JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tiga tahun sudah masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berjalan. Kendati sudah banyak kemajuan yang dicapai terutama dalam infrastruktur dan pemerataan pembangunan di daerah namun masih banyak pekerjaan rumah. Termasuk dalam postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 yang sudah disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih gali lubang tutup lubang tahun depan.

Dalam postur tersebut, keseimbangan primer defisit sebesar Rp 78,3 triliun. Artinya pemerintah masih menarik utang baru untuk kembali membayar utang. "Tingkat keseimbangan Primer di tahun 2018 direncanakan juga mengalami penurunan, dari perkiraan sebesar minus Rp144,3 triliun dalam tahun 2017 menjadi minus Rp78,4 triliun," kata Jokowi saat membacakan nota keuangan dan RAPBN 2018, Rabu (16/8).

Akan tetapi bila dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya, kondisi sekarang sudah lebih rendah. Munculnya defisit keseimbangan primer, ketika defisit anggaran sudah lebih dari 1,2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Dalam postur RAPBN 2018 defisit 2,19% terhadap PDB atau Rp 325,9 triliun hingga pemerintah harus menarik utang baru agar belanja negara Rp 2.204,3 triliun bisa terpenuhi. Caranya pemerintah akan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp 414,7 triliun.

Bila dibandingkan dengan postur 2017, maka jumlah SBN yang diterbitkan sedikit lebih rendah. Sesuai APBN Perubahan 2017, penerbitkan SBN mencapai Rp 467,3 triliun. Di mana asumsi defisit 2,92% tehadap PDB.

Diketahui jumlah utang pemerintah mencapai Rp 3.706 triliun hingga akhir Juni 2017. Jokowi menyatakan pemerintah akan mengelola utang secara hati-hati dan bijaksana.

"Peningkatan pembiayaan utang diarahkan kepada sektor-sektor produktif di masa depan, seperti pembangunan infrastruktur, peningkatan pendidikan dan kesehatan masyarakat, serta pembangunan daerah. Pemerintah akan terus menjaga pengelolaan utang secara hati-hati dan bijaksana untuk menghasilkan dampak positif pembangunan yang maksimal yang manfaatnya dapat dinikmati masyarakat luas," tutur Jokowi, Rabu (16/8).

Jokowi mengatakan, pemerintah akan sangat hati-hati dalam menjaga kesinambungan fiskal atau anggaran negara. Kebutuhan anggaran yang besar terjadi di masa pemerintah Jokowi karena langkah ekspansif yang dilakukan, untuk melakukan pembangunan hingga ke daerah. Tujuannya mendorong ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Meski dengan perluasan pembangunan yang ekspansif selama periode 2015-2017, rasio utang dan defisit terhadap PDB dijaga tetap terkendali; rasio utang terhadap PDB tetap berada di bawah 30 persen dan defisit APBN di bawah 3 persen," ujar Jokowi.

Pemerintah, lanjut Jokowi, juga akan terus mengurangi defisit primer sehingga kesehatan dan keberlanjutan fiskal selalu dapat terjaga. Defisit primer ini menandakan pemerintah membayar cicilan utang lewat utang baru.

"Dengan defisit yang relatif kecil dibanding negara-negara anggota G-20 maupun emerging countries lainnya; dan pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif lebih tinggi, itu menunjukkan bahwa tambahan utang Indonesia telah menghasilkan peningkatan skala dan produktivitas ekonomi nasional," kata Jokowi.

MENJAGA KONDISI POLITIK DAN EKONOMI - Pemerintah telah memasang target pertumbuhan ekonomi 5,4% pada 2018. Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi pemerintah harus menjaga iklim ekonomi dan politik nasional.

Menurut Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, target pemerintah untuk APBN dinilai lebih realistis dari tahun sebelumnya. Namun tetap saja pemerintah harus bekerja keras untuk mencapai target itu.

"Masih banyak tantangan, seperti target investasi yang harus tumbuh di atas 6%, PR untuk kembali meningkatkan daya beli masyarakat," kata Josua, Rabu (16/8).

Menciptakan iklim investasi yang kondusif sehingga diharapkan mampu menarik investor swasta baik dalam negeri maupun luar negeri. Kondisi politik nasional juga harus dijaga. Hal ini dilakukan agar investor bisa merasa nyaman dan aman menanamkan modalnya di Indonesia.

Pasalnya Indonesia saat ini sudah memiliki predikat layak investasi dari tiga lembaga rating internasional. "Ini jadi nilai jual tinggi untuk Indonesia, selain itu fundamental ekonomi Indonesia juga sudah lebih baik," ujarnya.

Kemudian pemerintah juga harus mendorong keadilan pertumbuhan tidak hanya di Pulau Jawa tapi merata ke seluruh Indonesia. "Jadi bisa menekan kesenjangan, menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan," ujar Josua.

Dia menjelaskan selama tiga tahun kepemimpinan Jokowi ada gebrakan di bidang energi yakni pencabutan subsidi sehingga alokasi dana bisa dibelanjakan untuk sektor produktif. Kemudian penerapan BBM satu harga di Papua. Penurunan pada gini rasio, upaya penurunan pengangguran di tengah ketidakpastian global.

Namun, pemerintah juga masih memiliki PR besar untuk Indonesia. Yakni saat ini menggeser komposisi jumlah pekerja informal yang sekarang masih mendominasi 58% dan sisanya pekerja formal 42%. Jadi pemerintah harus banyak mendorong sektor padat karya agar pemerataan pembangunan bisa lebih cepat.

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual mengungkapkan nota keuangan yang dibacakan oleh Presiden Jokowi pada pidato kenegaraan memang fokus untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dia menyebutkan, masa pemerintahan memang hanya sebentar lagi. Jadi pemerintah saat ini membutuhkan effort besar untuk pemerataan pembangunan.

"Ya memang efektif tinggal satu tahun lagi lah, karena akan ada pemilihan presiden dan dibutuhkan persiapan. Makanya sekarang mereka concern ke ekonomi," ujar David, Rabu (16/8).

Dia mengatakan, ekstra effort yang mesti dilakukan pemerintah karena banyak target-target yang belum tercapai. "Di awal pemerintahan pertumbuhan ekonomi kan tinggi, tapi realiasinya di bawah prediksi," kata dia.

Namun jika dilihat dari pembangunan infrastruktur sudah lebih baik dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya. David menilai target yang ingin dicapai pemerintah untuk 2018 lebih realistis dan bisa lebih kuat untuk dicapai.

Menurut dia, hal tersebut karena, ada indikator ekonomi yang mulai membaik jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. "Sekarang kan pemulihan ekonominya tidak seperti periode 2008-2009 yang cepat karena didorong oleh harga komoditas yang larinya cepat, lebih stabil meskipun masih banyak yang di bawah ekspektasi," ujarnya.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dibayangi oleh pemilihan kepala daerah (pilkada) di sejumlah provinsi besar seperti Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kemudian perhelatan Asian Games hingga pertemuan International Monetary Fund dan Bank Dunia.

Lalu dari sisi eksternal, Indonesia diprediksi akan terpengaruh tekanan dari Europe Central Bank (ECB) yang akan melakukan tappering off. "Bisa saya menaikkan suku bunga, jika ini lebih cepat dari perkiraan maka bisa pengaruh ke pasar modal di emerging market dan bisa ada capital outflow," ujarnya.

Peluang investasi masih cukup besar tahun depan seperti telah dikeluarkannya paket kebijakan XVI dan deregulasi untuk pemerintah daerah. Kemudian untuk meningkatkan daya beli, pemerintah diharapkan bisa memberikan stimulus fiskal. (dtc/mfb)


BACA JUGA: