JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemanggilan tim penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) kepada Cawagub Jakarta Sylviana Murni menimbulkan pro dan kontra. Pasalnya, pemanggilannya dinilai terlalu dipaksakan dan polisi tidak teliti. Polisi diminta transparan dan profesional.

Sylvi dipanggil penyidik Polri untuk dimintai keterangan dalam kasus dugaan korupsi dana bansos DKI Jakarta untuk Kwarda Pramuka DKI yang dipimpin Sylvi. Namun Sylvi mengklarifikasi jika yang dimaksud adalah dana hibah bukan dana bansos.

Indonesia Police Watch (IPW) menyayangkan tindakan Polri jika benar penanganan kasus korupsi dana Kwarda Pramuka DKI yang diduga melibatkan Cawagub Jakarta Sylviana Murni merupakan sebuah kesalahan.

"Apakah benar ada kesalahan Bareskrim bahwa dana itu bukan dana bansos tapi dana hibah. Jika memang ada kesalahan Bareskrim harus minta maaf kepada Sylviana maupun ke publik agar tidak ada penyesatan perkara," kata Ketua Presedium IPW Neta S Pane dalam siaran persnya yang diterima gresnews.com, Minggu (22/1).

Jika benar ada kesalahan, Neta mengatakan hal tersebut menunjukkan penyidik Polri tidak cermat, tidak profesional dan terlalu terburu buru. Dengan adanya kesalahan ini, Polri harus menjelaskan, apakah pemeriksaan terhadap Sylviana berlanjut atau tidak.

Jika benar dana Kwarda Pramuka itu adalah dana hibah, Polri juga sebenarnya menerima dana hibah dari Pemprov DKI Jakarta. Bagaimana pertanggungjawab dana hibah itu, Polri belum pernah menjelaskannya. Tahun 2016, TNI Polri menerima dana hibah Rp130 miliar dari Pemprov DKI, khusus untuk Polda Metro Rp 41 miliar.

Dalam Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 antara dana bansos dan dana hibah, Neta menyebut kedua hal tersebut sangat berbeda. Pertanggungjawabannya juga berbeda. Jika Bareskrim menyamakannya, ini adalah kesalahan fatal dan semakin menunjukkan Polri tidak profesional dalam menangani sebuah perkara.

Selain itu, tambahnya, dengan adanya kasus Sylviana maupun kasus Ahok, ini menjadi yurisprudensi bagi Surat Edaran Kapolri No SE/7/VI/2014. Sehingga penundaan pemeriksaan calon kepala daerah menjelang pilkada tidak berlaku lagi. Polri, Polda, dan Polres harus segera menangani semua pengaduan yang menyangkut calon kepala daerah.

"Jelas situasi akan semakin riuh menjelang pilkada, apalagi kepolisian tidak punya personil yang memadai untuk memeriksa kasus kasus yang menyangkut calon kepala daerah menjelang pilkada," tutur Neta.

CARI KAMBING HITAM - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Rikwanto, menanggapi pernyataan mantan Deputi Gubernur Bidang Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Sylviana Murni, terkait kekeliruan dalam dalam surat panggilan terhadap dirinya pada Jumat kemarin.

Rikwanto, melalui keterangan tertulis, Sabtu (21/1/2017), menyatakan penggunaan "dana bansos" untuk pemanggilan berdasarkan laporan informasi pengaduan masyarakat yang masuk, yang menyatakan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam penggunaan dana bansos di Kwarda DKI Jakarta.

Laporan tersebut yang menjadi dasar terbitnya surat perintah penyelidikan dan tertulis juga di surat undangan permintaan keterangan. Setelah meminta keterangan beberapa orang, termasuk Sylviana, belakangan diketahui bahwa dana tersebut bukan berasal dari dana bansos.

"Terungkap bahwa dana yang diterima oleh Kwarda DKI bukan bersumber dari dana bansos, melainkan bersumber dari dana hibah," kata Rikwanto.

Namun kekeliruan penulisan itu tak serta merta menghapus dugaan korupsi yang ada atas pengelolaan dana ke Kwarda Pramuka. Karena itu, penyelidik tetap akan meminta keterangan sejumlah saksi dan mencari informasi lainnya sebagai bukti permulaan yang cukup.

"Berdasarkan fakta yang ada, penyelidik menemukan adanya dugaan penyimpangan penggunaan dana hibah yang diterima Kwarda DKI Jakarta," kata Rikwanto.

Sylvi usai dimintai keterangan menyampaikan atas surat Bareskrim Dit TPK no. B/PK-86/l/2017 tgl 18 Jan 2017 tentang Permintaan Keterangan dan Dokumen bahwa penyelidikan Pengelolaan Dana Bansos Pemprov DKI Jakarta. "Seharusnya dana hibah bukan bansos," kata Sylvy.

Hal tersebut berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 235 Tahun 2014 tentang Pengurus Kwarda Gerakan Pramuka Prov DKI Jakarta masa Bhakti 2013-2018 tanggal 14 Februari 2014, yang ditandatangani Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Dalam diktum kedua nya tertulis Biaya Operasional Pengurus Kwarda Gerakan Pramuka Prov DKI Jakarta dibebankan kepada APBD melalui belanja Hibah.

Tentang penggunaan belanja hibah sesuai dengan proposal yang diajukan, ada kegiatan yang tidak dilaksanakan dan dananya telah dikembalikan ke Kasda DKI JKT. Pengembalian Dana Hibah yang telah disetorkan ke Kas Daerah adalah sebagai berikut pada 2014 sebesar Rp35 juta dan 2015 sebesar Rp801 juta.

"Telah dilakukan audit oleh Kantor Akuntan Publik Terdaftar Armandias dengan Nomor laporan no.192/GA/ARD/PM/RDM/VI/15 pada tanggal 22 Juni 2015 dengan hasil wajar," kata Sylvi.

BACA JUGA: