ini berbeda dengan pengaturan penghinaan di KUHP yang ancaman pidananya di bawah 5 tahun, sehingga dengan kondisi yang sama tidak perlu dilakukan penahanan.

*) Penulis adalah peneliti senior Institute for Criminal Justice Reform

BACA JUGA: