JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penggabungan atau merger dua perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Perusahaan Gas Negara/PGN ( Persero) Tbk dengan anak usaha PT Pertamina di bidang gas yakni PT Pertagas dinilai akan memudahkan terbentuknya badan penyangga gas atau agregator.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja mengatakan pembentukan agregator gas sendiri akan tercantum dalam peraturan tentang open access pipa gas yang sudah diatur dalam peraturan Menteri ESDM Nomor19 Tahun 2009.

Hanya saja Ketua Komisi VII DPR  RI dari Fraksi Gerindra, Kardaya Warnika mengatakan, penggabungan pipa PT PGN dengan pipa gas yang dimiliki Pertagas dinilai kurang tepat.

Menurut Kardaya, pemerintah akan mengalami kesulitan apabila PGN dan Pertagas tetap dimerger. Karena hampir separo saham PGN merupakan milik asing. Seperti diketahui saham PGN kini sebagian telah dimiliki publik, termasuk asing.

"Pemerintah harus mengkaji ulang  rencana merger PGN dan Pertagas karena tidak akan bisa bersinergi, sebab pengembangan dan pemanfaatan infrastruktur gas masih berjalan sendiri-sendiri," kata Kardaya kepada gresnews.com, Rabu (16/12).

Kardaya mengingatkan,  jangan sampai penggabungan pipa gas PT PGN dengan pipa Pertagas akan menguntungkan pihak asing ketimbang dalam negeri. "Sebab saham PGN sebagian dikuasai asing," jelasnya.

Kardaya meminta pemerintah mengkaji ulang rencana penggabungan Pertagas dan PGN dalam bentuk merger tersebut, dengan mengikuti aturan undang-undang yang sudah ada. Sehingga negara tidak dirugikan oleh merger keduanya.


PERTAGAS YANG AKUISISI - Namun Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia ( EWI) Ferdinand Hutahaean menyatakan setuju penggabungan  Pertagas dan PGN. Tetapi harus PGN yang dibubarkan dan dilebur ke Pertagas, bukan sebaliknya.

"Kenapa demikian, karena PGN itu 47 persen adalah milik asing sementara Pertagas 100 persen milik bangsa," kata Ferdinand, kepada gresnews.com, Rabu (16/12).

Ferdinand menambahkan artinya bila Pertagas yang dilebur ke PGN , maka akan terjadi kehilangan besar dari negara karena menjadi 47 persen  milik asing. Dari sisi kemampuan juga jelas bahwa pertagas lebih mampu daripada PGN, sehingga penyatuan PGN ke Pertagas akan lebih baik.

"Dampaknya bahwa kemudian kita hanya punya 1 BUMN yang bergerak di bidang migas," ungkapnya.

Menurut Ferdinand, dilebur atau tidak dilebur, tapi PGN harus diarahkan berbisnis di sektor hilir dan Pertagas disektor hulu. Sehingga ada pemisahan usaha supaya tidak saling bersaing tetapi bersinergi.

Sementara itu sebelumnya, Direktur Utama PT PGN, Hendi Prio mengaku pasrah dengan rencana pemerintah melebur perusahaan gas yang dipimpinnya dengan PT Pertagas. Untuk itu, ia menyerahkan keputusan akhir merger tersebut kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno selaku perwakilan pemerintah, yang merupakan pemilik saham mayoritas (56,96 persen).

"Kami akan ikut arahan dari pemegang saham (mayoritas), pemerintah. Kami serahkan ke BUMN," ujar Hendi Prio di Hotel Darmawangsa, Selasa (15/12).


BENTUK HOLDING - Wacana penggabungan PGN dengan Pertagas sebelumnya dikemukakan Menteri Rini. Aksi merger ini menurut Rini dalam rangka membentuk perusahaan induk (holding) di sektor gas.

Gagasan itu kembali muncul seiring instruksi Presiden Joko Widodo yang menginginkan beberapa BUMN dengan lini bisnis yang sama dikelompokkan ke dalam satu perusahaan induk. Tujuannya, untuk mereduksi persaingan antar perusahaan negara lini bisnis yang sama.

Pada tahap awal, Rini menyatakan pemerintah akan lebih dulu membentuk perusahaan induk virtual sebelum benar-benar merealisasikan rencana tersebut. "Karena holding butuh waktu, jadi minimal kami mulai dulu dengan virtual holding atau membuat roadmap (peta jalan)-nya dulu," ujar Rini beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said memandang penggabungan PGN dan Pertagas berpotensi menurunkan harga gas hingga 30 persen. Upaya tersebut diyakininya akan memberikan banyak benefit bagi para konsumen.

Selain itu, ia berharap penggabungan PGN dan Pertagas juga akan memuluskan kebijakan akses terbuka (open access) penggunaan pipa gas bumi, yang termaktub dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi melalui Pipa.

"Integrasi bisnis antar PT PGN dengan Pertagas, merupakan hal yang akan berdampak besar bagi efisiensi bisnis gas,” kata Sudirman.

Perlu diketahui rencana pemerintah menggabungkan pipa gas PGN dengan pipa gas Pertagas diinginkan segera terwujud. Pasalnya, penggabungan pipa gas kedua perusahaan itu akan menghasilkan kekuatan kapasitas jalur distribusi gas dalam jumlah signifikan dalam satu pengelola.


IDE LAIN PERTAGAS - Corporate Secretary PT Pertagas Adiatma Sardjito menyatakan menyerahkan sepenuhnya rencana akuisisi tersebut kepada pemerintah. Hanya saja, Pertagas memiliki solusi lain terkait rencana mempercepat pemanfaatan gas. Saat ini, menurutnya, kedua perusahaan gas ini sedang direncanakan untuk digabungkan dengan cara Pertagas mengakuisisi PGN.

"‎Jadi Pertagas 100 persen milik Pertamina (negara). Penguasaan energi yang penting harus dikuasai negara dari hulu ke hilir. Artinya peran negara di situ harus berpihak. Buyback itu keputusan pemerintah. Tapi ada satu cara untuk mempercepat pemanfaatan gas, selain harus membeli saham PGN dengan membuka akses. Percepatan pemanfaatan gas dapat pula dilakukan dengan membuka akses pemanfaatan aset bersama oleh PGN dan Pertagas.

"‎Jadi setiap pemain (Pertagas atau PGN) harus bisa buka aksesnya untuk dimanfaatkan bersama," jelasnya.

Menurutnya, yang terjadi selama ini adalah tumpang tindihnya aset dan investasi antara kedua perusahaan tersebut. Sehingga membuat Pertagas dan PGN terlihat tidak akur.

Hal ini pernah disindir Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa antara perusahaan pelat merah harus saling bersinergi. "‎Kalau digunakan bersama, akibatnya tidak ada investasi ganda. Karena selama ini ada tumpang tindih. Ini lebih cepat dari buyback. Betapa sayangnya kita keluarkan dana hanya untuk sebuah kepemilikan," katanya

Presiden Jokowi sebelumnya memberikan arahan agar PGN dan Pertagas bisa bersinergi dan  tak saling berkompetisi dalam bisnis distribusi gas.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengaku sempat sedih karena 2 perusahaan BUMN di sektor gas ´belum akur´ sehingga belum bisa melakukan sinergi. Akibat belum bisa bersinergi, pengembangan dan pemanfaatan infrastruktur gas masih berjalan sendiri-sendiri.

Rini seusai  acara Focus Group Discussion (FGD) antara Kementerian BUMN dengan seluruh CEO BUMN di Kapal KM Kelud, di Semarang November lalu mengatakan seperti arahan Bapak presiden, mengenai PGN dan Pertagas. Mungkin lebih baik dengan pemanfaatan pipa-pipa yang memang mayoritas dimiliki PGN bersama Pertagas. Namun pengelolaan dipegang oleh satu pihak. Akuisisi atau disewa tetapi operatornya satu supaya tidak kompetisi.

Ia mendorong agar kedua BUMN tersebut bisa bersinergi dalam satu wadah operator. Sehingga kemampuan permodalan infrastruktur gas bisa lebih maksimal.

Sementara itu, Deputi energi Logistik kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat mengatakan pihaknya akan memulai uji coba perencanaan pengelolaan terpadu distribusi gas awal tahun depan dengan PGN sebagai pemimpinnya.

"Sekarang pengkajian supaya lebih dalam grup korporasi. Yang urgent sekarang supaya tidak ada tumpang tindih jalur pipa gas. Karena penghambat penyaluran gas terkait pengadaan listrik 35.000 PLN," katanya.

Seperti diketahui, kebijakan open access pipa gas ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2009. Aturan itu menyebutkan, dalam melaksanakan kegiatan usaha niaga gas bumi melalui pipa, badan usaha wajib memakai pipa transmisi dan distribusi yang tersedia untuk dapat dimanfaatkan bersama (open access) pada ruas transmisi dan wilayah jaringan distribusi tertentu.

Berdasarkan Permen ESDM tersebut, Dirjen Migas mengeluarkan surat perintah pada 2011 agar seluruh pipa gas harus digunakan secara open access. (Agus Irawan)

BACA JUGA: